W.S. Rendra Bersama Sunarti dan Sitoresmi, Beserta anak-anaknya. Dokumen Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin |
Sebelum Memilih Islam
Ketertarikan Rendra pada Islam
sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji,
beberapa bulan sebelum ia menikah dengan Sitoresmi. Dalam sebuah wawancara di
salah satu televisi swasta, Sitoresmi membantah bahwa yang membuat Rendra
beralih keyakinan adalah karena akan menikahi dirinya. Ia percaya Mas Willy
(panggilan akrab WS Rendra) bukan orang yang ela-elo (ikut-ikutan). ''Beliau
orang jenius dan berpendirian. Saya yakin dia menjadi Muslim bukan karena saya.
Dia memutuskannya pasti melalui telaah mendalam,'' tegas Sitoresmi.
Chaerul Umam, murid Rendra di Bengkel Teater, menceritakan Rendra melakukan perjalanan spiritual yang panjang sebelum menjatuhkan pilihan pada Islam. Bahkan, jelas Mamang, sapaan akrab Chaerul Umam, Rendra pernah mengungkapkan ketertarikannya pada agama Islam ketika dia kuliah di New York American Academy of Dramatic, Amerika Serikat. ''Pernah pada suatu ketika Mas Willy bercerita ketertarikannya kepada Islam itu saat di Amerika. Di saat itu pula dia banyak berdiskusi dengan profesor kulit putih tentang Islam,'' imbuhnya.
Ketika Rendra membuat dan
mementaskan drama 'Kasidah Barzanji' yang pertama di Jakarta dia belum menjadi
Muslim. Ini memang agak aneh, sebab 'Kasidah Barzanji' yang ia tulis bersama wartawan
senior Syuhba Asa berisi syair pujian kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Sejak masuk Islam, Rendra
mengganti namanya menjadi Wahyu Sulaiman (WS sebelumnya merupakan singkatan
dari Willibrordus Surendra) Broto Rendra. Meskipun dalam rentang waktu yang
cukup panjang-setelah dikaruniai 4 orang anak-perkawinannya dengan Sitoresmi
kandas. Tetapi, keyakinan Rendra sebagai seorang Muslim tidak berubah. Bahkan,
setelah perkawinan dengan istri yang ketiga, Ken Zuraida, diakui Rendra,
dirinya semakin rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
(Republika Online, WS Rendra Terkesan dengan al-Quran, 17/8).
Di mata penyair Taufiq Ismail,
Rendra adalah seorang muslim sejati meski dia seorang muallaf. Sebelum memeluk
Islam, Rendra mempelajari banyak agama dalam mencari kebenaran. Dalam suatu
kesempatan, ujar Taufiq, dalam kunjungan ke Inggris, pada suatu Subuh Rendra
mendengar suara adzan yang sangat merdu dan menggugah jiwanya. Ketika mendengar
suara adzan itu Rendra menangis, dan saat itulah ia mantap memilih Islam dan
menjadi penganutnya yang baik hingga wafatnya (M.Subhan, Kabar Indonesia.com
9/8).
Budayawan Emha Ainun Najib atau
biasa disapa Cak Nun mengakui WS Rendra yang masuk Islam pada usia 35 tahun
sering konsultasi kepadanya. Ia masih ingat WS Rendra selalu menangis bila
berbicara tentang Tuhan. Dia sering menanyakan kepada saya tentang Islam, dan
di saat itu pula dia kemudian menangis, benar-benar menangis. Dia itu
nangis-nangis kalau saya ceritakan Asmaul
Husna, kalau saya katakan apa bedanya Ahad
sama Wahid, Rohmat sama Rofiq,
nangisnya pasti serius, kayak anak kecil, karena dia sangat mencintai Tuhannya.
WS Rendra tidak seperti orang yang kebanyakan, hanya menangis di saat tidak
berbicara tentang Tuhan (Sugeng Wibowo, Surya Online. Almarhum WS Rendra, Sosok
dengan Berbagai Wajah 9/8/2009).
Kesaksian serupa dikatakan
jurnalis Republika, Iman Yuniarto F, saat dirinya mewawancarai Rendra di
kediamannya pada Oktober 2006, Rendra berujar, " Dulu saya pernah diminta
membaca sebuah sajak. Lalu ada rekan mahasiswa yang menangis, terharu. Saya pun
ikut menangis. Saya juga gampang menangis kalau membaca riwayat Nabi Muhammad.
Indah sekali. Membayangkan pengorbanan Nabi yang tidak mementingkan diri
sendiri. Tidak ada agama Islam, kalau tidak ada Nabi. Saya juga menangis kalau
mengenang Asma ul Husna".
Sewaktu Rendra kuliah teater di
Amerika Serikat, saat itu sedang populer-populernya filsafat eksistensialisme.
Kemudian ia membaca kalimat, ''Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan saling
menasihati dalam kebenaran dan nasihat-menasihati dalam kesabaran (QS Al-Ashr:
1-3).
Rendra sangat terkesan dengan
ayat tersebut. Menurutnya tidak ada kitab suci yang mengatakan bahwa manusia
akan selalu merugi dalam perkara waktu. "Lihat. Apa pun bisa kita
budayakan, termasuk ruang. Tetapi kita tidak bisa membudayakan waktu. Apa bisa
kita menghentikan hari? Dengan teknologi setinggi apa pun, magic setinggi
apapun, tidak bisa kita membuat hari Rabu tidak menjadi Kamis. Termasuk saya,
tidak bisa menolak kelahiran saya. Saya tidak bisa memilih untuk lahir pada
abad ke-22 atau lahir zaman Majapahit,” akunya.
Selanjutnya, dalam ayat tersebut,
al-quran tidak menyebut yang selamat adalah orang yang Islam, orang yang kaya,
orang yang pintar atau orang yang sehat.
Kendati menyebutkan manusia sebagai orang yang merugi, namun Al-quran
juga memberikan solusi. Mereka yang tidak merugi adalah orang yang beriman,
beramal saleh, serta saling berwasiat dalam kesabaran dan kebenaran.
Sejumlah karya WS Rendra banyak terinspirasi oleh Al-quran. Maka, ketika ditanya hubungan antara Islam dan karya sastranya, Rendra menjawab dengan lugas, "intinya kita berwasiat dalam kebenaran. Mudahan-mudahan”.
0 Komentar