Amien Rais. Sumber: CNN Indonesia. |
Oleh: Jumardi Putra
Jauh sebelum pemilu digelar, Amien Rais tak
henti-henti melontarkan kritik terhadap kinerja pemerintahan SBY-JK, utamanya kenaikan harga BBM dan rencana penjualan aset strategis nasional. Belum
lagi soal kemiskinan, pengangguran, dan lapangan kerja kian menyempit.
Namun, setelah melihat peluang SBY bakal menang
pada pemilu ini (red-2009), tanpa tedeng aling-aling, Amien Rais menganjurkan
Partai Amanat Nasional (PAN) merapat ke Demokrat, partainya SBY. “Berkoalisi
dengan the losing side, bukan the winning side, itu sebuah kemubaziran,”
ungkapnya di depan para wartawan.
Sebagai sikap politik partai hal itu dianggap
biasa, tetapi ketika sikap tersebut datang dari tokoh politik dan
intelektual seperti Amien Rais, sudah barang tentu mengundang tanda tanya.
Hampir secara keseluruhan para pengamat menilai
sikap Amien Rais dalam dua sisi. Pertama, idealisme Amien di ambang keruntuhan.
Kedua, meminjam istilah Musya Asy’ari, guru besar filsafat UIN Yogyakarta,
tradisi ‘lanjutkan’ sebagai bagian dari paradigma militer telah merasuk
pemikiran politik Amien. Singkatnya, kondisi yang dianggap nyaman saat ini
adalah sebuah kekeliruan manakala rakyat memberi kesempatan pada calon pemimpin
alternatif selain SBY.
Buktinya, merujuk pada Undang-undang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintahan SBY-JK, tercantum target
pertumbuhan ekonomi rerata selama kurun waktu 2005-2009 adalah 6,6 persen,
tetapi pertumbuhan rerata selama 2005-2008 saja hanya 5,9 persen.
Selain itu, target penurunan angka pengangguran pada
tahun 2008 adalah sebesar 6,6 persen, tapi nyatanya masih sebesar 8,4 persen. Sedangkan penduduk miskin
ditargetkan turun menjadi 8,2 persen pada tahun 2009, tapi realisasinya 2008 (angka
2009 belum tersedia) adalah 15,4 persen (kompas, 27/4).
Kembali pada persoalan di atas, melihat sikap
politik Amin (termasuk para elit lainnya) yang sering terjebak pada kepentingan
sesaat, perlu kiranya kita mengingatkan mereka agar kembali pada cita-cita awal terbentuknya republik Indonesia 17 Agustus 1945 yakni membawa rakyat Indonesia ke pintu
gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya.
Dengan demikian, sebelum menyelamatkan Indonesia,
karena harus menyatukan kesepahaman di antara ratusan juta warga negara, adalah
lebih mendesak menyelamatkan Amien Rais beserta para elit lainnya terlebih
dahulu. Bukan begitu?
*Ditulis tahun 2009.
0 Komentar