Oleh: Jumardi Putra*
6 Januari 2024, Provinsi Jambi menginjak usia ke 67 tahun, terhitung dari 6 Januari 1957 (de facto). Berdasarkan dokumen Sejarah Singkat Perjuangan Rakyat Jambi yang dikerjakan oleh panitia
pengumpulan dan penelitian bahan-bahan sejarah daerah Jambi (merujuk SK Gubernur
Kepala daerah Tingkat I Jambi tanggal 20 Desember 1974 Nomor HK-65/G/1974)
serta kumpulan arsip milik Usman Meng, Ketua DPRD Merangin Lama (berkat
penyelamatan oleh H. Ibrahim, sekretaris Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD)), saya berkesempatan membaca surat-surat, notulen rapat-rapat, kawat telegram
serta publikasi media cetak (termasuk iklan) dalam masa perjuangan rakyat Jambi
melalui Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) sejak Keresidenan Jambi bergabung ke
dalam sub Provinsi Sumatera Tengah (1946), lalu bersepakat memisahkan diri,
sehingga berhubungan langsung dengan pemerintah pusat sebagai wilayah tingkat I Provinsi.
Berikut tapak-tapak sejarah sejak gugurnya Sultan Taha Saifuddin
(1904) hingga berdirinya Provinsi Jambi dalam garis waktu:
***
27 April 1904: berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul
gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin di medan perang di Desa Betung Bedarah, Kec.
Tebo Ilir, Kabupaten Tebo. Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah
Kesultanan Jambi, dan Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam
wilayah Nederlandsch Indie. Satu tahun sebelumnya (1903), Pemerintah Hindia
Belanda membentuk Landschap (1) Kerinci yang berada di bawah Keresidenan
Sumatera Barat.(2)
***
2 Juli 1906: Berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda
Nomor 20 tanggal 4 Mei 1906, O.L Helfrich diangkat dan dilantik sebagai Residen
Jambi yang pertama. Pada tahun 1906, Pemerintah Kolonial mendirikan keresidenan
baru bernama Keresidenan Jambi. Kerinci dimasukkan ke dalamnya dengan status
sebagai Afdeeling Kerinci.(3)
***
Pada tahun 1935 Kolonial Belanda kembali merombak status
daerah kekuasaannya di Kerinci dengan menariknya kembali ke Keresidenan
Sumatera Barat. Setelah bergabung ke Sumatera Barat, Kerinci diberi status
daerah administratif setingkat district yang merupakan bagian dari
Onderafdeeling Kerinci-Inderapura dalam lingkungan Afdeeling Zuid Benedenlande.(4)
***
9 Maret 1942: terjadi peralihan kekuasaan kepada
Pemerintahan Jepang setelah sebelumnya Jambi dikuasai Belanda selama ± 36
tahun. Jepang melakukan pendudukan atas daerah Jambi dimulai dari Uluan (bukan
dari pantai Timur Jambi). Bermula dari arah Sarolangun Rawas pada tanggal 24
Februari 1942; terbuka lebar jalan ke daerah Jambi. Berlanjut 25 Februari
Sarolangun berhasil diduduki Jepang, lalu di Bangko pada 26 Februari 1942, dan
berlanjut pendudukan ke Muaro Bungo. Di Muaro Bungo mereka mendapat perlawanan
sengit sehari semalam di Rantau Panjang yang berakhir pendudukan Jepang pada 28
Februari 1942. Berlanjut ke daerah Tebo pada 2 Maret 1942. Pada Tanggal 4 Maret 1942 Kota Jambi mulai
diduduki.(5)
***
10 Maret 1942: Pemerintahan Jepang, dengan tetap memakai
sistem Keresidenan buatan pemerintahan Belanda. Hanya nama-namanya diganti
menggunakan bahasa Jepang. Pada 14 Agustus 1945: Jepang menyerah pada sekutu.
***
17 Agustus 1945: proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sumatera saat Proklamasi menjadi satu Provinsi yaitu
Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya. MR. Teuku Muhammad Hasan
ditunjuk memegang jabatan Gubernur Sumatera.
Periode awal kemerdekaan Republik Indonesia, Kerinci masih
bergabung dengan Sumatera Barat dalam lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan dan
Kerinci (PSK) dengan ibukotanya Sungai Penuh.
***
18 April 1946: Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera
bersidang di Bukittinggi yang memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga
Sub Provinsi, yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan. Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini dengan Undang-undang Nomor
10 tahun 1948 ditetapkan sebagai Provinsi.
Tarik menarik Keresidenan Jambi bergabung ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah berjalan alot. Banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi masuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan di bagian lain ingin tetap dalam Sumatera Tengah, bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. (Pidato Syamsu Bahrun, Wakil Ketua BKRD, pada Kongres Rakyat se-daerah Jambi pada 18 Juni 1955 jelas menguraikan perjalanan panjang perdebatan penuh intrik menyertai masuknya Keresidenan Jambi ke dalam Provinsi Sumatera Tengah).
Pemungutan suara pada Sidang Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera menghasilkan keputusan bahwa Keresidenan Jambi bergabung ke Sumatera Tengah, yang mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi.
***
10 Juli 1948: Melalui Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yang dikeluarkan pemerintah
pusat pada tanggal 10 Juli tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dimana
wilayah Negara Kesatuan Republik ini dibagi menjadi Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II, yang secara mutlak mengatur urusan rumah tangganya sendiri.
Keresidenan Jambi saat itu terdiri dari dua (2) Kabupaten dan satu (1) Kota
Praja Jambi. Dua Kabupaten tersebut adalah KabupatenMerangin yang mencakup
Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari, yang terdiri dari
kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal.
***
10 April 1954: Tuntutan Keresidenan Jambi menjadi daerah
Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda
Merangin Batanghari (HP-MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA), yang
diserahkan langsung Kepada Bung Hatta, Wakil Presiden RI, saat dirinya
berkunjung ke Bangko. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000
jiwa (tidak termasuk Kerinci).
***
28 Maret 1954: Perjuangan masyarakat Kerinci dalam
mewujudkan terbentuknya daerah otonom yang luas diawali dengan penyampaian
resolusi oleh Persatuan Rakyat Kerinci Hilir sebagai hasil dari rapat yang
diadakan pada tanggal 28 Maret 1954. Perjuangan menjadi daerah otonom sempat
melemah pada tahun 1955 disebabkan konsentrasi masyarakat telah beralih pada
kegiatan pemilihan umum. Setelah pemilu selesai diadakan, gema tuntutan
pembentukan kabupaten kembali bergaung di Kerinci. (6)
***
30 April – 3 Mei 1954: Kesungguhan menjadi daerah Tingkat I
Provinsi disuarakan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi dengan
mengutus tiga orang delegasi yaitu Raden Abdullah, A.T Hanafiah dan H. Said
serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Parlemen
(DPR-RI) dan Menteri Dalam Negeri Prof. DR. Mr Hazairin di Jakarta.
***
22 Agustus 1954: muncul dukungan dan kebulatan tekad baik
oleh gabungan Partai Politik nasional cabang Jambi, Dewan Pemerintahan Marga
(DPM), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin dan Batanghari, kelompok pemuda,
alim-ulama, tokoh masyarakat, dan sebagainya. (Diakui Usman Memang dokumen
dukungan belum ditemukan).
***
16, 17, 18 Januari 1955: bertempat di gedung Bioskop Murni
di Jambi, Pasirah-pasirah Kepala Marga dan DPM-DPM sedaerah Kresiden Jambi
mengadakan konferensi yang menghasilkan salah satu keputusan mendesak
pada pemerintah supaya memenuhi tuntutan rakyat yaitu “Mengeluarkan Daerah
Jambi dari Provinsi Sumatera Tengah dan memberikan otonomi tersendiri yang
setingkat dengan provinsi”. Bila tuntutan tersebut tidak mendapat penyelesaian
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, maka masyarakat Jambi tidak menjamin
timbulnya hal-hal yang tak diinginkan. Begitu juga Rakyat Jambi tidak bertanggung jawab
pada hal-hal yang mungkin timbul dalam roda pemerintahan yang ditugaskan
pemerintah Sumatera Tengah.
***
Februari 1955: Front Pemuda Jambi (Fropeja) melangsungkan
Kongres di Sarolangun bertempat di Gedung Bioskop Melati. Kongres ini bertujuan
untuk mengkaji ulang sekaligus mengevaluasi keputusan Kongres Pemuda daerah
Jambi yang berlangsung dari tanggal 30 April 3 Mei 1954 di Jambi, dan di
samping itu juga memprioritaskan urusan intern Fropedja. Salah satunya
membentuk kepengurusan yang baru.
***
13 Maret 1955: DPRDS (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Sementara) Kabupaten Merangin dalam sidang plenonya menuntut daerah Keresidenan
Jambi dijadikan daerah otonom tingkat I (Provinsi). Bupati Kabupaten Merangin
pada waktu itu adalah A. Dadjis Bebastani yang berasal dari Sumatera Barat.
***
2 April 1955 DPRDS
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara) Kabupaten Batanghari
mengadakan sidang pleno dan mengambil keputusan yang sama seperti DPRDS Kab.
Merangin. Bupati Kabupaten Batanghari pada waktu itu adalah Maddo Langeng
(berasal dari Sulawesi).
***
16,17, dan 18 April 1955 di Muaro Tembo bertempat di Aula
Markas Kompi Muaro Tebo diadakan rapat rakssa yang sekaligus sebagai Voor
Congres Rakyat Daerah Jambi. Rapat raksasa ini dihadiri oleh utusan dari
tiap-tiap Marga (sebanyak 41 Marga) yang berada dalam kabupaten Merangin.
Selain itu hadir juga masing-masing utusan dari Front Pemuda Jambi, Dewan
Permusyawaratan Pemuda Daerah Jambi, Himpunan Pemuda Merangin Batanghari,
Persatuan Pamong Desa (Pasirah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara
Batanghari/Merangin, Dewan Perkilan Marga-Marga, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Tuo
Tengganai, Golongan dan Perorangan. Keputusan kongres ini sejalan dengan
keputusan Kongres Pemuda se-Daerah Jambi yang menuntut pemerintah pusat segera
merealisasikan kehendak rakyat Daerah Jambi menjadi Provinsi.
***
14 - 18 Juni 1955: berlangsung Kongres Rakyat se-Daerah
Jambi bertempat di gedung Bioskop Murni. Kongres ini dihadiri oleh Gubernur
Sumatera Tengah Bapak Ruslan Mulyoharjo dan Bapak Mr. Nasrun dari KUDO
(Komisaris Umum Daerah Otonom) Kementerian Dalam Negeri. Pada malam 15 Juni 1955
Kongres Rakyat Jambi yang bertempat di gedung Bioskop Capitol (kini Bisokop
Duta) dibuka dengan suatu resepsi (sidang-sidang selanjutnya bertempat di
gedung Bioskop Murni). Dalam Kesempatan ini, Bapak Syamsu Bahrun, wakil ketua
BKRD, menyampaikan pidato penjelasannya mengenai tuntutan rakyat Jambi. Jumlah
seluruh utusan yang menghadiri Kongres Rakyat Jambi ini berjumlah 326 orang dan
hampir 100 orang hadir sebagai peninjau. Keputusan besar Kongres Rakyat Jambi
ini adalah mendesak kepada pemerintah pusat agar daerah Keresidenan Jambi
diberikan otonomi setingkat provinsi. Kongres ini juga memutuskan membentuk
wadah perjuangan rakyat Jambi yang tetap dan berkedudukan di Jambi dengan nama
Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) sekaligus menetapkan Anggaran dasarnya. BKRD ini bekerja untuk memperjuangkan Jambi
menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi secara sistematis dan
terorganisir.
***
14-15 Juli 1955: BKRD kembali bersidang menetapkan delegasi
yang akan berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan keputusan Kongres Rakyat
Jambi kepada pemerintah pusat. Sidang tersebut memutuskan memilih tiga (3)
orang delegasi yaitu H. Hanafie selaku Ketua BKRD; Ibrahim sebagai Sekretaris BKRD; dan
Raden Suhur menjadi Bendahara BKRD.
***
23 Agustus 1955: Tiga (3) orang delasi baru bisa berangkat
ke Jakarta dengan biaya yang sangat minim sebesar Rp5000,- dan biaya itu pun
belum tahu sumbernya dari mana karena kas BKRD dalam keadaan kosong (dalam
tulisan Usman Meng). Delegasi menemui seksi G (Seki Dalam Negeri) Parlemen yang
terdiri dari Maridi Danukusomo, Abdurrahman Baswedan (Pernah menjadi Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir); dan Ardi Winangun pada tanggal 25 Agustus 1955.
Pada hari itu juga Delegasi pergi ke Kementerian Dalam Negeri menemui
Bapak Sutarjo selaku Ketua KUDO (Komisaris Urusan Otonomi Daerah) yang
kebetulan pada hari itu mengadakan sidang. Delegasi langsung menjelaskan maksud
kedatangan mereka ke Jakarta, yaitu menyampaikan aspirasi rakyat Jambi yang
menginginkan daerah Jambi menjadi Provinsi. Bapak Sutarjo menyatakan bahwa
tuntutan rakyat Jambi sebagaimana yang telah dibawa oleh Mr. M. Nasrun sewaktu
beliau menghadiri Kongres Juli 1995 telah disetujui oleh KUDO dan telah diserahkan
ke Parlemen, dan hanya menunggu keputusan saja.
***
26 Agutus 1955: bertempat di rumah Abunjani, delegasi
mengadakan pertemuan dengan para pemuda Jambi yang tergabung dalam Himpunan
Pemuda Merbahari (HP Merangin-Batanghari) dan delegasi memberi penjelasan
kepada mereka tentag aspirasi rakyat Jambi yang telah diputuskan melalui
Kongres Rayat Jambi pada tanggal 15,16, dan 17 Juni 1995. Dalam pada itu,
delegasi juga menerima masukan-masukan dari pemuda-pemuda yang tergabung dalam
HP Merbahari.
***
27 Agustus 1955: Delegasi menghadap Menteri Dalam Negeri
yang saat itu dijabat oleh Mr. Sunaryo pada kabinet B.H. (Burhanuddin Harahap)
dan menjelaskan sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Sutarjo.
***
28 Agustus 1955 delegasi BKRD menemui pimpinan partai. Hanafie
menemui Partai Masyumi, Ibrahim menemui pimpinanPNI dan Raden
Suhur menemui pimpinan PSI. Kunjungan delegasi tersebut menjelaskan aspirasi rakyat
Jambi menjadi daerah otonomi tingkat I (Provinsi) sekaligus upaya delegasi
menemui beberapa pihak di Jakarta.
***
28 dan 29 Mei 1956: BKRD melaksanakan sidang pleno yang kedua bertempat di Kuala Tungkal. Sidang Pleno ini kembali mendapat
dukungan penuh dari Kewedanan Tungkal agar Jambi menjadi daerah otonomi tingkat
1 (Provinsi).
Sidang Pleno di Kuala Tungkal ini diperoleh suatu keputusan
bahwa tiap-tiap marga akan memberi bantuan keuangan berupa iuran setiap bulan
untuk BKRD.
***
24-25 November 1956: BKRD kembali mengadakan sidang pleno di
Muaro Bungo. Keputusan sidang pleno BKRD adalah:
Pertama: mengutus kembali delegasi menemui pemerintah pusat sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri dari Residen Jambi Gelar Datuk Bagindo, Hanafie selaku ketua BKRD; Yusuf Nasri dari BKRD; 1 orang dari Persatuan Pamong Desa Kabupaten Meangin; 1 orang dari Persatuan Pamong Desa Kabupaten Batanghari; 1 orang dari DPD Kabupaten Batanghari; dan 1 orang dari Kabupaten Merangin;
Kedua: memajukan tuntutan dengan resolusi dengan berdasarkan bahwa pemerintah akan menyerahkan Undang-undang pembentukan Provinsi Jambi, Riau, dan Sumatera Barat yang akan dibicarakan pada Sidang Parlemen yang pertama tahun 1957. Apabila soal tersebut belum juga mendapatkan penjelasan sebagaimana yang dicita-citakan oleh BKRD, maka BKRD akan mengadakan Kongres Rakayat Jambi II untuk menentukan sikap selanjutnya.
Ketiga: penambahan seksi dalam struktur kepanitiaan persiapan Provinsi Jambi dalam BKRD.
Keempat: mengadakan Pekan Perjuangan tuntutan provinsi Jambi di marga-marga dalam daerah Jambi dengan mengambil resolusi dan pernyataan yang pada intinya mendesak supaya tuntutan status daerah Jambi diselesaikan dengan selekas mungkin;
Kelima: membentuk cabang-cabang BKRD dengan segera mungkin;
Keenam: mengharapkan pada partai politik yang ada dalam daerah ini supaya mendesak pusatnya masing-masing maupun di provinsi agar menyokong tuntutan rakyat Jambi;
Ketujuh: mengharapkan pada Dewan-Dewan Perwakilan Marga dalam Keresidenan Jambi, DPRD Kabupaten Batanghari dan Merangin supaya memberikan sokongan dengan mengeluarkan resolusi dan pernyataan-pernyataan;
Kedelapan: Sekretaris supaya mengusulkan dokumen-dokumen mengenai perjuangan status daerah Jambi dan dicetak;
Kesembilan: keuangan otonomi Kabupaten Batanghari, Merangin dan Kota Jambi sebahagian disumbangkan pada BKRD untuk biaya perjauangan menuntut status daerah Jambi;
Kesepuluh: memperkuat putusan Pleno II di Kuala Tungkal mengenai bantuan uang dari tiap-tiap Marga;
Kesebelas: menyarankan kepada Alim Ulama dan Rakyat di samping perjuangan zahir, mengadakan juga sembahyang hajat di tiap-tiap kampung.
***
5 Desember 1956: BKRD mengirimkan hasil putusan sidang Pleno
II kepada
seluruh asisten Wedana Kecamatan di daerah Jambi, Pasirah-pasirah Kepala Marga di daerah Jambi, dan Seluruh anggota Pleno BKRD
dengan surat B.K.R.D. No. 74/BKRD/56.
***
19 Desember 1956: Dewan Banteng, Sumatera Tengah, mengirim
surat kepada BKRD di Jambi untuk melakukan kerjasama antara kedua
belah pihak. Isi surat tersebut berupa usulan Dewan Banteng agar delegasi BKRD
mengundurkan jadwal keberangkatan ke Jakarta, sesuai dengan perjuangan putusan
reuni ex devisi Banteng pada tanggal 24 November 1956. Adapun putusan reuni ex
devisi Banteng Sumatera Tengah dengan sendirinya termasuk tuntutan delegasi
BKRD yang mewakili aspirasi rakyat Jambi.
***
20 Desember 1956: terjadi pergeseran pemerintah di daerah
Sumatra Tengah. Dewan Banteng mengambil alih pemerintah dari Gubernur Ruslan
Mulyoharjo ke tangan overste Ahmad Husein yang diangkat oleh Dewan Banteng
sebagai Ketua Daerah Sumatera Tengah dan Mayor Sofyan Ibrahim sebagai kepala
staf sipil yang berkedudukan di Bukittinggi. Juga dilakukan serah terima
Pejabat Kepala Polisi Sumatra Tengah dari Komisaris Polisi R.M. Suwarno
Tjokroningrat kepada Komisaris Polisi St. Suis. Upacara serah terima jabatan
berlangsung pukul 19.45 WIB yang dihadiri oleh anggota DPDS Sumatera Tengah dan
orang-orang terkemuka.
***
26 Desember 1956: utusan BKRD yang diketuai Residen Jambi,
Djamin Gelar Datuk Bagindo, datang menemui ketua Daerah, Ahmad Husein, untuk
merundingkan soal-soal pemerintahan di Jambi dan menyampaikan aspirasi rakyat
Jambi supaya menjadi daerah otonomi tingkat I (Provinsi).
***
31 Desember 1956: Panglima Tentara Territorium (TT)
Sriwjaya, selaku penguasa Milter Sumatera Selatan dan Jambi mengeluarkan
Maklumat No.PM-001/12/1956, bahwa daerah Sumatera Selatan (Keresidenan
Palembang, Bengkulu dan Lampung serta Jambi) berada dalam keadaan darurat
perang (staat van oorlog en van beleg) sesuai dengan keputusan presiden RI
tanggal 29 Desember 1956 No 201.
***
3-5 Januari 1957: Kongres Pemuda se-daerah Jambi kembali
mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi
selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 . Kongres ini kembali dihadiri oleh
utusan-utusan dari tiap-tiap Kewedanan Daerah Jambi, organisasi pemuda,
organisasi bekas pejuang dan Kampung-kampung dalam Kota Besar Jambi.
***
6 Januari 1957: sidang Pleno BKRD pukul 02.00 WIB dengan resmi menetapkan Keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah.
8 Januari 1957: beberapa orang pemuda yang dipmpin oleh R.
Marjoyo mendirikan sutau badan perjuangan yang bernama Gerakan Pembela Provinsi
Djambi (GPPD). Badan ini mempersiapkan diri untuk mengantisipasi setiap usaha
dari golongan tertentu yang akan merongrong proklamasi tersebut, maka GPPD
membuat serta menandatangani ikrar bersama yang dikenal dengan prinsip “Timbul
sama terapung dan tenggelam sama terbenam” berkaitan konsistensi arah
perjuangan menuju Jambi sebagai provinsi.
***
9 Januari 1957: Dewan Banteng, Letkol Ahmad Husein, selaku
penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih
pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada
tanggal 9 Januari 1957 dalam pidatonya melalui radio RRI Padang menyetujui
keputusan BKRD. BKRD diminta agar dalam waktu sesingkat-singkatnya melaksanakan
terbentuknya otonomi tingkat I bagi Jambi. Kepada seluruh rakyat Jambi
dianjurkan agar memberikan bantuan sepenuhnya dalam pelaksanaan instruksi ini serta
tetap memelihara suasana aman dan tenteram seperti sediakala. Instruksi serupa
juga disampaikan oleh Letkol Ahmad Husein kepada Riau, yang sama-sama berjuang
menjadi daerah otonomi tingkat I.
***
9 Januari 1957: BKRD mengirimkan delegasi kepada pemerintah
pusat dan kepada Panglima T.T II Siriwijaya berkenaan dengan keputusan BKRD
tanggal 6 Januari 1957. Anggota delegasi yang ditunjuk ke Palembang untuk
bertemu dengan Panglima T.T. II Sriwijaya Overste Letnan Kolonel Barlian,
terdiri dari: Djamin Gelar Datuk Bagindo, Hadji Hanfie, Yusuf Nasri, dan A.
Hady.
Sementara anggota delegasi BKRD yang berangkat ke Jakarta
terdiri dari: Kemas A. Gafar Dung; A Majid Batu; H.M. Kasim Agus; Hasan Jaapar;
Basyaruddin; Abdullah Umar; dan A. Sitomorang.
***
10 Januari 1957: Panglima T.T. II Sriwijaya mengirimkan
surat kepada BKRD berisikan agar BKRD memperhatikan sepenuhnya maklumat No.
PM-002.1957, tertanggal 4 Januari 1957 dan melaksanakan poin 4 sub b. Lalu
meminta delegasi BKRD segera kembali ke Jambi agar direalisasi oleh BKRD dan
Badan Kongres Pemuda Jambi.
***
10 Januari 1957: Keberangkatan delegasi BKRD ke Jakarta
didukung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Sekretaris Comite PKI Batanghari
mengirimkan telegram kepada pemerintah pusat yaitu Menteri Dalam Negeri RI,
Ketua Parlemen RI, Presiden RI, di Jakarta sebagai berikut: Secom PKI
Batanghari atas nama anggotanya dan pemilih PKI mendukung dan berdiri di
belakang BKRD yang diketuai Residen ke Jakarta dan menuntut pendirian daerah
otonom tingkat I, Provinsi Jambi.
***
10 Januari 1957: RRI Jakarta menyiarkan pengumuman kabinet
bahwa sidang kabinet tadi malam menyetujui daerah Riau dan Jambi menjadi daerah
otonom tingkat I (Provinsi), pembentukannya melalui Undang-undang Biasa.
Pada tanggal yang sama, partai-partai politik di Kerinci yaitu PNI, Partai masyumi, dan partai NU serta PKI mengirimkan telegram kepada Menteri Dalam Negeri RI dan Seksi G Parlemen RI di Jakarta, berisikan tuntutan direalisasikannya otonom Kerinci tingkat II dan digabungkan dalam provinsi Jambi. PNI ditandatangani oleh Dr. Selawat; PKI oleh M. Jahu; Masyumi oleh H. Mujahid; NU oleh A. Chatib; PERTI oleh H. Usman Djamal; dan PSI oleh H. Usman.
***
12 Januari 1957: BKRD dengan perantara wakil ketuanya
saudara Syamsu Bahrun menyampaikan pidato radio di corong radio Jambi yang
menjelaskan sekitar otonomi daerah Jambi yang diproklamirkan pada 6 Januari
1957.
***
Harapan yang diberikan Dewan Banteng kepada Kerinci untuk
pembentukan daerah otonomi tidak kunjung dilaksanakan. Maka dari itu, sejalan
dengan rencana pembentukan Provinsi Jambi, Kerinci menyatakan diri ingin
bergabung dengan Jambi. Keputusan Kerinci bergabung dengan Jambi tidak terlepas
dari sejarah Kerinci yang pernah menjadi bagian Keresidenan Jambi bentukan
Pemerintah Kolonial Belanda. Kerinci bersama Afdeeling Djambische Bovenlanden
dan Djambische Benedenlanden turut digabungkan ke dalamnya.(7)
Puncaknya, 12 Januari 1957, Kongres Rakyat Kerinci yang tediri dari partai-partai politik yang ada di daerah itu menyerukan/mengeluarkan pernyataan menuntut agar daerah Kerinci menjadi daerah otonom tingkat II (Kabupaten) yang sekaligus bergabung dengan Provinsi Jambi dengan memerhatikan hubungan kebudayaan, ekonomi dan politik.
***
21
Januari 1957: melalui Hadji Samin Ali, sekretaris Persatuan Keluarga Kerinci
Daerah Jambi, menyurati ketua BKRD yang berisikan pernyataan panitia Kongres
Rakyat Kerinci menuntut kehendak rakyat Kerinci untuk berotonomi tingkat II dan
langsung bergabung dengan daerah otonomi Provinsi Jambi.(8)
***
14 Januari 1957: Baperki cabang Jambi mengeluarkan pernyataan
(ditandatangani oleh Ketua Tan Joe Kim dan sekretaris Whie Tiong Koan) dukungan
terhadap kebijakan yang dibuat BKRD pada tanggal 6 Januari 1957 yaitu
Keresidenan Jambi menjadi daerah otonom tingkat I atau provinsi dan berdiri di
belakang delegasi yang diutus BKRD untuk menemui pemerintah pusat dengan
harapan delegasi berhasil meyakinkan pemerntah pusat merealisasi Jambi sebagai
daerah otonom tingkat I yang telah diperjuangkann dari tahun 1946 .
***
18 Januari 1957: Sidang Pleno BKRD yang dihadiri oleh wakil
BKPD, menerima anjuran Panglima T.T. II Sriwijaya untuk mengadakan perundingan
Segitiga antara BKRD, Dewan Banteng dan Panglima T.T. II Sriwijaya.
***
19 Januari 1957 BKRD
mengumumkan nama-nama yang berangkat menghadiri rapat Segitiga di Palembang yang terdiri dari: H. Hanafie (Ketua BKRD), Mad Han dan Yusuf Nasri (Anggota
BKRD), M. Salim (Tokoh masyarakat), dan A. Hadi (Ketua BKPD) serta penasehat
Djamin Datuk Bagindo (Residen Jambi) dan M.O. Bafadhol (Anggota Parlemen RI).
***
21 Januari 1957: berlangsung rapat Segitiga yang dipimpin
langusung oleh Panglima T.T II Sriwijaya, Letnan Kolonel Barlian. Adanya
persetujuan bersama dalam rapat Segitga, yang diikuti oleh Sofjan Ibrahim
(delegasi Dewan Banteng), Hadji Hanafie (Delegasi BKRD Djambi), dan Letkol
Barlian (Penguasa Militer TT II Sriwijaya),
yang berlangsung di Palembang menghasilkan beberapa butir kesepakatan,
yakni:
Pertama: Dewan Banteng atas usulan BKRD Djambi menetapkan seorang acting Gubenur/Kepala Daerah Provinsi Djambi.
Kedua: Dewan Banteng
mengesahkan staf daripada acting gubernur/kepala daerah Daerah yang diusulkan
oleh Gubernur/Kepala Daerah Provinsi Jambi bersama ketua BKRD Djambi.
Ketiga:
Pelaksanaan point 1-2 dilakukan pada tanggal 1 Februari 1957.
Keempat:
Realisasi otonomi selanjutnya, termasuk soal-soal keuangan dan pembangunan,
dilakukan secara berangsur-angsur dengan menempuh jalan perundingan antara BKRD
Djambi dan Dewan Banteng.
***
22 Januari 1957: pemerintah pusat berkeinginan memindahkan
Residen Jambi, Djamin Gelar Datuk Bagindo, dan Bupati Merangin, H.A. Manaf
(salah seorang anggota Dewan Banteng) ke luar daerah Jambi. Keinginan tersebut
menimbulkan reaksi dari kalangan masyarakat Jambi. Bermunculan
resolusi/pernyataan penolakan. Berita pemindahan kedua tokoh Jambi tersebut
dimuat di berita ‘Haluan’ pada tanggal 22 Januari 1957.
***
23 Januari 1957: Organisasi Pejuang Islam Bekas Bersenjata
cabang Muaro Bungo, pimpinan A. Samad Y dan skretaris A. Rahman, melalui
pernyataannya menolak kepindahan pejabat-pejabat (Djamin Gelar Datuk Bagindo
dan H.A. Manaf) pada saat sekarang dan mendesak kepada menteri dalam negeri
untuk membatalkan kepindahan tersebut.
***
27 Januari 1957: Radiogram Dewan Banteng berbunyi: tidak
mengakui pemindahan Djamin Gekar Datuk Bagindo, H. A. Manaf dan lain-lain oleh
pemerintah pusat. Dalam pada itu, Dewan Banteng meminta ke BKRD segeralah ke
Padang membawa usulan penetapan acting Gubernur dan staf supaya pelantikan
lekas dapat dilangsungkan di Jambi.
***
1 Februari 1957: Rapat gabungan Kepala-kepala Adat, syaraq,
DPR, partai politik, Pejuang dan Organisasi Massa di dalam Marga VII Koto,
bertempat di ruangan sekolah Rakyat Sungai Abang. Rapat gabungan ini memutuskan
tidak menyetujui tindakan pemerintah pusat bila memindahkankan Djamin Gelar
Datuk Bagindo Residen Jambi ke luar daerah Jambi. Resolusi ini disampaikan ke
Presiden RI, Perdana Menteri RI, Menteri Dalam Negeri RI, Seksi G Dalam Negeri
Parlemen RI, Panglima T.T II Sriwijaya, Ketua Dewan banteng, BKRD di Jambi, RRI
di Jakarta, RRI di Padang, RRI di Bukit Tinggi, RRI di Palembang dan kalangan
pers.
***
8 Februari 1957: Keinginan pemerintah pusat memindahkan
Residen Jambi, Djamin Gelar Datuk Bagindo dan Bupati Merangin H.A. Manaf (salah
seorang anggota Dewan Banteng) keluar daerah Jambi tidak berhasil.
8 Februari 1957: berlangsung peresmian peresmian Provinsi Jambi di dua tempat yaitu di kediaman Residen Jambi (sekarang Rumah Dinas Gubernur Jambi) dan di gedung Nasional Jambi (Sekarang BKOW). Pukul 06.00 pagi sirine, auling kapal, beduk-beduk dan lonceng-lonceng gereja dibunyikan selama 3 menit. Semua kantor pemerintah, rumah-rumah, toko-toko serta gedung-gedung pemerintah maupun swasta wajib menaikkan bendera merah putih selama 12 jam sampai pukul 18.00 WIB.
Pada pukul 08.30, serentak seluruh lapisan masyarakat Jambi,
anak-anak sekolah dan pandu-pandu (pramuka), sudah berkumpul di depan rumah
kediaman Residen Jambi untuk bersama-sama mengikuti upacara peresmian Provinsi
Jambi.
Acara upacara peresmian tersebut diawali pembukaan oleh Ketua Seksi Upacara saudara K.A. Gaffar Dung, kemudian dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta penaikan bendera Merah Putih. Lalu dilanjutkan dengan mengheningkan cipta dan tafakur serta memanjatkan doa dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya. Berlanjut kemudian uraian perjuangan Rakyat Jambi sehingga berhasil menjadi daerah otonom tingkat I (Provinsi) oleh Ketua BKRD, Hadji Hanafie. Setelah pidato Ketua BKRD, dilanjutkan acara inti yaitu peresmian Provinsi Jambi yang langsung disampaikan oleh Ketua Dewan Banteng Sumatera Tengah, Letkol Ahmad Husein.
8 Februari 1957: Ketua Dewan Banteng, Letkol Ahmad Husein, melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff 11 orang, yaitu Nuhan, Raden Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad, Raden Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd. Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L Kpts-57 di rumah Residen Jambi (sekarang Rumah Dinas Gubernur Jambi).
Usai pelantikan itu, secara bergiliran sambutan oleh Panglima T.T II Sriwijaya (Letkol Barlian), Ketua Dewan Banteng (Ahmad Husein), Wakil Ketua BKRD (Syamsu Bahrun), dan Wakil Ketua Badang Kongres Pemuda se-Daerah Jambi (Tidak ada nama dalam teks pidatonya), dan diakhiri sambutan Acting Gubernur Jambi, Djamin Gelar Datuk Bagindo.
***
12 Maret 1957: Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) secara
resmi membalas surat panitia Kongres Rakyat Kerinci, tertanggal 12 Januari
1957, berisikan ungkapan terima kasih atas dukungan persatuan Keluarga Kerinci
Daerah Jambi agar Jambi menjadi daerah tingkat I Provinsi sekaligus BKRD
bersama-sama berusaha agar kehendak Kerinci menjadi daerah otonom tingkat II
dan bergabung dalam provinsi Jambi menjadi kenyataan. (9)
Catatan:
- Landschap adalah suatu wilayah administratif (setingkat distrik) pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, yang biasanya diperintah oleh seorang penguasa lokal pribumi setempat yang mau diajak bekerjasama dengan kolonial.
- Dari segi historis, Kerinci telah mengalami banyak pergantian status kekuasaan, dimulai dari sebelum pemerintah Kolonial Belanda sampai terbentuknya Kerinci sebagai daerah otonom tingkat II. Lebih lanjut baca Idris Djakfar Depati Agung, Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci, (Sungai Penuh : Pemerintah Kabupaten Kerinci, 2001).
- Afdeeling Kerinci adalah Kabupaten Kerinci, Afdeeling Djambische Bovenlanden adalah Kabupaten Merangin, dan Afdeeling Djambische Benedenlanden adalahKabupaten Batanghari.
- Gusti Asnan, Memikir Ulang Regionalisme : Sumatera Barat Tahun 1950-an, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007). hal. 237.
- Lukman Rachman, Zaituti Hafar, dkk, “Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1983/1984. Hal. 72-73.
- Idris Djakfar Depati Agung, Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci, (Sungai Penuh : Pemerintah Kabupaten Kerinci, 2001), hal. 18.
- Pernyataan Panitia Kongres Rakyat Kerinci dalam nomor surat 27/12/PKK./57. Surat itu ditandatangani oleh Haji Samin Ali, selaku sekretaris Persatuan Keluarga Kerinci Daerah Jambi.
- Surat BKRD kepada Pengurus Persatuan Keluarga Kerinci, 12 Maret 1957 dengan nomor surat 25/BKRD/57.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1958 tentang Penetapan "Undang-undang Darurat No. 21 Tahun 1957 tentang Pengubahan Undang-undang No. 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II dalam Lingkungan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Tengah. Pasal 1 poin c.
- Penulis menyadari masih banyak celah kosong dalam pemuatan tapak-tapak di atas. Karena itu penulis membuka diri terhadap tambahan data maupun koreksi. Catatan di atas dimuat bersambung hingga terbentuknya Provinsi Jambi dimulai secara defacto pada 6 Januari 1957 hingga de jure 9 Agustus 1957 melalui Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan demikian, Daerah Keresidenan Jambi secara de facto maupun de jure menjadi Provinsi merujuk terbitnya Undang-undang darurat Nomor 19 Tahun 1957 telah menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 1958. Selanjutnya, dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 huruf b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi sertaKecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir. Tulisan ini terbit pertama kali di portal kajanglako.com.
0 Komentar