Oleh: Jumardi Putra*
Selasa, 28 Juli 2020, pukul 15.15 WIB, tokoh pers Jambi,
A.K. Mahmud, mengunjungi kediaman Asrie Rasyid, Kepala Kantor Wilayah
(Kakanwil) Penerangan Jambi periode 1984-1988. Kunjungan A.K. Mahmud kali ini
boleh dikata spesial lantaran lebih dari 20 tahun dirinya tidak bersua pak
Asrie Rasyid. “Nostalgia lah,” imbuhnya.
Selain A.K. Mahmud, turut hadir dalam kesempatan tersebut
fotografer sekaligus seniman Sakti Alam Watir, dan saya sendiri. Pertemuan
tokoh pers ini membicarakan dinamika pers Jambi paroh 1950-an hingga 1980-an.
Sebelum purna tugas sebagai Kakanwil Penerangan Provinsi
Jambi tahun 1988, Asrie Rasyid ditugaskan sebagai Kakanwil Penerangan Riau
periode 1980-1984, dan sejak 1963 hingga 1980 menjadi Kepala Bidang Pers di
Jambi (masa itu Kota Jambi bagian dari kabupaten Batanghari). Bahkan sebelum menjabat di dua lembaga tersebut, Asrie Rasyid
terlebih dahulu melakoni profesi sebagai koresponden Pers Biro Indonesia Aneta
(PIA) pimpinan Djamaludin Adinegoro tahun 1950-an dan wartawan Koran Haluan
pimpinan Darwis Abbas tahun 1951.
“Sebenarnya kewartawanan saya terasah ketika saya bergabung
di bagian penerangan Militer di Tungkal tahun 1946an,” cetusnya.
Jauh sebelum memiliki koran lokal, lanjut Asrie, masyarakat di
provinsi Jambi membaca berita dari Koran-koran yang datang dari luar daerah,
seperti Waspada (Medan), Haluan (Padang), Batanghari Sembilan dan Suara Rakyat
Sumatera (kedunya di Palembang), serta Star Weekly, Keng Po dan Pedoman dari
Ibukota Jakarta.
“Saya melihat, mengamati dan bersinggungan langsung dengan
wartawan di Jambi paroh 50an sampai saya pensiun di tahun 1988, salah duanya
saya bertemu Pak A.K. Mahmud ini dan almarhum Syamsul Watir. Tentu masih banyak
tokoh pers Jambi lainnya, dan mereka adalah orang-orang berdedikasi di dunia
pers Jambi,” ungkap pria kelahiran 28 April 1928 ini.
A.K. Mahmud menceritakan periode paroh 1950 hingga 1970an
Jambi belum memiliki percetakan, sehingga Koran-koran di masa itu masih berbentuk
stensilan dan dicetak di luar daerah. Menurut pria berusia 81 tahun ini
kehadiran koran lokal di Jambi sejak tahun 1956 ditandai kehadiran koran Harian
Peristiwa pimpinan Aminullah Alamsyah (1956-1957), Harian Berita/Mingguan
Berita pimpinan Zen Alamsyah (1958/1959), Warta Indonesia pimpinan Rosmani Rauf
dan Warta Massa pimpinan Marpaung (keduanya 1963), Ampera pimpinan A.K. Mahmud
(1966), dan Independent pimpinan Syamsul Watir (1973).
“Selain menjadi wartawan LKBN Antara, saya juga aktif sebagai pemimpin Redaksi Duta Mayarakat pimpinan Mahbub Djunaidi. Di samping itu saya juga ikut mendirikan Koran Ampera tahun 1966. Banyak cerita menyertai tumbuh-tumbangnya Koran-koran di Jambi masa itu,” kenang pria kelahiran 4 Mei 1939 ini.
Menurut kedua tokoh pers ini menjadi wartawan di masa
perintisan bukan untuk mencari keuntungan. Karena menghidupi Koran di masa itu
justru menggunakan uang dari kantong sendiri. Maka tidak sedikit wartawan di
masa itu bekerja merangkap di koran-koran nasional agar bisa menghidupi
keluarga, untuk menyebut contoh seperti almarhum Syamsul Watir menjadi
wartawan di Koran Nasional Indonesia (KNI) dan A.K. Mahmud bekerja di LKBN
ANTARA, Duta Masyarakat dan sempat di Sinar Harapan.
Sakti Alam Watir di akhir pertemuan mengatakan kunjungan ke
kediaman tokoh pers Jambi ini merupakan bagian dari upaya dirinya mengumpulkan
informasi sejarah pers di Jambi sekaligus menyongsong pameran kenangan 30 tahun
wafatnya H. Syamsul Watir, pendiri Harian Jambi Independent.
0 Komentar