sumber foto: Yoseph Kelik Perihayanto/Tribunjambi |
Keberadaan buku tentang Jambi ada banyak. Hanya saja perlu dikategorisasi agar lebih mudah menyusunnya. Lagipula tidak semua buku tentang Jambi tersedia di toko-toko buku. Ini diungkap Jumardi Putra, pegiat literasi budaya dan sejarah dari Seloko Institute.
Menurutnya,
ada kesepakatan tidak tertulis yang mengakui bahwa sumber tulisan soal Jambi
itu masih sangat terbatas.
"Dari
yang terbatas itu didominasi peneliti asing yang umumnya banyak berbahasa
Belanda atau Bahasa Inggris," ujarnya.
Selain itu ada
juga tentang Jambi meski hanya selayang pandang. Jadi, belum jadi perhatian
penuh soal Jambi. Seperti karya tulis Anthony Reid, Wolters, William Marsdeen,
Edwin M Loeb, dan Tome Pires.
Mereka
kebanyakan membahas sejarah Sumatera namun ada juga terbit di jurnal-jurnal
internasional.
"Banyak
tulisan soal Jambi yang masih dalam bentuk penelitian dan belum dibukukan atau
diterbitkan ulang," ungkap Jumardi Putra.
Juga ada
buku Elsbeth Lochter-Scholten berjudul Kesultanan Sumatera dan negara kolonial:
Hubungan Jambi - Batavia 1839 1907.
"Buku itu
kritis menelanjangi aspek imperialisme dari batavia ke Jambi. Baik dalam posisi
positif atau negatif bahkan memberikan kita gambaran sosok orang penting dalam
perjalanan sejarah Jambi," bilang Jumardi.
"Termasuk
sosok Sultan Thaha ditulis Belanda sebagai sosok yang susah diajak kompromi dan
berbeda dengan pendahulunya, dan membuat kita tahu betul mengapa Belanda ingin
sekali menghabisi Sultan Thaha," tambah Jumardi.
Selain itu
kata Jumardi, ada pula buku yang ditulis Barbara Watson Andaya, yang berjudul
Hidup Bersaudara Sumatera Tenggara, abad 17 dan 18. Buku tersebut memperlihatkan
kontak ulu-ilir perdagangan antara Jambi dan Palembang.
"Waktu
itu ada perdagangan lada, merica dan hubungan dua daerah ini seperti saudara
sekaligus pertentangan ulu dan ilir dalam usaha mengontrol lalu lintas
perdagangan," terangnya.
Selain itu
ada buku klasik yang ditulis sekitar abad 6 atau 7 masehi, yaitu Catatan
I-Tsing. Catatan I-Tsing adalah catatan biksu I-Tsing dalam perjalanan dari
Cina ke India lalu singgah di kerajaan Melayu yang disebut Jambi hari ini.
"Ia
juga singgah di sriwijaya. Ini juga dianggap buku catatan dan sumber awal
melayu kuno. Karena berdasarkan berita dari Cina dan apa yang ia temui selama
singgah di Melayu," ungkapnya.
Selain itu
ada juga Kitab Tanjung Tanah yang ditulis Uli Kozok. "Buku ini penting
sekalian karena menyibak apa yang kita dengar sebagai naskah melayu tertua di
sebuah kampun di Kerinci. Naskah ini berisi aturan hukum yang dipakai
masyarakat saat itu dan ditulis di keraton Dharmasraya yang saat itu jaya di
abad 13-14," terang Jumardi.
"Buku
ini selalu jadi perbincangan hangat katena menandakan masyarakat melayu punya
hukum dan aksara sendiri," katanya.
Terkait buku
tentang Jambi dari sisi jaringan ulama di Jambi ada buku yang ditulis Ali Muzakir,
dosen UIN Sultan Thaha dan dari genre sastra ada Meilani K. Tansri yang banyak
novelnya diterbitkan oleh Gramedia.
Jumardi
menyebutkan masih banyak lagi penelitian tentang Jambi yang belum dibukukan
atau belum dibukukan ulang.
*Artikel ini ditulis oleh jurnalis Jaka Hendra Baittri dan telah terbit di TribunJambi.com pada Senin, 27 Mei 2019 dengan judul Banyak Kesepakatan Tak Tertulis Tentang Jambi Perlu Dibukukan Ulang dan Minimnya Buku Sejarah Jambi
0 Komentar