Penulis di RBAT, 6 September 2022 |
Oleh: Jumardi Putra*
“Kita punya satu kata yang hilang dalam dunia pendidikan yaitu kemandirian. Dan yang saya maksud dengan kemandirian adalah kebebasan berpikir, bersikap dan berpendapat”.
Makjleb! Kalimat autokritik berdampingan foto lukisan almarhum Prof. H.A.R. Tilaar berukuran cukup besar di dinding yang didominasi warna putih itu saya jumpai saat pertama kali menginjakkan kaki di lantai III gedung Ruang Belajar Alex Tilaar (disingkat RBAT) beralamat di Jalan KH. Wahid Hasyim nomor27, Jakarta Pusat, belum lama ini, tepatnya tanggal 6 September 2022.
Mulanya saya mengetahui keberadaan RBAT setelah saya membaca buku karya kolaboratif J. Sumardianta dan Dhitta Puti Sarasvati berjudul Guru Posting Berdiri, Murid Update Berlari: Transformasi Pendidik Zaman Kerumunan Virtual (Divas Press, 2022), pada halaman 128-132.
J. Sumardianta adalah seorang Guru sekolah menengah atas di Yogyakarta yang jago menulis serta meresensi buku-buku bermutu. Di buku tersebut ia menceritakan pengalamannya setahun lalu mengikuti peluncuran RBAT yang secara khusus menyimpan ribuan koleksi buku milik Prof. H.A.R. Tilaar, seorang profesor bidang pendidikan di Universitas Nasional Jakarta (UNJ).
Mendapat informasi bahwa RBAT baru seumur jagung dibuka untuk umum, tepatnya pada 16 Juni 2021, saya mengatakan kepada diri saya bila Tuhan berkehendak, insyAllah, suatu saat saya pasti berkunjung ke ruang belajar tersebut. Apatahlagi, jauh sebelum itu, tepatnya semasa di Jogja, dalam rentang waktu tahun 2003-2009, karya pemikiran lelaki kelahiran 16 Juni 1932 itu dalam bentuk buku kerap saya baca untuk keperluan memenuhi tugas kuliah, mengisi diskusi dan menulis artikel di koran-koran seputar dunia pendidikan.
Koleksi Buku di RBAT |
Api semangat mengunjungi tempat-tempat senafas RBAT itu lebih karena saya ingin belajar pada setiap individu, kelompok, dan lembaga yang mencintai buku dan dunia pemikiran dengan segala pernak-perniknya. Tak syak, beberapa perpustakaan di Jakarta telah saya kunjungi, sebut saja seperti Perpustakaan dan Arsip Nasional RI, Perpustakaan LIPI (kini BRIN), Perpustakaan Kemendikbud RI, Perpustakaan Erasmus Huis-bagian dari Kedutaan Belanda, Perpustakaan Goethe Institute-bagian dari pusat kebudayaan Jerman, Perpustakaan Universitas Paramadina, Perpustakaan Unika Atmaja dan Ben & Nafsiah Mboi Collection, Perpustakaan Museum Proklamasi Kemerdekaan RI, Perpustakaan Freedom Institute, Pusat Data Sastra HB Jassin, Perpustakaan Historia, dan Perpustakaan Penerbit Yayasan Obor Indonesia (YOI). Catatan-catatan kunjungan saya ke tempat-tempat tersebut dan atau tempat sejenisnya seperti lembaga pusat studi maupun toko buku di beberapa daerah di tanah air, bisa dibaca di website saya: www.jumardiputra.com.
Gayung pun bersambut, tanggal 6 September 2022, di sela kegiatan selama di Jakarta, saya menyempatkan diri ke RBAT menggunakan gojek dari arah Cikini menuju RBAT di Jalan Wahid Hasyim hanya dengan mengocek dana sebesar Rp.14.000. Tidak ada kendala yang saya temui dari dan menuju RBAT. Lancar jaya disertai langit pagi Jakarta yang cerah minim polusi.
Sesampai di gedung RBAT saya segera melapor ke security di pos Satpam, dan mengutarakan niat saya mengunjungi Ruang Belajar H.A.R. Tilaar. Tanpa panjang kalam, pak Satpam (saya lupa menanyakan namanya) langsung mengantar saya menuju pintu lif gedung sembari memberitahu ruang yang hendak saya tuju berada di lantai III.
Baru saja menginjakkan kaki di lantai III, saya bersua Mbak Aninda, pegawai yang hari-hari bertugas membantu seluruh keperluan tamu selama berada di ruang Belajar H.A.R. Tilaar. Dengan ramah Mbak Aninda mengucapkan selamat datang kepada saya. Kami pun melanjutkan obrolan terutama seputar seluk beluk RBAT.
Ruang Belajar H.A. Tilaar |
Syahdan, lantai III RBAT dipenuhi rak-rak berisikan buku-buku peninggalan Prof. H.A.R. Tilaar semasa hidup. Lebih kurang 10.000 jumlah buku di sini, begitu kata Mbak Aninda kepada saya. Sebelum menyusuri seisi ruangan RBAT, saya terlebih dahulu mendaftarkan diri sekaligus mengisi daftar tamu serta mengutarakan maksud dan tujuan saya. Kehadiran saya ketika itu sebagai profesional, bukan mahasiswa atau individu yang tengah melakukan penelitian. Sebagai tamu profesional saya diharuskan membayar uang masuk sebesar Rp.50.000. Saya tidak keberatan, di samping masih terjangkau, juga karena menghormati dedikasi almarhum Prof. H.A.R. Tilaar di bidang pendidikan semasa hidup. Apatahlagi saya memahami bahwa biaya perawatan koleksi buku-buku tersebut jauh lebih besar. Benar adanya, menyadari hal tersebut RBAT telah didesain selain memiliki fungsi sosial, dikelola secara profesional juga memiliki fungsi komersial dengan tetap berpijak pada visi-misi pemikiran Prof. H.A.R. Tilaar yang tutup usia pada tanggal 30 Oktober 2019.
Usai merampungkan urusan administratif, saya dipersilahkan oleh Mbak Aninda menikmati koleksi buku di RBAT. “Bila ada keperluan, sila hubungi kami pak,” ujar Mbak Aninda. Fasilitas RBAT bagi pengunjung boleh dikata cukup memadai. Full AC, televisi, Wifi, snack dan air minum baik dingin atau hangat disediakan. Musik instrumen dengan volume kecil terdengar sebagai pengiring waktu selama pengunjung berada di RBAT. Musik lebih bersifat kondisional. Yang jelas selama saya di RBAT minim dan bahkan tidak ada gangguan.
Saya melihat konsep tata ruang RBAT mengadaptasi konsep co-working space dan ruang baca. Susunan interior dan suasana yang terbangun di dalamnya mendukung untuk kebutuhan pekerjaan maupun kegiatan belajar. Kombinasi suasana perpustakaan dan kantor mengakomodasi pelbagai kebutuhan yang meniscayakan tempat yang nyaman, asyik dan aman.
Desain RBAT |
Selain disiapkan kursi dan meja beragam ukuran bagi pengunjung untuk membaca dan menulis, terdapat juga kursi berbusa bila ingin membaca santai beralas karpet lembut di lantai. Tidak jauh dari situ, terdapat poster berukuran besar potret Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara disertai kata bernasnya yaitu “Jadikan setiap tempat adalah sekolah, dan setiap orang adalah guru”.
Bila pengunjung berkeliling di RBAT akan mudah menjumpai foto-foto Prof. H.A.R. Tilaar disertai beberapa potong kalimat bijak, sebut saja seperti tertulis di dinding ruangan di atas rak buku yaitu “Buku adalah buah pemikiran saya yang abadi. Saya tidak abadi, maka saya berharap suatu saat buku yang saya tulis bisa bermanfaat untuk masyarakat Indonesia”, “Manusia mewujudkan kemanusiaanya melalui pendidikan dan pendidikan itu terjadi dalam suasana kemerdekaan”, dan “Intelektualisme yang hanya mementingkan akal manusia tanpa diarahkan oleh nilai-nilai susila (etika), tidaklah mustahil merupakan bahaya bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri”.
Saya benar-benar tersentak membaca dan merefleksikan kalimat bijak dari Prof. H.A.R. Tilaar tersebut. Bukan tanpa sebab, mengingat dunia pendidikan kita hari ini masih belum sepenuhnya berhasil menjalankan misi sucinya sebagaimana tercermin dalam pikiran-pikiran Prof. H.A.R. Tilaar. Mengutuk poret buram dunia pendidikan dewasa ini jelas bukanlah solusi, melainkan menjadi tugas kita semua untuk merajut asa merenda juang agar pendidikan nasional tetap berjalan sebagaimana telah digariskan di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
Prof. H.A.R. Tilaar bersama Istri, Dr. (HC) Martha Tilaar |
Selain kalimat bijak dari Prof. H.A.R. Tilaar, pengunjung juga akan menjumpai kalimat bijak dari tokoh lain seperti Prof. Winarno Surachmad berbunyi, “Tanpa kepalsuan, menjadi guru artinya ibadah tanpa kemunafikan, ikrar seorang guru adalah kemanusiaan”. Selanjutnya ada kalimat bijak dari Herbert Spencer, “The great aim of education is not knowledge but action” dan Margaret Fuller mengatakan, “Today a Reader, Tomorrow a Leader”. Saya pikir kalimat bernas tersebut layak untuk kita refleksikan menimbang potret penyelenggaraan pendidikan kita dewasa ini.
***
Tidak lama setelah saya, datang seorang pengunjung. Kami tidak sempat berbicara, karena sama-sama sedang membaca buku. Hemat saya, RBAT tidak hanya cocok sebagai tempat membaca dan menulis, melainkan juga sebagai titik temu yang menghubungkan relasi-relasi profesional dengan fasilitas yang mendukung pekerjaan, juga menjadi ruang temu untuk bersosialisasi dan berdiskusi didukung fasilitas seperti Coffee Shop, WiFi, akses buku-buku bermutu, kursi-kursi yang nyaman untuk kebutuhan personal maupun kelompok.
Sepengamatan saya, meski Prof. H.A.R. Tilaar banyak memberi perhatian pada bidang pendidikan, koleksi buku beliau tidak hanya seputar pendidikan. Ada buku-buku bagus dan jelas berbiaya mahal bila kita ingin mengoleksinya yaitu pelbagai ensklopedi dunia berbagai tema, buku-buku filsafat, ekonomi, politik, antropologi, sosiologi, hukum, lingkungan, dan sastra. Sebagian besar buku-buku tersebut berbahasa asing. Tema pendidikan memang tampak mendominasi dari seluruh isi rak buku yang ada di RBAT. Selain itu terdapat juga majalah, jurnal, laporan penelitian, buku-buku diktat keperluan kuliah, dan jenis dokumentasi ilmu pengetahuan lainnya. Umumnya koleksi buku-buku tersebut berangka tahun lama, dan jelas sangat bermanfaat bagi generasi jauh setelah Prof. H.A. Tilaar, seperti saya.
Selama di ruang RBAT, setelah menyusuri rak-rak buku, saya memilih tiga buku untuk saya baca secara acak yaitu Guru Kita: Artis Karakter dan Kecerdasan, memuat catatan kritis-reflektif perjalanan profesi guru di lintasan panjang perjalanan Republik Indonesia karya Prof. H.A.R. Tilaar, buku berjudul After the Education Wars: How Smart Schools Upend the Business of Reform karya Andrea Gabor serta buku berjudul The Antonio Gramsci Reader: Selected Writings 1916-1936 edited by David Forgas. Kenapa saya lebih memilih tiga buku itu? Belum dalam kesempatan ini saya bentangkan.
Buku yang saya baca di RBAT |
Satu jam lebih tidak terasa saya di RBAT. Saya selanjutnya melihat dari dekat salah satu sisi bagian dari ruangan di lantai III tersebut yaitu kursi dan meja kerja peninggalan Prof. H.A.R. Tilaar semasa hidup. Di atas meja tersebut terdapat beberapa karya tulisnya dalam bentuk buku yang menjadi rujukan para akademisi bidang pendidikan di tanah air. Di atas meja itu juga terdapat sebuah mesin tik tua, alat yang biasa dipakai oleh Prof. H.A. Tillar menulis buku, makalah, jurnal maupun artikel untuk diterbitkan di koran-koran. Tidak hanya itu saja, di atas meja itu juga terdapat beberapa surat dan buku catatan pribadi H.A.R. Tilaar semasa menjadi pengajar di kampus UNJ. Tampak jelas goresan tangan beliau di buku-buku catatan pribadi tersebut.
Dinding kaca di belakang meja peninggalan almarhum dihiasi dengan foto-foto Prof. H.A.R. Tilaar, beberapa potong kalimat bijak dan bukti beberapa penghargaan atas dedikasi dan konsistensinya di bidang pendidikan yang ia terima dari pelbagai lembaga baik dalam maupun luar negeri. Barulah di sebelah kanan meja almarhum saya melihat sebuah foto berwarna berukuran besar Prof. H.A.R. Tilaar bersama sang istri ibu Dr. (HC) Martha Tilaar, sang pengusaha kosmetik sukses di tanah air.
Penulis di meja kerja Prof. H.A.R. Tilaar |
Saya bersyukur mengetahui dan bisa berkunjung ke RBAT. Ia dikelola secara profesional di bawah pengelolaaan Yayasan Amalan Bakti Ekata. Ruang Belajar Alex Tilaar (RBAT) adalah sebuah entitas yang didedikasikan untuk mengenang dan merawat pemikiran-pemikiran dari mendiang Prof. Alex Tilaar sebagai seorang tokoh pendidikan di Indonesia.
Pengelolaan secara profesional terhadap hasil karya ilmu pengetahun masih menjadi pekerjaan rumah di negeri kita tercinta ini. Tidak sedikit kita mendapat berita karya para tokoh/akademisi di republik ini terbengkalai seusai mereka tutup usia. Begitu juga tidak sedikit cerita miris seputar perpustakaan perorangan maupun dalam bentuk yayasan yang menyimpan ribuan koleksi buku bermutu terpaksa harus tutup, dan koleksinya berakhir dimakan rayap, lapuk oleh karena serangan cuaca panas maupun hujan, dan faktor human eror lainnya.
*Tulisan ini terbit pertama kali di portal kajanglako.com, 20 September 2022
0 Komentar