Profesor Bill Watson dan Kerinci

Prof. C.W. Watson. Sumber: SMB ITB.

Oleh: Jumardi Putra*

Profesor Bill, begitu pria kelahiran 1946 ini biasa disapa. Antropolog bernama lengkap Conrad William (C.W.) Watson ini merupakan Profesor emeritus studi antropologi dan multikultural di Universitas Kent, di Canterbury, Inggris. Bill Watson adalah salah satu peneliti asing yang menaruh perhatian serius pada Kerinci, Jambi, dimulai sejak tahun 1972.

Salah satu karya Profesor Bill yang kerap dirujuk para sarjana tentang seluk beluk daerah yang digambarkan oleh penyair Ghazali Burhan Riodja sebagai “sekepal tanah surga” itu berjudul Kekerabatan, Harta dan Warisan di Kerinci, Sumatera Tengah (Kinship, Property and Inheritance in Kerinci, Central Sumatra, 1992). Karya akademik tersebut tidak lain adalah disertasi saat dirinya merampungkan studi jenjang doktoral bidang antropologi di Universitas Cambridge tahun 1981.

Bagi C.W. Watson Kerinci adalah daerah yang penting di Indonesia tetapi jarang diminati oleh para pakar. Saya pikir Pak Bill tidak berlebihan soal ini, karena publikasi ilmiah tentang Jambi baik Kerinci maupun daerah-daerah lain di Bumi Pucuk Jambi Sembilan Lurah masih tergolong minim.

Dari yang sedikit mengenai Kerinci, tercatat beberapa tulisan yang terbit berangka tahun lama, sebut saja seperti tulisan William Marsden pada tahun 1834, E.A. Klerks tahun 1895, L.C. Westenenk tahun 1922, B.J.C, dan Schrieke tahun 1926. Selain nama-nama tersebut ada Dr. Petrus Voorhoeve yang meneliti naskah-naskah kuno yang disimpan sebagai pusaka oleh Orang Kerinci pada tahun 1941-1942.

Berkat ketekunan Profesor Bill meneliti Kerinci, tidak sedikit ilmuwan setelah membaca tulisan-tulisannya atau berjumpa dengan dirinya dalam forum-forum akademik, datang ke Kerinci untuk memperdalam bermacam-macam kajian seputar sejarah, pertanian, bahasa, sistem kekerabatan, naskah-naskah kuno, dan sebagainya.

Salah satu kontribusi antropolog Inggris ini yaitu pada tahun 1975 ia menemukan kembali naskah setebal 181 halaman yang diberi judul Tambo Kerinci (termasuk di dalamnya surat incung), yang sempat tidak diketahui keberadaannya (bersamaan Jepang menyerang Hindia-Belanda dan salinan yang dikirim ke Bataviaasch Genootschap (Lembaga Kebudayaan Indonesia) serta ke perpustakaan KITLV di Belanda tidak pernah tiba di tempat tujuannya, sementara salinan yang dikirim ke Kerinci juga dianggap hilang).

Naskah tersebut awalnya hasil pendataan sekaligus salinan Dr. Petrus Voorhoeve, taalambtenar (pegawai bahasa di zaman kolonial) untuk wilayah Sumatra, dibantu oleh sekretarisnya dan Abdulhamid- seorang guru sekolah dari Kerinci pada tahun 1941. Naskah yang ditemukan oleh Watson itu langsung diserahkan kepada Voorhoeve di Belanda, dan sampai saat ini Tambo Kerinci masih disimpan di perpustakaan Koninklijk Institut voor de Tall-, Land-, en Volkenkunde (KITLV) di Leiden Belanda, dengan nomor inventaris D Or.415.

Pada tahun 2006, Uli Kozok, Profesor bahasa di Universitai Hawaii, USA, melakukan perbaikan naskah Petrus Voorhoeve itu yang hasilnya bisa diakses secara online di link berikut ini: https://ipll.manoa.hawaii.edu/indonesian/research/tambo-kerinci/. Menurut Uli Kozok naskah yang ditemukannya di Tanjung Tanah, sebuah kampung di tepi Danau Kerinci pada tahun 2002, itu adalah Kitab Nitisarasamuçcaya, sebuah naskah Melayu tertua di dunia yang dikeluarkan oleh kerajaan Melayu pada abad ke-14. Penelitian tersebut sudah dibukukan dengan judul Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, yang diterbitkan oleh Yayasan Naskah Nusantara dan Yayasan Obor Indonesia pada tahun 2006.

Kembali ke cerita tentang Profesor Bill. Jebolan Ph.D Departemen Antropologi Universitas Cambridge, Inggris, tahun 1981 ini telah menulis beberapa karya akademik yaitu antara lain Kerinci: Two Historical Studies (University of Kent at Canterbury, 1984), State and Society in Indonesia (University of Kent at Canterbury, 1987), Understanding Witchcraft and Sorcery in Southeast Asia, disunting bersama dengan R.Ellen (Honolulu : University of Hawaii Press, 1993), (ed) Being There: Fieldwork in Anthropology. London: Pluto (1999), Multiculturalism. Buckingham: Open University Press (2001); Of Self and Nation. Honolulu: University of Hawaii Press (2001); Of Self and Injustice. Leiden: KITLV Press (2006).

Disertasi C.W. Watson (1992)

Bapak dua anak ini telah melakukan kerja lapangan yang luas di Malaysia dan Indonesia. Ia kerap menulis isu-isu di tanah air seputar antropologi dan sastra; pendidikan; sistem kekerabatan matrilineal; multikulturalisme; sastra Indonesia modern; Sunda; etnografi; pekerjaan lapangan; sastra kolonial Belanda; pembangunan pedesaan; antropologi dan sejarah; etnis; dan nasionalisme.

Profesor Bill saat ini mengajar di SMB ITB, Jawa Barat sejak tahun 2013. Sebelumnya ia merupakan dosen senior studi antropologi sosial dan multikultural di Universitas Kent di Inggris dari tahun 1998 sampai 2008. Di kampus tersebut, ia pernah dipercaya sebagai kepala Pusat Studi Asia Tenggara, lalu pindah ke sekolah antropologi pada tahun 1993 hingga pusat studi tersebut tutup.

Sebelum itu ia pernah mengajar di Universitas Nasional Malaysia. Dari tahun 2000 sampai 2018 Profesor Bill masuk sebagai anggota tetap Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, sebuah asosiasi ilmiah yang difokuskan untuk kemajuan antropologi (studi tentang umat manusia) dalam arti yang paling luas dan inklusif.

Terakhir kali Profesor Bill ke Jambi tahun 2013 saat mengikuti konferensi internasional studi Jambi dengan tajuk sejarah, seni, budaya, agama dan perubahan sosial (The First International Conference on Jambi Studies: History, Art, Culture, Religion and Social Change),  yang ditaja Dewan Kesenian Jambi bersama Pemerintah Provinsi Jambi pada pada tanggal 21-23 November tahun 2013 di Hotel Novita, kota Jambi. Lebih lanjut catatan saya tentang ICJS dapat dibaca di sini: Urgensi Konferensi Studi Jambi.

Di forum ICJS itu saya pertama kali berjumpa Profesor Bill dan istrinya yang ternyata berasal dari Kerinci. Beberapa bulan sebelumnya kami berkorespondensi melalui surat elektronik, terutama saat saya meminta beliau membuat testimoni untuk buku puisi saya berjudul Ziarah Batanghari (Ayyana, Yogyakarta, 2013). Pilihan saya ketika itu bukan tanpa sebab yaitu Profesor Bill juga menaruh perhatian serius pada sastra Indonesia serta memiliki hubungan baik dengan budayawan dan sastrawan Indonesia semasanya. Dalam buku berjudul Yang Datang Telanjang: Surat-surat Ajip Rosidi dari Jepang, tahun 1980-2002 (KPG) tampak jelas hubungan antar mereka berdua sarat pertukaran ide. Itu untuk menyebut contoh, selain tulisan-tulisan Profesor Bill lainnya yang tersebar di buku-buku, jurnal, prosiding seminar atau konferensi, dan media cetak seperti koran harian Kompas dan harian Pikrian Rakyat Bandung.

Dari beberapa peneliti luar negeri yang hadir dalam majelis ilmu ICJS ketika itu, Profesor Bill boleh dikata paling interaktif saat membentangkan makalahnya mengenai Kerinci, lapangan penelitian di mana dirinya menimba ilmu lebih dari 40 tahun. Beliau sosok yang ramah dan fasih berbahasa Indonesia sehingga memudahkan sesiapa saja yang ingin bertukar pikiran dengannya.

Prof. Bill di ICJS 2013. Dok. Penulis.

Belum genap lima belas hari usai mengikuti konferensi ICJS, Profesor Bill menulis artikel berjudul Jalan Bakal Hancurkan TNKS di koran Harian Jambi, 9 Desember 2013. Dalam artikel tersebut tampak jelas Profesor Bill tidak menempatkan Kerinci sebatas lapangan studi baginya untuk meraih gelar doktor antropologi, tetapi ia betul-betul menunjukkan kecintaannya pada Kerinci.

Sebagaimana isi artikel, profesor Bill memberi pendapat bukan sebagai orang luar yang tidak memikirkan nasib orang Kerinci dan seolah-olah hanya bertolak dari prinsip pendangan dunia luar bahwa hutan Kerinci merupakan paru-paru dunia. Bukan tanpa sebab ia mengutarakan pendapatnya atas perencanaan membuat jalan baru di Kerinci yang akan menghubungkan Lempur di Kerinci selatan dengan Bengkulu.

Menurutnya,  resiko dibukanya Jalan ke Kerinci, maka akan membuka peluang sebesar-besarnya bagi orang yang akan merambah hutan di kiri-kanan dengan fasilitas perhubungan yang dipermudah dengan adanya jalan. Truk besar mudah masuk, pemborong upahan orang asing akan masuk, rombongan orang liar akan masuk dengan chainsaw. Dalam beberapa tahun saja hutan akan habis.

Untuk menguatkan sudut pandangnya, Profesor Bill menyebut potensi kerusakan ekosistem hutan di Kerinci bisa seperti bencana yang dialami oleh rakyat Filipina dan Muangthai yang hutannya habis dibabat. Efek dominonya yaitu erosi, kemudian banjir yang akan menghancurkan semua tanah sawah dan ladang yang ada di Kerinci. Kemudian, dengan derasnya air mengarah ke Batang Merangin, masyarakat di hilir pun akan kena banjir bandang; mereka juga akan ditimpa kerusakan lahan pencaharian nafkah. Penyesalan nanti terlambat dan tidak ada gunanya.

Demikian sosok bersegi banyak Profesor Bill yang telah menaruh perhatian serius pada studi Bumi Sakti Alam Kerinci dan bahkan sampai di usianya yang tidak lagi muda sekarang beliau masih aktif mengajar dan menulis. Dunia sunyi yang tidak banyak diminati generasi sekarang ini.


*Sumber referensi:

0 Komentar