ilustrasi |
Oleh Jumardi Putra*
Tujuh hari jelang perayaan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-76 (10 Agustus 2021), terbit Surat Edaran (SE) Gubernur Jambi Al-Haris Nomor 252/SE/ITPROV-1.2/VIII/2021 perihal pelarangan permintaan kegiatan/proyek atau menjanjikan jabatan pada perangkat daerah Provinsi Jambi.
SE tersebut ditujukan kepada Sekretaris Daerah (Sekda), Asisten Sekda, para Staf Ahli Gubernur, para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan para Kepala Biro Setda Provinsi Jambi serta ditembuskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Republik Indonesia.
Gubernur secara tegas melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup pemerintah provinsi Jambi menerima dan memberikan gratifikasi dalam bentuk uang, bingkisan/parsel, fasilitas maupun pemberian dalam bentuk lainnya, dari bawahan, rekan kerja dan/atau rekanan/pengusaha yang berhubungan dengan jabatan masing-masing, karena hal demikian itu tergolong ke dalam bentuk tindak pidana korupsi.
Bagi ASN yang kadung menerima gratifikasi (baca: tidak terhindarkan) diminta segera melaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Inspektorat Provinsi Jambi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja atau langsung dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah penerimaan hadiah tersebut.
Serakat hal itu, ASN Pemerintah Provinsi Jambi diperintahkan menolak segala bentuk permintaan untuk mendapatkan kegiatan/proyek dan atau menjanjikan mendapatkan jabatan yang ada di Perangkat Daerah dengan mengatasnamakan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, Keluarga Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, dan/atau Tim Sukses Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
Masyarakat yang memiliki informasi setiap perbuatan berindikasi pelanggaran sebagaimana yang dimaksud bisa melaporkan kepada Gubernur Jambi melalui surat elektronik: wbs@jambiprov.go.id dan atau aplikasi Whistleblowing System Pemerintah Provinsi Jambi (https://wbs.jambiprov.go.id) yang terintegrasi dengan lembaga anti rasuah Indonesia (KPK).
Saya mengapresiasi langkah Al Haris dan boleh dikata ini kabar yang cukup menggembirakan bagi masyarakat provinsi Jambi bersamaan perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-76 di tengah pandemi corona tahun ini. Substansi SE itu, selain tindaklanjut dari amanat peraturan perundang-undangan, juga sejalan dengan misi pertama Al Haris-Sani sebagaimana termaktub dalam Ranwal RPJMD Jambi MANTAP periode 2021-2026, yakni mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang bersih, transparan dan akuntabel dengan pelayanan publik yang berkualitas.
Publik jelas dibuat lega dengan kehadiran SE tersebut, lebih-lebih santer terdengar ulah oknum dengan mengatasnamakan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, Keluarga Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, dan/atau Tim Sukses Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, meminta proyek atau kegiatan di OPD di lingkup pemerintah provinsi Jambi. Ulah yang demikian itu kerap digambarkan warga dalam obrolan sehari-hari ibarat bau kentut binatang Telegu (Sigung dan atau nama ilmiahnya Mephitidae). Bau tidak sedap yang disemprotkannya membuat heboh dan resah warga.
Kehadiran SE Al Haris itu sejatinya masih jauh dari cukup dan karenanya meniscayakan komitmen yang sungguh-sungguh dan sekaligus kinerja yang teruji untuk mengawalnya. Apa sebab? Korupsi yang merongrong APBD berpeluang terjadi bila tidak dikawal secara serius dari sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan serta pertanggungjawaban dan pelaporan.
Bahkan, lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan ditegaskan lagi oleh Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 130/763/SJ perihal Percepatan Implementasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-3708 Tahun 2020, tidak lain adalah wujud kehatian-hatian (kalau bukan kecermatan) mengelola keuangan daerah dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam penganggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Setakat hal itu, peran Inspektorat sebagai pengendali internal menjadi tidak terelakkan untuk terus melakukan pendampingan, pengawasan, dan sekaligus mencermati rencana aksi dan tindaklanjut Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam penyelesaian rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi di setiap tahun anggaran, baik yang bersumber dari LHP atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) maupun Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada tiga aspek yakni pendapatan, belanja dan pengelolaan aset daerah.
Kita patut mengapresiasi pemerintah Provinsi Jambi berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jambi Tahun 2020 untuk kesembilan kalinya secara berturut-turut. Namun itu bukan berarti luput dari temuan atau permasalahan. Berdasarkan data pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2020, Pemerintah Provinsi Jambi telah menindaklanjuti 1.213 rekomendasi dari 1.842 rekomendasi atau 65,85% dari keseluruhan rekomendasi periode 2005–2020. Dengan demikian, masih terdapat 629 rekomendasi (34,15%) yang harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti oleh Al Haris dalam masa kepemimpinannya 3,5 tahun ke depan.
Gubernur Al Haris dengan dibantu Sekretaris Daerah sesuai tugas dan fungsinya harus berdiri di garda terdepan untuk memaksimalkan tugas dan fungsi Inspektorat, apatahlagi hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, jelas memberi penguatan bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Pemerintah Daerah melalui beberapa hal berikut ini, yaitu penambahan fungsi Inspektorat Daerah untuk mencegah korupsi dan pengawasan reformasi birokrasi, penambahan kewenangan bagi APIP dapat melakukan pengawasan berindikasi kerugian daerah tanpa harus menunggu persetujuan kepala daerah, dan pola pelaporan disampaikan berjenjang (Laporan Hasil Pemeriksaan ((LHP)) APIP Daerah tidak berhenti di LHP, tapi ada supervisi dari Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk kabupaten/kota).
Begitu juga penambahan satu Esselon III untuk investigatif, dan pelaksanaan supervisi hasil pengawasan Inspektorat Daerah oleh Mendagri bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta pengangkatan dan mutasi Inspektur Daerah termasuk pembentukan Pansel dilakukan setelah konsultasi kepada Menteri Dalam Negeri.
Senafas dengan penguatan peran APIP, kehadiran SE Al Haris sejauh dijalankan secara konsekuen, justru akan memudahkan tercapainya visi-misi dan program prioritas Jambi MANTAP hinga 3,5 tahun ke depan. Sukar untuk membayangkan, di tengah pandemi corona dan sumber penerimaan daerah yang terbatas serta tingkat ketergantungan pemerintah provinsi Jambi terhadap dana perimbangan (transfer dari pemerintah pusat) masih sangat besar yaitu lebih dari 60% dari total postur APBD, bila dikorupsi.
Cukup sudah peristiwa kelam OTT “ketok palu” RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 yang telah menyeret Gubernur Zumi Zola dan beberapa pejabat daerah, anggota legistlatif serta rekanan ke tempat pesakitan. Kejadian tidak mengenakkan tersebut merupakan pukulan telak bagi pemerintah provinsi Jambi, dan keniscayaan bagi Al Haris-Sani untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat Jambi terhadap kinerja birokrasi pemerintah daerah.
Memaknai langkah antisipatoris Al Haris berupa pelarangan permintaan kegiatan/proyek atau menjanjikan jabatan pada perangkat daerah provinsi Jambi, selain mewanti-wanti agar tidak terjadi korupsi, juga bentuk keterbukaan bahwa dirinya tidak bisa berjalan sendiri mewujudkan pemerintahan Jambi yang bersih dan melayani bila tanpa dukungan dan sinergisitas para pihak, tidak terkecuali saran maupun kritik dari kaum cerdik cendekia.
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com pada Senin, 16 Agustus 2021.
0 Komentar