Penulis bersama Iif Ranupane (2020) |
Oleh: Jumardi Putra*
Pria berambut gondrong di sebelah saya adalah
Iif Ranupane. Saya biasa memanggilnya Bang Iif. Jarak usia antara kami terpaut
jauh, tapi itu tidak lantas membuat sikap egaliternya pudar. Perjumpaan kami
seperti di foto itu terjadi empat tahun lalu (2020), di saat semua orang di negeri
ini, tak terkecuali warga di belahan benua lainnya, sama-sama cemas karena pandemi
Covid-19.
Obrolan santai kami ketika itu, selain merespon
isu-isu politik lokal, seni (musik), sosok WS Rendra yang ia kenal (di dinding belakang
kami terpasang foto besar si Penyair “Burung Merak”), juga seputar kesibukan
barunya membuka toko sepeda di Sungai Kambang, tempat ia sehari-hari tinggal
bersama sang istri. Maklum, ketika itu produk sepeda sempat booming bersamaan dengan meningkatnya
pemakaian sepeda oleh warga untuk menjaga kebugaran tubuh di tengah ganasnya
virus Corona. Toko dengan nama Babe Bike itu tidak saja menjual sepeda,
asesoris, onderdil, spare part, dan
pernak-pernik lainnya, tapi juga bengkel bongkar pasang, upgrade, rental dan bike wash.
Sayangnya, seiring melandainya virus Covid-19, penjualan sepeda pun ikut lesu. Sekalipun
begitu, kebiasaannya bersepeda dan bahkan moge tidak berubah, sesuatu yang ia
gemari sedari kecil. Jejak digitalnya baik bersepeda maupun menaiki moge ke
pelbagai daerah di tanah air dapat kita jumpai di media sosial facebook miliknya.
Meski tidak intens, sebelum pandemi saya dan beberapa
kawan akademisi maupun pegiat literasi beberapa kali membuat diskusi buku maupun
sekedar makan malam sembari menikmati sajian musik di Café Apresiasi (Capres)
Ndeso di Jalan Kolonel Amir Hamzah, Rt 24, Sungai Kambang, Sipin Kota Jambi, sebuah usaha yang sempat Bang Iif geluti sebelum akhirnya tutup.
Seperti perjumpaan sebelum-sebelumnya, saya
menangkap keresahan Bang Iif melihat pembangunan kota Jambi abai terhadap
estetika, kesenian oleh para pengambil kebijakan hanya menganggit aspek
citraan untuk sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan
pelestarian seni budaya itu sendiri, tetapi hanya menjadikannya jalan untuk
mendapatkan legitimasi publik karena seolah-olah telah berbuat untuk kesenian. Begitu
juga keprihatinannya mencermati infrastruktur pelayanan publik seperti
jalan-jalan yang masih banyak rusak dan berlobang (publik mungkin masih ingat aksinya
melingkari dengan cat putih pada jalan aspal berlobang yang ia temui di pelbagai
sudut di kota Jambi). Sontak aksinya di tahun 2016 itu menjadi sorotan publik karena
dimuat di media sosial miliknya).
Perjalanan menuju Makkah |
Kerisauannya tidak berhenti di situ saja, sebut saja tentang kepemimpinan lokal yang gagal membangkitkan peran aktif warga untuk menjadikan kota Jambi ini tidak hanya layak huni, estetik, tetapi juga membangun kota dengan imajinasi, kreativitas dan inovasi warga sehingga mampu dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia sebagai daerah yang maju, sejahtera, dan bahagia dengan disertai kerja-kerja kelompok kesenian yang berkelanjutan dan hasilnya dapat dinikmati warga di ruang-ruang publik strategis di wilayah Kota Jambi tanpa harus tercerabut dari akar budaya maupun sejarah. Bukannya justru memperbanyak kehadiran pasar malam maupun gedung pusat-pusat perbelanjaan yang lebih berorientasi pada ekonomi ansikh. Ia tidak menolak investasi karena itu akan menggerakkan roda ekonomi warga, tapi ia juga menitikberatkan agar ranah kebudayaan (bagian integral dari pembangunan) diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh para pengambil kebijakan.
Aktif di Lapangan Kebudayaan
Perjumpaan saya dengan Bang Iif pertama
terjadi sekira 2012, saat saya mulai aktif di Dewan Kesenian Provinsi Jambi
(disingkat DKJ). Dalam beberapa kesempatan saya meminta waktu untuk berjumpa,
sekadar bincang-bincang informal. Jauh sebelum itu, Bang Iif sudah bergerak
lama di lapangan kebudayaan, khsususya seni musik dan sastra. Bahkan, ia dekat
dengan si “Burung Merak” WS Rendra, salah satu penyair familiar tanah air
selain Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri dan Taufik Ismail. Tidak heran, ia pernah mengajak WS Rendra dan istrinya Ken Zuraida datang ke Jambi. Pada momen itu, ide
atau gagasan seputar kebudayaan dibicarakan secara akrab bersama pegiat budaya/seni
di Jambi, sesuatu yang sekarang makin jarang, kecuali pola seminar
sastra/budaya yang didesain secara kaku dan formal.
Awal dekade 80an, sarjana agronomi ini
bersama seniman Jambi lainnya mendirikan Teater Bohemian pada 1987. Ia tergolong
aktif menulis esai, artikel budaya dan politik di koran lokal Jambi. Karya puisinya
tergabung ke dalam antologi puisi bersama seperti Riak-Riak Batanghari (1988),
Percik Pesona (1992), Jejak (Kumpulan Penyair Sumbagsel, 1993), Muaro (1995),
Sajak-Sajak Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (1995), dan Ode
(Sajak-Sajak Reformasi Penyair Sumbagsel, 1988).
Iif Ranupane bersama Iwan Fals, dkk |
Sebelum Iif Ranupane, pada tahun 60-an muncul sastrawan Jambi yakni Gazali Burhan Riodja. Namun, pada era itu boleh dikatakan belum ada sastrawan Jambi lainnya selain pria kelahiran Bumi Sakti Alam Kerinci tersebut. Barulah era 70-an akhir mulai muncul penyair Kerinci Alimin DPT yang menulis puisi di media massa Padang. Selanjutnya, pada era 80-an bermunculan nama-nama baru sebut saja seperti Ari Setya Ardi (ASA), Iriani R Tandi, Iif Ranupane, Acep Syahril, Dimas Arika Mihardja (DAM), Asro Almurtawy, dan Maizar Karim Elha.
Kembali ke Iif, pada awal 1992 bersama Wiro A.Sanie, ia mendirikan Musik Kamar. Selanjutnya, pada tahun 1994 di samping mengajar musik, bersama beberapa pengamen jalanan ia mendirikan Ndeso, sebuah kelompok musik balad yang aktif pentas sampai akhir 2000. Pada tahun itu ia dipercaya menjadi ketua umum Oi pusat, suatu organisasi massa yang menghimpun para fans Iwan Fals seantero Indonesia. Berlanjut pada Agustus 2005 ia membentuk Sekte Balad yang membawanya ke beberapa pameran dan pentas keliling Oratorium Puisinya ke beberapa kota di tanah air.
Ke Makkah
Naik Sepeda
Tersebab kesibukan, perjumpaan dan
perbincangan antara kami tidak terulang lagi sejak medio 2020 sampai sekarang. Setelah
itu saya hanya sesekali mendapat informasi seputar kegiatan Bang Iif melalui teman-teman
seniman di Jambi atau melalui media sosial facebook
miliknya.
Iif Ranupane tiba di Makkah |
Barulah akhir 2023, tepatnya Jumat, 1 Desember 2023, saya mendapat informasi Bang Iif mulai berangkat dari Kota Jambi menuju Makkah menggunakan sepeda. Tak syak, sosok pria berusia 62 tahun itu kembali ramai dipercakapkan nitizen Jambi. Di usianya yang tak lagi muda tentu itu pilihan berani, kalau bukan beresiko. Nyatanya, Kamis, 21 Maret 2024, ia benar-benar berhasil menginjakkan kaki di kota suci Makkah setelah sebelumnya harus melewati beberapa negara, di mana dalam perjalanan itu ia telah singgah dan bercengkrama dengan orang-orang berlatar belakang budaya yang beragam. Pada momen itulah ia berbagi pengalaman dan pengetahuan seputar kebudayaan (kesenian), alam dan lingkungan, serta mata percaharian dengan individu-individu yang ia jumpai selama dalam perjalanan menuju Makkah. penggalan jejak demikian itu dimuat Bang Iif di media sosial facebook miliknya dalam bentuk dokumentasi foto.
Sebelum Bang Iif, sebenarnya publik Jambi pernah dikejutkan perihal perjalanan pria asal Jambi, Lilik Gunawan dan putranya ke Makkah menggunakan motor. Bagi saya, sebagaimana Lilik Gunawan dan putranya menggunakan motor, pilihan Bang Iif ke Makkah menggunakan sepeda, keduanya boleh dikata perjalanan berdimensi kultural-spiritual yang tidak mudah (untuk menyebut penuh tantangan). Tidak saja meniscayakan kecermatan plus kesabaran selama dalam perjalanan, kebugaran fisik badan, kemampuan bahasa, kesiapan finanasial dan berkas administrasi yang diperlukan saat melewati tapal batas sebuah negara, serta instrumen pendukung lainnya selama menggunakan sepeda dalam jarak tempuh yang begitu jauh.
Iif Ranupane di tanah suci Makkah |
Selamat atas pencapainnya Bang Iif. Selamat menunaikan
ibadah di tanah suci, sebagaimana niat itu yang terpatri kuat dalam diri Bang
Iif sehingga memilih berangkat ke Makkah menggunakan sepeda. Senantiasa sehat
selama di Makkah hingga kembali ke Tanah Pilih Pusako Betuah, Kota Jambi. Mohon
sampaikan salam kami kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW. Semoga kita semua tergolong ke dalam orang-orang yang mendapatkan syafaat beliau kelak. Amin.
Bagi saya, perjalanan dengan tema "Peziarah Damai Indonesia ke Makkah" (Peace Pilgrim Indonesia To Mecсса) yang dilakukan Bang Iif bukan semata usaha melangkahkan kaki “mengukur “ jalan tanpa arti. Apa sebab? Setiap perjalanan, alam selalu menghadirkan banyak hal atau kejadian menakjubkan hati, bahkan bisa juga menemukan sesuatu yang pahit sehingga membuat perjalanan berlimpah hikmah. Barangkali, hal-hal demikian itu yang perlu dicatat dan dibagikan kepada khalayak setiba di Jambi nanti sebagai sebaik-baiknya i'tibar. Semoga
*Kota Jambi, 26 Maret 2024.
0 Komentar