Bu Kusminah |
Civitas
akademika UIN Sunan Kalijaga, setidaknya bagi angkatan 2004, mengenal Cafetaria
Koperasi Mahasiswa (KOPMA). Meski fungsi utamanya sebagai kantin, ia kerap dijadikan tempat mahasiswa/i
berdiskusi sambil ngopi. Lebih-lebih bagi aktivis mahasiswa.
Namun
tempat itu kini telah tiada, entah kenapa dan bagaimana KOPMA merealisasikan kembali
cafetaria di kampus putih itu. Ditutupnya Capetaria jelas kabar buruk bagi para
pekerja yang selama ini bergantung pada profesi tersebut.
Kusminah,
salah seorang pekerja cafetaria yang terpaksa diberhentikan sementara oleh
Kopma dikarenakan capetaria tutup. Kusminah, namanya memang tak sefamiliar
masakannya yang biasa disantap kebanyakan mahasiswa di cafetaria kopma dulu. Di
tangannya dan kawan-kawan seprofesi Cafetaria menjadi primadona di kampus UIN
dan lantas menjadi kenangan.
“Perempuan yang sudah dikenal baik bagi
teman-teman Kopma, sebut saja seperti bu Kusminah, terpaksa diberhentikan
sementara, lantaran setelah pemindahan gedung Kopma, Capetaria tidak dibuka
lagi,” kilah Burliyan, Kabid Umum Kopma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ia
menambahkan tutupnya Capetaria memang menjadi persoalan baru yang harus kami
perjuangkan pada pihak Rektorat sampai saat ini, namun belum mendapatkan solusi.
“Sebenarnya Cafetaria yang baru disediakan di parkiran terpadu, tetapi kurang
strategis,” ungkapnya.
Melewati
lorong kecil, tepatnya ngentak Sapen gang gading, saya mencoba menemui di
rumahnya yang tak jauh dari kampus putih. Sesampai di rumah bu Kusminah, ramai
bocah yang lagi asyik bermain. Begitu juga ibu-ibu lagi asyik
bincang-bincang.
Perempuan
paruh baya ini menerima kedatangan saya dan tim SliliT Arena dengan ramah. Obrolan
antar kami terjadi. Ia menceritakan akhir bulan November 2007, perempuan
kelahiran Yogyakarta tahun 1959 ini diberhentikan dari pekerjaan biasanya
sebagai koki Capetaria Kopma UIN. Sejak itu dirinya dipensiun dinikan.
Dua
pekerja lainnya mengalami hal yang sama. “Namun bedanya, ibu Darmi dirumahkan
dan Mas Hari dipindah alihkan ke cleaning
servis, yang pada awalnya bekerja sebagai pegawai Capetari seperti
dirinya,” ujarnya.
Minah,
begiu ia biasa disapa oleh tetangga, menuturkan sudah satu bulan lebih tidak menjalani
rutinitas seperti biasa, berangkat pukul 07.00 pagi dan memasak nasi sampai
pukul 14.30. “Bahkan tidak jarang aku harus ngelembur,” kenangnya. Profesi
sebagai koki Capetaria Kopma sudah ia lakoni sejak sebelas tahun sebelumnya.
Bagi
Minah, bekerja di Kopma merupakan satu-satunya pekerjaan yang bisa membantu
ekonomi keluarganya. Namun sejak diberhentikan ia belum mendapat peluang pekerjaan,
kecuali ngurusin kakakya yang sudah lansia. Itu pun membutuhkan dana yang tidak
sedikit.
Selama
bekerja di Capetaria, gaji sebulan sebesar Rp250 per-bulan. Dirasa cukup untuk
kehidupan sehari-hari, tetapi setelah gempa terjadi pada tanggal 27 Mei 2006
silam, gaji pun tidak menentu. “Saya paham, kerena memang situasi waktu itu
menghendaki semacam itu, yang penting aku masih bisa bekerja,” kenangnya.
ia
manambahkan, sebenarnya masa kontraknya bekerja di Capetaria Kopma masih tiga
tahun lagi. Akan tetapi karena pertimbangan bahwa Capetaria tutup, dirinya diberhentikan
dan mendapatkan uang tunjangan sebesar Rp1.500.000. Bahkan, lanjutnya, Kopma
akan memberikan lagi dana Jamsostek, tapi nanti setelah 6 bulan. Rencananya
uang itu akan jadikan modal untuk dagang kecil-kecilan di sekitar kampus UIN.
Itu pun kalau UIN mengijinkan.
Bu
Kusminah hanya bisa berharap Kopma atau pihak kampus UIN menyediakan peluang
kerja baginya karena kebutuhan sehari-hari sekarang terus meningkat. “Sempat terpikir untuk berjualan kecil-kecilan
di dekat kampus, namun karena belum punya modal yang mencukupi, niat itu saya
urungkan,” keluhnya.
*Tulisan ini terbit pertama kali pada Newsletter Slilit ARENA UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta pada 22 Januari tahun 2007.
0 Komentar