Sulit dimungkiri, mereka yang ingin mengetahui sejarah pergolakan rakyat
Jambi memisahkan diri sejak Keresidenan Jambi bergabung ke dalam sub provinsi Sumatera
Tengah pada tahun 1946 dan menghendaki hubungan langsung dengan pemerintah
pusat sebagai daerah otonom tingkat satu, mesti merujuk buku Usman Meng yang berjudul
Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi: Kerajaan Melayu Kuno sampai Terbentuknya
Provinsi Jambi, terbit tahun 1996.
Penyusunan buku tersebut diakui Usman Meng memakan waktu selama
tiga tahun (Juli 1991- Februari 1994) dan dikerjakan saat dirinya menjalani
usia kepala tujuh. Usia yang tak lagi muda, dan karena itu tak lain menunjukkan
kecintaannya bagi daerah tempat ia bertumbuh dan ikut terlibat dalam perjuangan terbentuknya provinsi Jambi sebagai daerah otonom
tingkat satu pada tahun 1957.
Karya pria kelahiran Muaro Tebo, 16 Februari 1921 ini kembali diterbitkan pada tahun 2006, terhitung sejak edisi pertama tahun 1996, setelah sebelumnya berkali-kali diperbaiki tahun 1994 dengan judul Napak Tilas Siklus Lahirnya Provinsi Jambi. Kali pertama naskah tersebut dicetak sebanyak 63 eksemplar dalam bentuk copian, lalu dikirimkan kepada sarjana Jambi sebanyak 20 eks, dan selebihnya diberikan kepada kawan-kawan serta tokoh masyarakat. Kepada siapa saja buku itu diberikan untuk mendapatkan umpan balik berupa saran dan koreksi? Usman Meng tidak merincikannya dalam sekapur sirih yang ia tulis pada 27 Juli tahun 1996.
Buku setebal 271 halaman itu sangat bermanfaat bagi pembaca, lebih-lebih peneliti. Karena selain disusun sistematis-kronologis, juga merupakan langkah maju dari hasil kerja Panitia Pengumpulan dan Penelitian Bahan Sejarah Daerah Jambi pada Februari 1957 (merujuk SK Gubernur Kepala daerah Tingkat I Jambi tanggal 20 Desember 1974 Nomor HK-65/G/1974), yang berisikan sepuluh anggota yaitu Ibrahim Ripin, A. Wahab Madjid, Hanafie, Raden Abdullah, Nungcik Imran, Achmad Daud, A Hanaf, Raden Syarif, Ismail Muhammad dan asisten Bidang Kebudayaan Provinsi Jambi. Pada 18 Desember tahun 2006 buku Usman Meng ini dibedah oleh sejarahwan LIPI Prof. Taufik Abdullah dan Dr. Mukhlis Paeni selaku staf ahli Menteri Kebudayaan RI yang berlangsung di kantor Bappeda Provinsi Jambi.
Selain memuat ikhtisar sejarah Jambi untuk pembuatan
relief di Kantor Gubernur Jambi dan
DPRD Provinsi Jambi, dimulai dari periode Kerajaan Melayu/Hindu (Abad ke IV –
XIV); Kerajaan Melayu Islam (Abad ke XIV – XX); Perlawanan Melawan Penjajahan
(Abad Ke XVI – XX); Masa Penjajahan Belanda (1916-1942); Zaman Jepang
(1942-1945); dan Zaman Kemerdekaan Agresi I dan II (1945 – 1049); dokumen hasil
kerja tim sepuluh itu juga memuat makalah seputar budaya lokal Jambi serta
kumpulan surat-surat resmi, naskah pidato, sambutan, telegram, dan bentuk
dokumentasi lainnya, yang berasal dari organisasi Badan Kongres Rakyat Djambi
(BRKD), Organisasi Kepemudaan, Partai Politik, militer, dan pemerintah pusat,
yang keseluruhannya bertitimangsa pada proses perjuangan rakyat Jambi mencapai
status daerah wilayah otonom tingkat satu dari tahun 1946 sampai 1957.
Di luar muatan sejarah Jambi sejak Kerajaan Melayu Hindu/Budhis; Keruntuhan
Kesultanan Melayu Jambi ditandai wafatnya Sultan Taha Saifuddin serta
penguasaan Belanda atas teritori Jambi; dan serangkaian perlawanan rakyat Jambi
terhadap Belanda hingga puncaknya proklamasi kemerdekaan RI serta agresi
militer I dan II, melalui buku Usman
Meng ini pembaca dapat mengetahui bahwa kehendak untuk menjadi daerah otonom merupakan
usaha sadar dan sepenuhnya untuk percepatan terwujudnya kesejahteraan
masyarakat provinsi Jambi sehingga berdiri sejajar dengan daerah-daerah lain.
Apatahlagi penetapan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah
berdasarkan keputusan KNI Sumatera tingkat daerah 18 April 1946 di Bukittinggi,
dan desentralisasi Sumatera Tengah, serta diberlakukannya Peraturan Pemerintah
No. 10 tahun 1948 dan UU No. 15 tahun 1949 dilakukan tanpa melihat perkembangan
dan keinginan rakyat Jambi dari faktor-faktor politik, sosial, ekonomi,
historis, dan adat-istiadat.
Selanjutnya, pembaca juga menjadi tahu peran organisasi Front
Pemuda Djambi atau FROPEDJA (didirikan 21 Februari 1954 di Merangin, Bangko), untuk
menyebut contoh, adalah organisasi pertama yang secara resmi menyampaikan secara
langsung kehendak agar daerah Jambi menjadi daerah otonom tingkat satu dan
lepas dari Sumatra Tengah kepada Bung Hatta dalam kunjungannya di Bangko pada
12 April tahun 1954, meski sebelumnya partai politik seperti partai NU pada Januari
1954 dan disusul PNI pada April tahun 1954 dalam suatu rapat, yang memutuskan
supaya daerah Kerisedenan Jambi dijadikan daerah otonom setingkat provinsi,
tetapi dukungan kedua partai itu hanya disampaikan kepada pengurus pusat di
Jakarta dan tidak disebarluaskan kepada masyarakat.
Sumber: Ujang Hariadi. |
Kehendak demikian itu, dengan segala dinamikanya, telah mendorong
berbagai elemen masyarakat provinsi Jambi menyusun langkah-langkah strategis
dan terukur hingga tercapainya pendirian Provinsi Jambi sebagai daerah otonom
tingkat satu melalui Kongres Rakjat Djambi yang ditaja Badan Kongres Rakyat Djambi
(BKRD) pada 6 Januari 1957.
***
Siapakah Usman Meng? Boleh dikata informasi seputar tokoh Masyumi ini tidak sepopuler buku yang disusunnya. Sangat minim, kalau bukan tidak ada. Sepengamatan saya tidak banyak informasi perihal pria kelahiran Muaro Tebo, 16 Februari 1921 ini baik dalam bentuk buku maupun artikel lepas.
Amar Sholahuddin, anak bungsu Usman Meng dari sembilan bersaudara mengatakan ayahnya merupakan lulusan dari Fakultas Hukum Sosial dan Politik Universitas Majapahit sampai tingkat sarjana. Tahun pastinya belum diketahui.
Kiri-kanan: Buku Usman Meng (Edisi 2006 dan 1991) |
Semasa kementerian pemuda dan olahraga (pada masanya disebut Menteri Tenaga Pemuda) dinahkodai Wikana, Usman Meng menjabat sebagai Sekretaris KUP (Kantor Urusan Pemuda) Kewedanan Muaro Tebo tahun 1946-1948. Kemudian ia dipercaya menjadi Kepala Jawatan Pepeda (Pembangunan dan Pemuda) Kewedanan Muara Tembesi 1948-1950 saat Menteri Supeno.
Kecakapan Usman Meng dalam berorganisasi berlanjut menjabat Wakil
Ketua PPKAB (Panitia Pilihan Kabupaten) Merangin tahun 1954-1960 dan puncaknya
menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Merangin (Kab. Bungo
Tebo-Sarko) periode 1957-1960.
Sebelum kemerdekaan, Usman Meng aktif di beberapa organisasi,
antara lain pada zaman Jepang, yaitu: Seinendan
(Barisan Pemuda), Bogodan (barisan
keamanan), dan Sendenghan (Korp
penerangan). Berlanjut ke zaman republik, yaitu antara lain dirinya menjadi Pengurus
PRI (Pemuda Republik Indonesia) Kewedanan Muarotebo 1945-1946, Pengurus GPII
(Gerakan Pemuda Islam Indonesia) Kewedanan Muara Tebo 1946-1946, Anggota
Pasukan Sabilillah 1946-1947, dan Pengurus DPP (Dewan Pimpinan Pemuda)
Kewedanan Muara Tebo 1946-1948.
Berselang empat tahun setelahnya, Usman Meng bekerja sebagai
Sekretaris Masyumi Cabang Kabupaten Merangin 1952-1957, Komisaris Fropedja
(Front Pemuda Jambi) Kewedanan Muara Tebo 1954-1957, Wakil Ketua Partai Masyumi
Cabang Kabupaten Merangin 1957-1960, Wakil Ketua III PARMUSI (Partai Muslimin
Indonesia) Wilayah Provinsi Jambi Tahun 1969-1971, Wakil Ketua I DII (Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia) Wilayah Provinsi Jambi Tahun 1969-1971, Penasehat
DII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) Wilayah Provinsi Jambi Tahun 1982-1992,
Penasehat DII Perwakilan Provinsi Jambi, dan sempat menjadi Pengurus PBB
(Partai Bulan Bintang) Wilayah Provinsi Jambi.
Di hadapan Kantor Gubernur Jambi (1957) |
Rekam jejak di atas kian menegaskan bahwa Usman Meng adalah
organisatoris handal. Tak heran, untuk menyebut contoh, sembilan bulan setelah
deklarasi terbentuknya Provinsi Jambi (de facto), tepatnya pada 23 November 1957,
Usman Meng didapuk sebagai juru bicara Panitia Tujuh yang diketuai oleh A. Laman
(Bupati Kabupaten Batanghari), yang bertugas memastikan aspirasi rakyat Jambi
menjadi daerah otonom tingkat satu dapat diyakini oleh Tim Asistensi Pemerintah
Pusat pada 29-30 November 1957 sebanyak 3 orang yaitu Mr. S.M. Amin ex Gubernur
Sumatra Utara, yang diperbantukan Kementerian Dalam Negeri, Mr. Amrah Muslim
dari Kemendagri dan seorang pegawai kemendagri.
Menurut Amar Sholahuddin, sejak tidak lagi bekerja di pemerintahan,
ayahnya bekerja penuh sebagai wiraswasta dalam rentang waktu tahun 1960-1984. Bersamaan
hal itu, selain pernah bekerja di sebuah perusahaan ekspedisi muatan kapal laut,
ia ajuga aktif mengikuti kegiatan keagamaan sampai tutup usia.
Bagi Amar, yang berkesan dari sosok ayahnya semasa hidup yaitu displin,
idealisme dan komitmen. “Generasi kami berpolitik karena ideologi partai menjadi
pijakan dan sepenuhnya berjuang untuk hajat hidup orang banyak. Sedangkan fonemena
sekarang ini menjadikan partai politik sebagai mata pencaharian,” imbuh Amar
mengenang ayahnya.
Demikian sosok Usman Meng, salah satu tokoh di balik perjuangan
terbentuknya provinsi Jambi. Catatan saya ini belum berhasil menggambarkan
sosok utuh Usman Meng, yang tutup usia pada tahun 2007 dan dimakamkan di Tempat
Pemakaman Umum (TPU) Singkawang, Jl. Brigadir Jenderal Slamet Riyadi, Kota
Jambi. Karena itu kerja penulisan mengenai sosok Usman Meng secara lengkap terbuka
bagi tangan-tangan kreatif ke depan.
Membersamai perayaan hari jadi Pemerintah Provinsi Jambi ke 64
tahun pada Rabu, 6 Januari 2021, selain memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha
Esa, Allah SWT, juga penting bagi generasi sekarang membaca kembali karya Usman
Meng sekaligus merefleksikannya, sebagaimana pesan bijak yang termaktub dalam
bukunya, yang saya kutip sebagian berikut ini, “Seyogyanya, untuk memperoleh hasil dan daya
guna dalam melaksanakan kesinambungan pembangunan daerah tingkat 1 Provinsi
Jambi ini pada masa yang akan datang, kiranya patut dan wajar jika kita
telaten, mawas diri dan melihat contoh pada yang sudah; “mencari tuah pada yang
menang; baju berjahit yang dipakai, jalan berambah yang diturut, baik yang ada
di daerah Jambi maupun yang berada di daerah lainnya, yang sesuai dengan
keadaan dan iklim daerah Jambi, yang baik kita pakai dan yang buruk kita
campakkan.”
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com pada tanggal 6 Januari 2021.
0 Komentar