ilustrasi. sumber: ukmindonesia.id |
Oleh: Jumardi Putra*
Belum lama ini, publik Jambi dikejutkan dengan hasil Indeks
Daya Saing Daerah (IDSD) 2022 yang diterbitkan Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN), khususnya Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi yaitu provinsi
Jambi berada di urutan paling buncit di Pulau Sumatera dengan skor 2,99.
Tidak hanya itu, dari 34 Provinsi se Indonesia, skor IDSD Provinsi Jambi
berada di lapisan kerak atau hanya lebih baik dari capaian Kalimantan Barat
dengan skor 2,94, Papua Barat dengan skor 2,92 dan Papua dengan skor 2,73. Sedangkan
capaian IDSD Kabupaten/kota di Provinsi Jambi yaitu hanya Kota Jambi yang berhasil
melampaui skor rata-rata nasional yaitu sebesar 3,51. Jelas ini alarm buat Pemerintah Provinsi Jambi,
khususnya memasuki akhir masa jabatan kepemimpinan Gubernur Jambi Al Haris
bersama Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani hingga November tahun depan.
Kerangka pengukuran IDSD 2022 mengacu kepada Global Competitiveness Index (GCI) 2019 dari World Economic Forum (WEF), yang terdiri dari empat komponen utama pembentuk
daya saing yaitu lingkungan pendukung, sumber daya manusia, pasar, dan
ekosistem inovasi. Keempat komponen tersebut ditopang oleh 12 pilar yaitu institusi
(meliputi dimensi keamanan, modal sosial, check
and balances, transparansi, hak atas kepemilikan, dan orientasi masa depan
Pemerintah); infrastruktur (transportasi,
utilitas kelistrikan, dan infrastruktur air minum); adopsi TIK (tingkat
difusi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di daerah dengan indikator
pengguna telepon seluler, jangkauan jaringan 4G, pelanggan internet fixed-broadband, dan pengguna internet.);
stabilitas ekonomi makro (inflasi, kapasitas fiskal daerah, pertumbuhan
ekonomi, tingkat pengangguran terbuka, indeks ketahanan pangan, nilai
investasi, dan PDRB per kapita); kesehatan (kualitas hidup manusia diukur dari
angka harapan hidup); dan keterampilan (kuantitas dan kualitas pendidikan dan
keterampilan tenaga kerja di daerah dengan indikator tenaga kerja saat ini dan
tenaga kerja masa depan).
Selanjutnya, pilar pasar produk (tingkat dominasi pasar dan persaingan
sektor jasa); pasar tenaga kerja (fleksibilitas dan pemanfaatan tenaga kerja di
daerah dengan indikator kebijakan pasar tenaga kerja aktif, upah pekerja, dan
kesetaraan upah perempuan dan laki-laki); sistem keuangan (kemampuan sistem
finansial perbankan dan nonperbankan untuk memediasi aktivitas perekonomian); ukuran
pasar (struktur industri di daerah melalui dua indikator yaitu PDRB dan Rasio
Nilai Impor terhadap PDRB); dinamisme bisnis (kapasitas sektor swasta untuk
menghasilkan dan mengadopsi teknologi baru dan cara baru dengan indikator biaya
memulai usaha dan waktu untuk memulai usaha); dan kapabilitas inovasi (kuantitas
dan kualitas penelitian dan pengembangan formal yang mendorong kolaborasi,
konektivitas, kreativitas, keragaman, dan konfrontasi lintas visi dan sudut
pandang yang berbeda, serta kapasitas untuk mengubah ide menjadi barang dan
jasa baru. Indikatornya adalah keanekaragaman tenaga kerja, status pengembangan
klaster, publikasi ilmiah, aplikasi Kekayaan Intelektual (KI), belanja riset,
indeks keunggulan lembaga riset, dan aplikasi merek dagang).
Dari 12 pilar penopang komponen pendukung ISDS 2022 itu, Provinsi Jambi hanya
berhasil meraih skor di atas rata-rata nasional pada pilar institusi dengan
skor 4,35 dan kesehatan dengan skor 3,83. Itu artinya, Pemerintah Provinsi
Jambi masih harus bekerja keras untuk meningkatkan pilar infrastruktur,
stabilitas ekonomi makro, pasar tenaga kerja, ukuran pasar, keterampilan,
sistem keuangan, dan ekossistem inovasi serta kapabilitas inovasi.
Di abad serba teknologi sekarang, daya saing daerah sangat bergantung pada ekosistem inovasi dan masifnya pemanfaatan riset dan inovasi di daerah. Namun sulit dipungkiri, sekalipun frasa “daya saing daerah” mudah dijumpai dalam lembar-lembar dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi di bawah visi-misi “JAMBI MANTAP”, itu tidak secara otomatis menjadikannya sebagai kenyataan praksis di lapangan pembangunan. Faktanya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor Tahun 2022 Tentang Indeks Inovasi Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, Indeks Inovasi Daerah Provinsi Jambi menurun ke peringkat 17 secara nasional dibanding tahun 2021 berada pada urutan ke 7.
Maka, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangda) Provinsi Jambi yang bertugas membantu Gubernur dalam rangka melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan perlu menjadikan data indikator IDSD daerah dalam melakukan analisis kekuatan dan kelemahan, serta membuat strategi untuk memanfaatkan potensi yang bisa dikembangkan di Provinsi Jambi. Pangkal masalahnya adalah apakah kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas riset, desain program dan kegiatan, serta dukungan anggaran bagi Baltibangda yang bersumber dari APBD Provinsi Jambi sudah memadai?
Lebih jauh dari itu, analisis dan strategi berbasis riset, data dan ilmu
pengetahuan selama ini belum sepenuhnya menjadi basis perencanaan pembangunan
di Provinsi Jambi setiap tahunnya, sehingga program prioritas pembanguan daerah
Provinsi Jambi pada semua perangkat daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi
belum segaris dan sebangun untuk meningkatkan daya saing daerah di tingkat
regional Sumatera maupun di kancah nasional, apatahlagi internasional. Kondisi
kurang menggembirakan itu sejalan dengan Laporan Hasil Pembahasan Panitia Khusus
I Bidang Pemerintahan DPRD Provinsi Jambi terhadap Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Gubernur Jambi Tahun Anggaran 2022, khususnya bagi Balitbangda Provinsi Jambi.
Masih segar dalam ingatan saya, tiga tahun sebelum ini, Pemerintah Provinsi
Jambi bersama DPRD Provinsi Jambi mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2020 tentang Penyelenggaraan Inovasi di Daerah. Tentu publik perlu
mengapresiasi upaya yang telah dilakukan kedua unsur penyelenggara pemerintah
daerah tersebut sebagai payung hukum untuk membangun ekosistem inovasi daerah.
Tetapi nyatanya implementasi regulasi tersebut masih jauh panggang dari api.
IDSD 2022 yang menempatkan Provinsi Jambi pada posisi paling buncit di
Pulau Sumatra dan bahkan tergolong ke dalam empat daerah terbawah secara
nasional, sejatinya menyisakan tanda tanya bila disandingkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 002.6-5848 Tahun
2021 yakni Provinsi Jambi didapuk sebagai daerah sangat inovatif dengan raihan
skor 61,03 atau berada pada urutan ketujuh se Indonesia, di bawah capaian Provinsi
Sumatera Selatan (79,51), Nusa Tenggara Barat (75,67), Jawa Timur (63,15), Jawa
tengah (62,57), dan Sumatera Barat (62,15).
Meski komponen pendukung dan model pengukuran antara
IDSD dan Inovasi Daerah tidak persis sama, semestinya ia menggambarkan adanya keselarasan
antara hasil inovasi daerah dengan upaya meningkatkan daya saing daerah, yang
keduanya bisa menjadi dasar kajian, perencanaan, dan kebijakan pembangunan
di daerah (science-based policy).
*Tulisan ini terbit pertama kali di rubrik artikel portal: www.jamberita.com
*Tulisan saya lainnya berikut ini:
1) Persoalan Fundamental di Ujung Kepemimpinan Al Haris-Sani
2) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
3) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
4) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
5) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
6) Meneroka Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
7) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
8) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
9) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana
10) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi
11) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
12) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
13) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
14) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik
0 Komentar