Emi Nopisah, Dari Ajudan Juniwati Masjchun Sofwan sampai Sekretaris DPRD Provinsi Jambi

Emi Nopisah (tengah) beserta keluarga

Oleh: Jumardi Putra*

Setiap orang memilih beristirahat setelah sekian lama bekerja. Situasi demikian itu bakal dilalui Emi Nopisah, ibu dari tiga anak ini. Betapa tidak, tepat 1 Februari 2022 dirinya memasuki masa purnatugas selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi.

Meski tinggal menghitung hari jelang purnakarya, tidak ada yang berubah dari sosok Emi Nopisah. Ia masih berkantor sebagaimana biasa. Di meja kerjanya bertumpuk berkas untuk ditelaah dan ditandatangani. Hari-harinya memastikan seluruh pegawai Sekretariat Dewan bekerja memfasilitasi tugas dan fungsi DPRD Provinsi Jambi.

Perempuan kelahiran 12 Januari tahun 1962 ini tidak menyangkal bahwa bekerja sebagai Sekretaris Dewan (Sekwan) Provinsi Jambi bukan hal yang mudah sekaligus tidak pernah ia bayangkan saat memulai karir sebagai ASN di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi tahun 1983.

Ia menceritakan saat pertama kali dirinya diminta menjadi Sekwan Provinsi Jambi oleh Gubernur Zulkifli Nurdin dan Sekretaris Daerah (Sekda) Chalik Saleh pada Januari 2009. Istri dari Johan Effendi ini tidak serta merta menyambut tawaran dari Gubernur Zulkifli Nurdin tersebut, melainkan ia meminta waktu terlebih dahulu guna berpikir sekaligus mendiskusikan dengan sang suami yang kebetulan sama-sama bekerja sebagai ASN Provinsi Jambi. Begitu juga dirinya meminta masukan langsung dari sang Gubernur, Sekda dan beberapa sejawat lainnya. 

Emi Nopisah mendampingi kegiatan DPRD Prov. Jambi (2009)

Usai menimbang secara matang, berbekal pengalaman pernah bekerja di Biro Keuangan Setda Provinsi Jambi mulai 2001 sampai 2009, barulah Wakil Ketua II Sekretaris Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ASDEKSI) periode tahun 2020-2024 ini menyanggupi amanah yang diberikan Gubernur Zulkifli Nurdin kepadanya.

“Usia saya ketika itu 47 tahun. Selama bekerja di Biro Keuangan saya kerap mengikuti pembahasan anggaran di DPRD Provinsi Jambi. Rasanya pengalaman itu cukup buat saya mengemban tugas sebagai Sekwan sekaligus menjadi jembatan penghubung antara eksekutif dengan legislatif,” imbuhnya.

Ilmu sebagai Bekal Hidup

Berkarir sebagai ASN bukan berarti Emi Nopisah melalaikan tugasnya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya. Berkat ketelatenan sekaligus perhatian terhadap tumbuh kembang anak-anaknya, penasehat Asosiasi Sekretaris DPRD Kabupaten/Kota (ASDEKSI) se Provinsi Jambi ini berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.

“Kami dikaruniai tiga orang anak. Si sulung bernama Ryan Ramadan, sekarang ia bekerja sebagai dokter spesialis jantung. Kedua, Saskia Meisyarah, sekarang ia bekerja di BPJS Kesehatan dan si bungsu Mindy Magfira sedang menyelesaikan tesis bidang psikologi di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung,” ungkapnya. 

Urusan pendidikan bagi Emi Nopisah berlaku mutlak. Hal itu sejalan dengan pesan ayahnya, Ibrahim Yunus (almarhum), yang kebetulan seorang tentara, berpesan jangan meninggalkan semata harta warisan untuk anak-anak, tetapi bekali mereka dengan ilmu. Itulah sebaik-baiknya bekal mereka mengarungi kehidupan kelak.

Emi Nopisah merampungkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN I/IV tahun 1973, lalu SMP I tahun 1976 dan berlanjut ke SMAN 3 pada 1980. Ketiga sekolah tersebut berada di Kota Jambi. Tidak cukup sampai di situ, di tahun yang sama ia melanjutkan kuliah di jurusan pertanian Universitas Jambi. Namun, diakuinya hanya berlangsung selama tiga bulan lantaran ia memilih mengikuti tes penerimaan pendidikan sarjana muda (BA) di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Jambi. 

Usai menempuh pendidikan APDN tahun 1984, perempuan yang akrab dipanggil Emi ini bekerja sebagai ASN di lingkup pemerintah Kabupaten Batanghari selama 1 bulan plus 9 hari. Lepas itu, ia mengikuti tes penerimaan ajudan Ibu Juniwati, istri Gubernur Jambi Masjchun Sofwan.

Emi Nopisah saat menempuh pendidikan APDN Jambi (1984)

“Mengetahui diterima sebagai ajudan ibu Gubernur perasaan saya ketika itu bercampur aduk, sebab akan bekerja ekstra mendampingi tugas istri seorang kepala daerah. Sementara pengalaman saya sendiri masih minim saat itu. Tetapi, tugas adalah tugas. Alhamdulillah saya bisa melaluinya. Bahkan, banyak kenangan saya bersama pak Gubernur Masjchun Sofwan dan ibu Juniwati Masjchun yang sulit dilupakan sampai sekarang,” imbuhnya.

Setelah menjalani tugas sebagai ajudan istri Gubernur Jambi selama dua tahun, Emi Nopisah melanjutkan pendidikan S1 di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta tahun 1986 hingga berhasil menyelesaikannya pada 1988. Berselang 19 tahun setelahnya, di tengah kesibukan sebagai Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi Jambi, barulah Emi Nopisah melanjutkan studi magister manajemen, pascasarjana Fakultas Ilmu Ekonomi, Universitas Jambi, mulai 2009 sampai tahun 2011.

Emi Nopisah (tengah) saat wisuda IIP tahun 1988

Berganti Gubernur

Karir Emi Nopisah dimulai dari bawah. Ia mulai dipromosikan menjadi Kepala Sub Bagian (Kasubag) penyusunan program Biro Lingkungan Hidup tahun 1989, berlanjut menjadi Kepala Seksi (Kasi) lingkungan Dinas Pertambangan tahun 1991, lalu Kepala Bagian (Kabag) data dan analisis tahun 2001 Biro Pemberdayaan Perempuan, kemudian menjadi Kabag pembukuan tahun 2002 dan Kabag verifikasi tahun 2005 hingga dipercaya mengepalai Biro Keuangan Setda Provinsi Jambi pada tahun 2007 sampai 2009.

Selanjutnya, Emi Nopisah dilantik sebagai Sekwan DPRD provinsi Jambi oleh Gubernur Zulkifli Nurdin pada Januari 2009, tepatnya di penghujung masa kepemimpinan Ketua DPRD Provinsi Jambi Zoerman Manaf (2004-2009), berlanjut ke Efendi Hatta (2009-2014), lalu Cornelis Buston (2014-2019) dan sampai sekarang Edi Purwanto (2019-2024).

“Karir saya sebagai ASN di Provinsi Jambi tidak terlepas berkat bantuan sekaligus kepercayaan dari bapak Chalik Saleh selaku Sekda masa Gubernur pak Zukifli Nurdin. Saya berterima kasih kepada Pak Gubernur dan Pak Sekda atas jasa baik mereka berdua sehingga saya benar-benar bisa menimba pengalaman berharga selama bekerja dan mengabdi sebagai ASN,” tuturnya. 

Emi Nopisah bersama Gubernur Fachrori Umar

Putri dari Ibu Siti Asiah ini mengakui meniti karir di tengah gelombang kepemimpinan dengan pergantian Gubernur Jambi yaitu mulai dari Gubernur Masjchun Sofwan periode kedua pada 1984 sampai Gubernur Al Haris sekarang.

“Pak Maschjun Sofwan orangnya tegas, disiplin dan detail. Beliau juga mengapresiasi bawahannya bila bekerja baik. Khusus masa Gubernur Abdurrahman Sayoeti saya melanjutkan kuliah S1 di IIP Jakarta sehingga tidak banyak bersinggungan langsung dengan beliau. Barulah masa Gubernur Zulkifli Nurdin saya kembali bekerja sampai Gubernur Hasan Basri Agus (HBA), berlanjut ke Gubernur Zumi Zola, lalu pak Fachrori Umar dan sampai sekarang pak Al Haris,” ujarnya.

Bagi Emi Nopisah masing-masing Gubernur Jambi memiliki model kepemimpinan masing-masing. Mereka telah berbuat untuk pembangunan Provinsi Jambi. Menurutnya, Gubernur berlatar belakang birokrat memiliki keunggulan tersendiri memimpin daerah seluas dan semajemuk Jambi ini.  

“Harus kita akui di sana-sini masih ada yang perlu diperbaiki. Saya menaruh harapan kepada bapak Gubernur Al Haris semoga Provinsi Jambi bisa lebih baik lagi. Gubernur tidak bisa bekerja sendirian. Perangkat daerah yang bertugas membantu Gubernur harus bekerja maksimal mewujudkan visi-misi Jambi MANTAP 2021-2024,” harapnya.

Emi Nopisah (tengah) semasa pendidikan di APDN bersama HBA (kanan) antara tahun 1980-1984

Setelah Pensiun  

39 tahun bekerja sebagai ASN di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi merupakan pengalaman berharga bagi Emi Nopisah. Perjalanan panjang yang mengajarkan dirinya bagaimana bangkit dari jatuh dan berdamai dengan pelbagai keadaan.

Baginya bekerja sebagai ASN adalah juga mengabdi kepada Negara dan daerah tercinta. Merujuk pengalaman dirinya, Emi Nopisah menghimbau ASN muda sekarang tidak semata memburu pangkat dan jabatan. Namun, bekerja sunggguh-sungguh disertai inovasi sehingga jabatanlah yang akan menghampiri. Ia meyakini masih ada pimpinan pada level dan tingkatan apapun yang akan mempromosikan pegawainya yang berkualitas dan berkeperibadian unggul ke level yang lebih tinggi.

"Ke mana Emi Nopisah usai pensiun, akankah bergabung ke dalam partai politik?" tanya saya spontan. Diakuinya pertanyaan demikian itu kerap ia terima, lebih-lebih jelang masa purnatugas. Perempuan berusia 60 tahun ini mengatakan belum memiliki niat bergabung ke dalam partai politik. Masa pensiun merupakan waktu terbaik bagi dirinya fokus mengurusi keluarga, memantabkan ibadah dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Selebihnya, ia ingin melakoni hobi yang selama ini gagal terealisasi lantaran kesibukan dirinya baik sebelum atau semasa bertugas sebagai Sekwan DPRD Provinsi Jambi yaitu memasak dan berkebun.

“Saya suka memasak dan berkebun. Dua hobi itu akan saya lakukan mengisi masa pensiun bersama suami, anak-anak dan cucu,” pungkasnya tersenyum.


*Wawancara penulis bersama Emi Nopisah, Sekwan DPRD Provinsi Jambi, dilakukan pada hari Selasa, 24 Januari 2022. Tulisan ini terbit pertama kali di portal www.jamberita.com

Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:

1) Darurat Demokrasi: Memaknai Persinggungan Cendekiawan dan Politik

2) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?

3) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan

4) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan

5) Persoalan Fundamental di Ujung Kepemimpinan Al Haris-Sani

6) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi

7) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023

8) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024

9) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

10) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

11) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

12) Meneroka Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

13Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

14) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

15) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana

16) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi

17) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

18) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

19) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

20) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik

0 Komentar