Oleh: Jumardi Putra*
*Ditulis tahun 2008.
Musik telah menjadi keperluan lintas batas, ruang, dan waktu. Ia sekaligus
merupakan pendekatan yang paling praktis dan menyentuh dalam memanfaatkan
kekuatan inovatif manusia untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Sebagai bahasa universal, yang dapat
dipahami oleh semua orang, tanpa memandang asal-usul kultur, agama, dan sosial-politik, musik semakin
sering ditampilkan sebagai bagian dari diplomasi kebudayaan di jagad raya ini.
Apa yang dilakukan grup Band asal Gang Potlot, Jakarta Selatan, Slank,
selama menggelar tur promo album teranyar mereka, yang
bertema Anthem for the Broken Hearted
di lima belas kota di sembilan negara bagian Amerika Serikat, pada periode 22
Oktober-22 November lalu, merupakan bagian
dari diplomasi kebudayaan antar dua negara melalui jalur musik.
Hal yang sama
juga dilakukan kelompok musik Kiai Kanjeng, besutan Emha
Ainun Najib, yang menyambangi tujuh kota di negara Belanda pada tanggal 6-20
Oktober. Sebuah lawatan musik yang bertajuk “Musik, Agama, Diplomasi
Kebudayaan”.
Melalui musik, kata Emha, biasa disapa Cak Nun, mereka bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat di Belanda, dari warga asli sampai imigran yang secara keyakinan berbeda. Perbedaan tersebut justru menjadikan kami saling belajar dan menghargai satu sama lain. Musik
menjembatani sesiapa saja meraih tingkat pengertian dan kerjasama, yang akhirnya dapat mengurangi pemahaman salah kaprah antar tiap-tiap
negara yang sudah barang tentu memiliki beragam budaya. Paling tidak, melalui
musik, mereka bisa menginternalisasikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan
di tengah pluralisme masyarakat Indonesia, yang secara
kuantitas sangat besar dan dengan tingkat
kerawanan yang relatif besar pula.
Dalam
konteks inilah musik berperan sebagai bahasa universal, yang diharapkan dapat mencairkan kebekuan antar komunitas internasional
yang tengah berkompromi dengan situasi ekonomi-politik global yang tak menentu.
Hemat saya, musik dalam perjalanannya memiliki banyak kegunaan,
utamanya untuk mengungkapkan emosi dan perasaan. Seperti hymne, lagu kebangsaan, atau lagu perlawanan, dan musik dalam
sejarahnya, telah dapat menggugah patriotisme,
keberagamaan, pemberontakan, bahkan
romantisme.
Setakat hal itu, keberadaan musisi di seluruh nusantara diharapkan
mampu menjadi panjang tangan masyarakat Indonesia untuk menyebarluaskan gagasan
keindonesiaan yang lebih ramah dan akrab dengan dunia global serta mampu
merubah citra buruk yang selama ini melekat di tubuh Indonesia sebagai kampung
kekerasan dan gerbongnya para teroris, yang sejatinya, kedua bentuk kejahatan tersebut bukanlah bagian dari kebudayaan negeri
ini.
Memaknai usaha yang dilakukan oleh Slank
dan Kiai Kanjeng merupakan jihad
kultural melalui jalur musik. Tentu hal
ini patut diacungi jempol, lantaran Slank
dan Kiai Kanjeng tidak hanya sekedar
bernyanyi, melainkan berdiplomasi kepada halayak Amerika dan Belanda tentang
Indonesia yang selama ini dipahami sepotong-sepotong.
*Ditulis tahun 2008.
0 Komentar