Oleh: Jumardi Putra*
Buku berjudul 65 Tokoh: Perspektif Pemikiran Membangun Jambi pertama kali saya ketahui saat penyerahan secara simbolik oleh Ketua Badan Musyawarah Keluarga Jambi (BMKJ) Nasional, Syafril Nursal, kepada Gubernur Jambi dan Ketua DPRD Provinsi Jambi di sela rapat paripurna istimewa HUT Provinsi Jambi Ke 65 di ruang paripurna DPRD Provinsi Jambi (6/1/22).
Sempat terlintas di pikiran saya ketika itu harusnya buku tersebut juga diberikan kepada seluruh tamu undangan sehingga bisa dibawa pulang ke rumah lalu dibaca. Keinginan saya segera memiliki buku itu tersebab penasaran sosok tokoh beserta isinya.
Berselang dua hari lepas perayaan HUT Provinsi Jambi barulah saya
mendapatkan buku tersebut berkat kebaikan Muslimin Tanja, Ketua BMKJ DKI Jakarta.
Lebih kurang dua jam dalam sekali duduk saya menuntaskan buku setebal 206
halaman ini, yang akan menjadi bahasan dalam catatan kali ini.
Saya menyambut baik kehadiran buku ini. Publik di Jambi bisa
mengetahui sesama warga Jambi yang memilih tinggal dan meniti karir di
perantauan baik dalam maupun luar negeri dengan segala dinamikanya. Mereka
tumbuh berkembang jauh dari tanah kelahiran tanpa lupa jalan pulang. Mereka
yang tergabung di dalam buku ini datang dari beragam latar belakang profesi dan pendidikan, sebut saja seperti akademisi, birokrat, pengacara, pengusaha,
jurnalis, dokter, aparat penegak hukum dan keamanan (Polisi, kejaksaan dan
TNI), atlet/olahragawan, komedian dan para profesional lainnya.
Beberapa nama tokoh di buku ini baru saya ketahui sosok dan kiprahnya,
tetapi sebagian lainnya sudah saya ketahui saat masih studi di Yogyakarta.
Secara usia sosok paling sepuh yang termuat dalam buku ini merupakan kelahiran
tahun 1940 sampai yang paling muda kelahiran tahun 1992. Dengan kata lain, rentang
waktu yang menampung fragmen-fragmen pengalaman sekaligus pemikiran para tokoh
dalam meneropong perjalanan Provinsi Jambi dari tempo dulu sampai kiwari.
Buku berjenis hardcover dan full colour ini
memuat pandangan 65 tokoh Jambi disertai perjalanan singkat karir mereka masing-masing, kritik dan harapan untuk Provinsi Jambi di usianya ke 65.
Ibarat diri (subjek), usia 65 jelas usia yang telah melewati perjalanan yang
panjang, lengkap dengan segala macam ujian dan rintangan.
Memang buku ini tidak dibuat laiknya karya ilmiah maupun
opini/artikel populer dalam bentuknya yang ketat baik dari segi topik,
sistematika tulisan, dan dukungan data, melainkan ditulis sebagaimana pembaca
mengenal tulisan-tulisan di rubrik tokoh/sosok di surat-surat kabar nasional
maupun lokal di akhir pekan.
Maka tak heran pembaca akan mudah menjumpai romantisme para tokoh
tentang tanah kelahirannya, masa kecil yang indah, suasana kampung halaman yang
asri, riak-ria sungai yang dirindukan, disiplin dan kerja keras,
ekonomi keluarga yang sulit, doa dan didikan orangtua, jatuh-bangun meraih
cita-cita, dan situasi daerah yang jauh dari kehadiran moda transportasi maupun
media telekomunikasi canggih pada masanya.
Romantisme yang demikian itu jelas sulit dielakkan karena memang
para tokoh di buku ini memiliki kampung halaman, dan itu artinya menyimpan
kenangan, pengalaman (pahit dan manis menjalani kehidupan), tetapi saripati
yang harus diambil oleh pembaca dari kisah para tokoh ini tidak lain adalah
proses panjang mereka hingga sukses sampai pada tahap sekarang dan
berkontribusi bagi masyarakat luas.
Kehadiran buku semacam ini adalah tradisi baik untuk dijaga dan
dirawat, dan karenanya perlu sokongan dari banyak pihak dan lembaga dalam
rangka membersamai perjalanan pembangunan Provinsi Jambi ke depan. Saya
berharap membersamai perayaan HUT Provinsi Jambi ke depan akan muncul buah-buah
pikiran segar dari warga Jambi tentang masa depan tanah kelahiran mereka dengan
tetap kritis, konstruktif dan terlibat menjadi bagian dari agen
perubahan.
Menimbang masifnya penggunaan internet sekarang, galibnya kendala
biaya mencetak buku, ke depan bisa terjawab membuatnya dalam bentuk e-book. Apa sebab? Selain
tidak membutuhkan ongkos yang besar juga bisa diakses secara luas oleh masyarakat
di Provinsi Jambi. Apatahlagi data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) tahun 2020 menunjukkan jumlah pengguna internet di provinsi
Jambi sebanyak 2.385.325 orang. Dengan demikian, penyebarluasan produksi
pengetahuan melalui internet menjadi lebih efektif dan menjanjikan. Meski saat
bersamaan kita menyadari bahwa jumlah pengguna internet yang meningkat dari
tahun ke tahun tidak secara otomatis meningkatnya budaya membaca. Maka, tugas
kita bersama untuk tiada henti memasyarakatkan budaya melek literasi
digital.
Isi Buku Pemikiran 65 Tokoh
Pilihan
65 tokoh di buku ini diakui panitia bersamaan perayaan HUT Provinsi Jambi Ke 65
pada tahun 2022 ini. Sepintas alasan tersebut tepat, tetapi bila dipikirkan
secara mendalam ada banyak celah untuk menjadikannya lebih dari sekadar
menyesuaikan usia pendirian provinsi Jambi ke 65 (6 Januari 1957-6 Januari
2022).
Pertama, angka 65 sejatinya bisa merujuk jumlah topik tulisan dari
para tokoh Jambi di perantauan yang memiliki pengalaman maupun profesi yang
beragam tanpa harus membatasi jumlah sosok tokoh sebanyak 65 orang pula. Begitu
juga dari latar belakang tokoh, buku ini masih menggabungkan tokoh kelahiran
Jambi dengan tokoh yang pernah bekerja di Provinsi Jambi. Tentu saja
pengkategorian ini tidak berlaku mutlak, tetapi bisa menjadi alternatif untuk
menampung sebanyak mungkin tokoh/idividu yang kerja, dedikasi maupun pemikiran
mereka berguna bagi pembangunan Provinsi Jambi.
Kedua, sosok/tokoh di buku ini belum senafas dengan agenda pengarusutamaan gender. Artinya tokoh di buku ini masih didominasi kaum lelaki sebanyak 57 orang dan perempuan hanya berjumlah 8 orang. Ketiga, dari segi latar belakang sosok tokoh belum seimbang. Unsur akademisi 9 orang, TNI/Polri 4 orang, birokrat/pemerintahan sebanyak 10 orang, profesional 33 orang, dan penguasaha sebanyak 8 orang. Keempat, pengelompokan sosok tokoh sebagaimana point ketiga masih perlu dikerucutkan, seperti sebut saja profesi jurnalis, dokter atau tenaga kesehatan, penceramah, atlet atau olahragawan, pengacara/advokat, komedian, dan lain-lain.
Kelima, konsep buku bisa dibuat dalam dua format yaitu
pertama memuat profil sosok/tokoh Jambi yang ditulis oleh sekelompok penulis
dan kedua bunga rampai berisikan pemikiran langsung dari tokoh. Agaknya dengan
alasan tertentu panitia memilih strategi penyajian keduanya serempak dalam
sebuah buku seperti yang kita baca dari buku ini. Cara demikian itu tentu
memiliki kelemahan tersendiri karena pembaca tidak mendapatkan asupan gagasan
secara runtun dari para tokoh.
Lima hal yang saya sebutkan di atas jelas memiliki konsekuensi
baik dari segi waktu, biaya dan persiapan teknis-non teknis lainnya. Belum lagi
kesibukan masing-masing tokoh. Sementara diakui oleh panitia buku ini mulai
dikerjakan tanggal 27 Agustus 2021. Artinya, belum genap setengah tahun. Tidak
heran bila penyajian 65 pemikiran tokoh Jambi di perantauan ini masih diakui
oleh panitia menemukan kendala. Selain itu, yang tidak kalah penting yaitu panitia belum menjelaskan secara
gambalang argumentasi penyusunan substansi isi buku dan proses seleksi para tokoh yang
diikutkan ke dalam buku. Siapa tokoh Jambi perantauan? Apa kriteria penentuan tokoh-tokoh tersebut?
Saya yang pernah bekerja sebagai editor di sebuah
penerbitan buku di Yogyakarta bisa memahami kondisi demikian itu, tapi
justru di situlah tantangannya. Menghimpun para tokoh dengan latar belakang
profesi dan keilmuan yang beragam meniscayakan pijakan konseptual yang
kokoh sehingga dapat merajut jalinan antar satu gagasan dengan gagasan lainnya
untuk sampai pada satu gagasan pokok yang dapat menjadi sumbangan berharga bagi
pemerintah Provinsi Jambi maupun masyarakat Jambi secara luas.
Secara umum baik pandangan, kritik dan harapan para tokoh di buku
ini tidak lain dan tidak bukan untuk kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat Provinsi Jambi. Membaca deretan pengalaman, keilmuan
dan profesi yang mereka geluti dapat pembaca rasakan adanya letupan rasa cinta
pada Provinsi Jambi yaitu tanah kelahiran maupun tempat sebagian dari mereka
yang pernah bekerja di Bumi
Pucuk Jambi Sembilan Lurah.
Para tokoh di buku ini mengamini Provinsi Jambi telah dianugerahi
oleh Allah SWT berupa kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah, tetapi
itu tidak cukup untuk mengejar ketertinggalan Jambi dari daerah-daerah maju
lainnya di tanah air. Pembangunan Provinsi Jambi harus melibatkan pemerintah
pusat, pemerintah Kabupaten/kota dalam provinsi, serta pihak swasta,
masyarakat, dan tentu saja kolaborasi dengan daerah-daerah lain baik dalam
maupun luar pulau Sumatra.
Mereka juga menyadari bahwa menjadikan APBD sebagai satu-satunya
sumber keuangan penyelenggaraan pemerintah daerah jelas tidak akan mampu. Toh,
dari APBD yang terbatas itu pun masih dirasa belum sepenuhnya dirasakan
langsung manfaatnya oleh masyarakat. Pendapatan harus terus dioptimalisasi.
Realisasi belanja harus tepat sasaran. Potensi kebocoran APBD harus
betul-betul diantisipasi melalui skema evaluasi dan pengawasan oleh APIP dan
lembaga penegak hukum sesuai tugas dan kewenangan masing-masing secara
menyeluruh dan berkelanjutan.
Maka, di titik itulah kepiawaian seorang kepala daerah bersama tim
skuadnya (OPD) diuji untuk mampu mendatangkan investor ke Jambi dalam rangka
percepatan pembangunan dengan cara membuka seluas-luasnya lapangan
pekerjaan, transfer
of knowledge terhadap pengetahuan bersifat spesifik, hadirnya
kelompok usaha muda, bertambahnya tenaga kerja produktif dan mumpuni.
Begitu juga pemanfaatan era digital sebagai jalan “baru”
kebangkitan ekonomi daerah dan sekaligus mewujudkan efektifitas dan efisiensi
penyelengaraan pemerintah daerah dimulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban. Tidak kalah penting juga
memastikan pembangunan Provinsi Jambi sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan konsisten berpijak pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) serta
memutus matarantai konflik lahan yang masih meluas dengan cara terciptanya
pendistribusian hasil kekayaan sumber daya alam kepada masyarakat secara adil,
pemanfaatan potensi mineral dan energi baru dan terbarukan, peningkatan
produktivitas sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan berbasis potensi daerah,
pelestarian seni budaya dan pengarusutamaan pariwisata berbasis karakter lokal
yang terintegasi dengan para pihak yang senafas serta peningkatan kualitas
penyelenggaraan keolahragaan daerah dan pemberdayaan kaum perempuan.
Puncak percikan pemikiran, kegelisahan dan harapan para tokoh di
buku ini hemat saya bertumpu pada komitmen pemerintah daerah terhadap
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan berkeperibadian unggul
melalui pendidikan dan pembangunan bidang infrastruktur yang terencana, terukur
dan terintegrasi antar wilayah sehingga benar-benar memberikan efek ganda bagi
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Provinsi
Jambi.
Membaca buku ini mengingatkan pada obrolan saya dengan
beberapa warga Jambi di perantauan di sebuah kafe di ibu kota pada medio
November tahun 2020 di kedai Bakoel Koffie di jalan Cikini Raya, Menteng,
Jakarta Pusat (baca di sini: Suatu Hari Tentang Jambi di Bakoel Koffie Cikini),
yaitu mengharumkan nama Jambi bukan hanya menjadi tugas (apalagi beban)
individu-individu yang lahir dan bermukim di Jambi. Provinsi Jambi justru akan
terus maju dan ikut berkontribusi pada lapangan yang lebih luas di republik ini
maupun di kancah global berkat kiprah putra-putri daerahnya yang tinggal di
banyak tempat baik dalam maupun luar negeri. Jayalah Jambiku!
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal www.kajanglako.com dan portal www.jamberita.com
Berikut nama-nama 65 Tokoh di buku ini:
AKADEMISI
- Erwin Amiruddin
- Fatwa Adikusuma
- Firwan Tan
- Hasriadi Mat Akin
- Johanner Sitompul
- Havidz Aima
- Shinta Amalina Hazrati Havidz
- Zainal Rafli
- Zulkoflie Abbas
0 Komentar