ilustrasi. anak-anak berangkat ngaji |
Oleh: Jumardi Putra*
***
Empat
belas abad sebelum ini, baginda Nabi
Muhammad SAW, Nabiyyu ar Rahmah aw al Marhamah, meninggalkan umat
yang amat dicintainya.
Segera
muncul pertanyaan, apa makna peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad bagi umat
Islam dan dunia sekarang? Rentang waktu yang demikian jauh itu jelas bukan
perkara mudah untuk menjawabnya, kecuali mengimani Nabi dan Rasul.
Melalui
catatan ini, izinkan saya bercerita perihal sosok Nabi Muhammad SAW yang saya
ketahui melalui tunjuk-ajar dan ekspresi keagamaan dari orang
tua, guru ngaji, ustad dan kiai baik di sekolah maupun pesantren,
serta lewat sumber literatur yang pernah saya baca.
Era 1980-an
nama Nabi Muhammad akrab di telinga saya dan keluarga di kampung halaman di
Desa Empelu, Kec. Tanah Sepenggal, Kabupaten Bungo. Bukan tanpa sebab, sedari
mengeja alif-ba-ta hingga
lancar membaca al-Quran, lafadz Muhammad senantiasa menggema dan mengetuk
sunabari terdalam. Begitu juga saat warga di dusun gotong royong kerapkali
disertai shalawat, selain kasidah dan dangdut tentunya. Belum lagi tradisi berzanji membuat saya dan
teman se-esde hafal
di luar kepala tentang sifat-sifat Nabi Muhammad yang amat dihormati dan
dicintai umatnya.
Sejurus
kemudian, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW saban tahun adalah tradisi yang mengakrabkan
saya dan anak-anak seumuran pada kisah hidup Nabi Muhammad, anak dari sepasang
suami-istri Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahab. Masih segar
dalam ingatan saya, anak-anak maupun remaja di kampung saya riang gembira
menyambut peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad. Galibnya lepas Isya warga
berbondong-bondong mendatangi masjid dan surau, melantunkan shalawat dan
kalimat-kalimat tayyibah,
mendengar ceramah dari ustad atau Kiai tentang Sirah Nabawiyah,
dan ditutup dengan makan secara berjamaah menggunakan nampan.
Warga di kampung
saya, terutama bagi mereka yang mampu secara ekonomi, sukarela menyiapkan
makanan lengkap sayuran dan lauk-pauk untuk disantap bersama usai pengajian
peringatan kelahiran Nabi Muhammad. Maulidan ini tidak saja berpusat di rumah
ibadah, tetapi juga di sekolah maupun forum-forum pengajian setempat.
Saya
membayangkan, jika tanpa tradisi peringatan Maulidan, dengan cara apa
anak-anak sebaya saya dan kaum remaja di kampung halaman, yang jauh dari pusat
informasi maupun literatur keagamaan yang memadai dapat mengetahui sejarah
kehidupan Nabi Muhammad, sosok maksum kekasih Allah yang wajib kita imani, yang hidup empat
belas abad jauh sebelum ini.
Pelbagai
kegiatan kultural memperingati kelahiran Nabi Muhammad di tanah air selama ini
jelas membekas di sanubari umat Islam. Apa sebab? Anak-anak, remaja dan kaum
muda berkesempatan mengenali kisah hidup Nabi Muhammad sebagai utusan Allah
sekaligus manusia pada umumnya yaitu lahir dalam keadaan yatim, melewati masa
kecil hingga remaja tanpa orang tua lengkap, menggembala domba dan menjalankan
barang dagangan milik Khadijah, lalu berumah tangga-menikah dan memiliki anak,
berjuang dan merasakan pahit-manis mengenalkan Islam kepada umatnya.
Sosok Nabi
Muhammad makin familiar bagi generasi akhir 1990-an melalui kehadiran album
Cinta Rasul duet Hadad Alwi dan Sulis pada tahun 1999. Gayung bersambut, album
religi gubahannya menjadi yang terlaris sepanjang sejarah musik Indonesia,
bahkan telah diproduksi ulang dalam berbagai versi dan volume. Lirik lagunya
mengalir syahdu. Penggambaran sosok Nabi Muhammad masuk ke relung terdalam hati
ummatnya. Air mata acapkali jatuh dari kelopak sesiapa saja yang
menyenandungkannya. Hati dibuat bergetar saat mendengar nama Nabi Muhammad SAW.
Belum lagi buku fiksi maupun cerita tentang Sosok Nabi Muhammad SAW dan
kehidupan para sahabat Nabi terus hadir menjadi bacaan alternatif bagi orangtua
kala mengantar tidur anak-anaknya.
***
Pengetahuan
saya tentang Nabi Muhammad makin bertambah seiring meneruskan sekolah menengah
pertama di Pesantren Darussalam di Sungai Mancur, Kecamatan Tanah Sepenggal
Lintas (sekarang), Kabupaten Bungo pada tahun 1997 dan melanjutkan ke Madrasah
Aliyah (SMA) di pondok Pesantren Tebuireng, berlokasi di sebuah dusun kecil
yang masuk wilayah Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada
tahun 2000-an. Masih segar dalam ingatan, jelang shalat lima waktu, saya kerap
mengumandangkan azan di Masjid yang dibangun semasa Khadratussyaikh K.H. Hasyim
Asy’ari masih hidup. Nah, sebelum shalat berjamaah dilaksanakan, jeda antara
azan dan shalat, galibnya para santri melantunkan puji-pujian kepada Allah SWT
dan kekasihnya, Muhammad SAW.
Di pesantren
Tebuireng, selain melalui ceramah ustaz dan kiai dalam bentuk pengajian rutin,
saya membaca buku Sirah Nabi
yang ditulis Safi-ur-Rahman Mubarakpuri berjudul Ar-Rahiq-ul-Makhtum. Buku
itu menceritakan berbagai fase kehidupan Muhammad dengan rujukan sumber otentik
yang menjadikannya terpercaya. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan judul The
Sealed Nectar. Begitu juga kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu
Hisyam dan The Great Story
of Muhammad karya Syaikh Buthi.
Ilustrasi. Mengenal Nabi Muhammad SAW |
Buku-buku
itu menempatkan sosok sentral Nabi Muhammad, lengkap aspek-aspek kehidupannya,
kelahirannya, tonggak-tonggak penting dakwah Nabi Muhammad baik di Makkah
maupun di Madinah, nama-nama julukannya, perjalanan Isra’ Mi’raj, mukjizatnya,
teladan akhlaknya, serta kisah-kisah tentangnya yang kemudian diolah menjadi
cerita oleh para ulama, sufi, maupun pujangga berlimpahkan karya prosa dan
puisi yang menyentuh hati para pembacanya.
Seturut hal
itu, ketika terlibat aktif di JQH Al-mizan, sebuah organisasi seni tilawah,
kaligrafi, tahfiz dan tafsir, yang bernaung di kampus UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, periode 2004-2008, saya berkesempatan belajar dan mendengarkan
langsung lantunan shalawat yang didukung aransemen musik hasil karya
teman-teman seorganisasi. Sungguh demikian itu momen-momen terindah memuji
sekaligus merindukan kanjeng Nabi Muhammad SAW.
***
Tidak hanya ahlul bait (keluarga
Rasulullah SAW) dan para sahabat yang mengungkapkan kemuliaan sosok Muhammad,
Allah SWT sendiri memuji beliau dalam Surah Al-Qalam ayat 4, "Wa innaka la 'alaa khuluqin 'azhiim (Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur). Di ayat
lain, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu uswatun hasanah (suri
teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab: 21).
K.H. Husein
Muhammad, di dinding facebooknya,
29 Oktober 2020, merujuk kitab Sirah
Nabawiyah, menulis detail paras muka Nabi Muhammad manis dan
tampan. Perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi, tetapi tidak pula pendek
(Laisa bi althawil al-dzahib wa la bi al-qashir al-bain). Bentuk kepalanya
besar, berambut hitam kelam antara keriting dan lurus. Rambutnya yang tebal
dibiarkan memanjang sampai ke pundak (Kana Yadhrib Sya’rahu ila al-Mankibain).
Dahinya lebar dan rata (wasi’ al jabin), di atas alis mata yang lengkung, tebal
dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya ada
garis-garis tipis kemerah-merahan. Di pelupuk matanya tampak bayang-bayang
hitam (eye shadow/Ak-hal al-‘ainain wa Laisa bi Ak-hal). Tatapan matanya tajam
(Ad’aj al-‘Ainain), dengan bulu mata yang hitam-pekat. Hidungnya halus dan merata,
(Thawil Qashbah al-Unf) dengan barisan gigi yang bercelah-celah (Mufallaj
al-Asnan). Cambangannya lebar (Ahdab al-Asyfar), lehernya jenjang, bersih dan
indah (Kana ‘Unuquh Ibriq Fidhdhah). Dadanya lebar dengan kedua bahu yang
bidang (‘Azhim al-Mankibain). Warna kulitnya terang dan jernih, dengan dua
telapak tangan dan kakinya yang tebal. Tubuhnya selalu menebarkan wangi
(Thayyib al-Raa-ihah wa al-‘Araq). Siapa yang memandangnya akan terpikat, siapa
yang sering bersamanya akan makin cinta (Man ra-ahu badihatan Ha-bbahu, wa Man
Khaalathahu ma’rifatan ahabbahu).
Nabi
Muhammad SAW semasa hidup memiliki kepedulian yang tinggi terhadap ketimpangan
yang melanda kondisi masyarakat pada waktu itu. Terbukti, begitu dekatnya Nabi
Muhammad SAW dengan orang-orang miskin, sampai-sampai beliau mendapat julukan Abul Masakin (Bapak
orang-orang miskin). Dan ketika ada seorang sahabat bertanya terhadap
keberadaan dirinya, beliau menjawab, “Carilah aku di tengah orang-orang yang
lemah di antara kalian.”
Gambaran sosok
Muhammad demikian itu mengingatkan saya pada karya monumental Michael H. Hart,
ahli sejarah, guru besar astronomi dan fisika Universitas Maryland AS. Penulis
buku berjudul “The 100 tokoh-tokoh berpengaruh sepanjang sejarah” ini
menempatkan Nabi Muhammad sebagai manusia berpengaruh sepanjang sejarah
melebihi tokoh agama, ilmuan dan politisi lainnya di seantero dunia. Nabi
Muhammad lahir dari keluarga sederhana yang jauh dari pusat peradaban. Meskipun
demikian, Nabi Muhammad menjadi seorang yang terjaga dan tidak terlibat dalam
tindakan penyimpangan sosial yang menjadi tradisi masyarakat Arab pada masa
jahiliyah. Junjungan Muhammad melakoni hidup sebagaimana tuntunan Tuhan. Tidak
pernah sekalipun Nabi Muhammad berbohong, menipu, berzina atau mabuk-mabukkan
sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat Arab di masa itu. Ringkasnya, bagi
Michael H. Harta, Muhammad SAW tak hanya dikenal sebagai pemimpin umat Islam,
tapi beliau juga dikenal sebagai seorang negarawan teragung, hakim teradil,
pedagang terjujur, pemimpin militer terhebat, dan pejuang kemanusiaan
tergigih.
Abbas Mahmud
Aqqad dalam Abqariyyatu
Muhammad (kejeniusan Rasulullah SAW), menilai keagungan Nabi
SAW itu benar-benar sempurna, karena terjadi dalam segala ukuran, baik menurut
ukuran agama, ilmu pengetahuan, dan ukuran kehalusan rasa dan keluhuran budi
pekerti. Ringkasnya, Aqqad menyebutnya al-thba’i`
al-Arba` (empat karakter) yang amat menonjol pada diri Nabi
SAW yaitu karakter ibadah (thabi`at al-ibadah), karakter berpikir (thabi`at
al-tafkir), karakter berkomunikasi (thabi`at al-ta`bir), dan karakter kerja dan
berjuang (thabi`at al-`amal wa al-harakah).
Karya Michael H. Hart |
Selain Michael H. Hart dan Abbas Mahmud Aqqad, Annemarie Schimmel, cendekiawan masyhur yang berpengaruh dalam studi Islam dan tasawuf menulis buku berjudul “Cahaya Purnama Kekasih Tuhan”, terjemahan dari And Muhammad is his messenger: the veneration of the prophet in Islamic piety. Menurut Annemarie, selama ini belum pernah dijumpai sosok yang berperilaku sempurna seperti Muhammad—yang kadang-kadang keteladanannya dilukiskan warna-warni.
Schimmel
melihat Nabi Muhammad berkembang dalam tiga lingkaran yang setiap fase tumbuh
menjadikan namanya semakin besar. Sebagai bulan sabit, bulan purnama, sampai
benar-benar menjadi sempurna yaitu tercapainya kedudukan sebagai penutup para
Nabi. Ia juga menilai bahwa Muhammad merupakan manusia yang unik. Baik dari
keselarasan batinnya yang sempurna, juga karena dukungan alam kesucian. Bahkan,
yang lebih penting adalah peran aktifnya dalam menciptakan suatu masyarakat
yang madani (beradab).
***
Kini, empat belas abad setelah wafatnya, pengaruh Nabi Muhammad masih mengakar kuat. Namanya masih harum mengisi sanubari umat Islam di seantero dunia. Meskipun beberapa pihak yang tidak menyukainya cenderung mendiskreditkannya dengan berbagai macam propaganda, untuk menyebut salah satu contoh, muncul pernyataan kontroversial presiden Perancis, Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron, terhadap Islam yang berdasar pada pembunuhan guru di Perancis, akibat memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad dari koran Charlie Hebdo. Itu hanya sebagian kecil dari pelbagai propaganda lainnya yang pernah muncul di beberapa negara di belahan dunia lainnya.
Segala
bentuk penghinaan, penistaan dan pelecehan kepada baginda Nabi Muhammad
sejatinya bukan hal baru, melainkan menyertai tapak-tapak perjalanan Muhammad
sebagai Nabi yang diutus oleh Allah SWT ke dunia untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia.
Terhadap
perlakuan diskriminatif padanya, marahkah sang Nabi atau keluar sumpah
serapahkah dari mulut Nabi Muhammad? Tidak. Nabi Muhammad, sekalipun dihina,
tidak menjadi lapuk oleh panas hujan sepanjang zaman. Saya teringat kata Cak
Nun, dalam esai kritik-reflektifnya tahun 1996, Surat kepada Kanjeng Nabi, “Era
terus berganti era dan zaman terus berubah, tetapi Muhammad tidak pernah
dikategorikan sebagai manusia masa lalu dengan muatan nilai-nilai dekaden,
meski kita telah memiliki apapun yang melambangkan pencapaian-pencapaian
kontemporer”.
Sebagai umat
Nabi Muhammad, tentu kita berhak melakukan protes keras terhadap segala bentuk
penghinaan yang ditujukan kepada siapapun, lebih-lebih kepada sosok sentral
kanjeng Nabi Muhammmad SAW, tetapi tidak pula dibenarkan membalasnya dengan
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan sifat Nabi Muhammad itu
sendiri. Apatahlagi harus dengan melukai atau bahkan menghilangkan nyawa. Mari
kembali pada dialog kritis-konstruktif sembari bersikap terbuka dan menenun
toleransi antar sesama warga di belahan negara manapun.
Sebagaimana pertanyaan di awal tulisan tadi, membersamai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tahun ini benarkah cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW adalah cinta yang paripurna? Bukan cinta semu, yang hanya mengharapkan syafaatnya, tetapi belum sepenuhnya mengamalkan keteladanannya? Atau cinta pada kanjeng Nabi hanya diperlukan pada momen-momen tertentu, yang condong pada kepentingan politik praktis semata (duniawi), seperti Pilkada serentak di beberapa daerah di tanah air sekarang ini? Mereka, para Cakada, yang piawai “membajak” agama, Tuhan dan Nabi Muhammad SAW demi syahwat politik jangka pendek semata.
Jawabannya terpulang kepada masing-masing kita. Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad.
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal kajanglako.com
0 Komentar