Pilkada Jambi 2024 (Nol) Gagasan

ilustrasi. sumber: kompas.

Oleh: Jumardi Putra*

2024 boleh dikata medan politik yang menegangkan sekaligus melelahkan, meski sulit juga menyangkal bahwa kegiatan Pemilu baik Pemilihan Presiden-Wakil Presiden maupun Legislatif berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional baik secara langsung maupun tidak langsung bagi Produk Domestik Bruto (PDB).

Usai Prabowo-Gibran resmi ditetapkan oleh KPU RI sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 (24/04), kini tiba giliran warga di seantero tanah air menyongsong pemilihan kepala daerah baik untuk Gubernur maupun Bupati/Wali Kota, tepatnya November mendatang. Betapa energi, pikiran dan biaya serta ongkos sosial-sebagai konsekuensinya-masih akan memengaruhi konfigurasi politik lokal-nasional beberapa bulan ke depan. Dalam situasi demikian, capaian target kinerja pembangunan baik pemerintah pusat maupun daerah dipertaruhkan, apatah lagi seiring nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah hingga ke posisi Rp16.192 per dolar AS. 

Di balik pesta demokrasi lima tahunan yang menelan biaya sebesar 71,3 triliun beserta residu yang ditimbulkannya akibat keterbelahan sosial antara kelompok pendukung capres-cawapres baik sebelum, saat dan setelah hari pencoblosan, menyembul sebuah pertanyaan mendasar yaitu apa perlunya Pemilu (termasuk Pilkada) dilaksanakan? Bahkan, Pemerintah Provinsi Jambi sendiri telah menyiapkan dana sebesar 223 miliar lebih untuk Pilkada 2024.

Faktanya, di luar urusan prosedur tahapan Pilkada, saban hari saya hanya membaca berita Pilkada Jambi 2024 seputar kemungkinan koalisi atau trend elektabilitas para kandidat, namun tidak pernah mendengar gagasan bernas mereka. Saya khawatir pada 2024 ini publik hanya melihat Pilkada sama dengan periode sebelumnya yaitu sirkulasi kekuasaan di antara elite (termasuk tim sukses dengan seluruh gerbong yang dibawa) yang tidak ada sangkut pautnya dengan problem fundamental masyarakat di akar rumput, pertumbuhan ekonomi semu, ketimpangan antar wilayah, bahaya deforestasi dan bencana hidrometeorologi yang menghadang, akselerasi pembangunan yang belum sepenuhnya sejalan dengan tata ruang wilayah, desain pembangunan daerah yang gelagapan merespon dinamika ekonomi-politik global sekaligus agenda glo(ka)lisasi yang parsial-serampangan, dan puncaknya Pilkada hanya menjadi ritus reproduksi oligarkhis predatoris dan peradaban politik kita akan diliputi kegelapan jangka panjang. 

Para oligark itu bukan hanya orang superkaya yang dengan kuasa uangnya bisa “memaksa” para pengambil kebijakan di pelbagai level untuk mendesain peraturan perundang-undangan dengan segala turunannya agar sesuai kepentingan dan keberlanjutan jaringan ekonomi mereka, tapi juga orang-orang di sekitar ring kekuasaan baik pusat maupun daerah yang ikut menikmati limpahan kenikmatan baik berupa promosi jabatan maupun uang dengan segala privilege lainnya.

Dinamika politik demikian menunjukkan bahwa Pilkada baru berjalan secara prosedural atau masih jauh dari demokrasi substansial yang ditandai dengan kemunculan gagasan brilian-substansial yang bertopang pada etika, integritas para figur kandidat calon kepala daerah, dan pemenuhan hak-hak ekososbudpol setiap warga, yang tidak bersandar sepenuhnya pada kekuatan uang sehingga terhindar dari segala macam tindakan untuk menghalalkan segala cara agar menang.

Salah pilih kepala daerah, pasti berimplikasi bagi pembangunan daerah baik jangka menengah maupun panjang. Dengan kata lain, memilih kepala daerah berarti menitipkan arah pembangunan daerah, setidaknya untuk lima tahun ke depan, yang juga menyangkut hajat hidup masyarakat di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jambi. Kualitas kandidat calon kepala daerah sekaligus standard kepemimpinan harus menjadi pijakan utama. Kriteria memilih pemimpin harus tinggi supaya kita mendapat seorang nahkoda yang mumpuni. Sebaliknya, jika kriteria pemimpin ala kadarnya, maka potensi pemimpin yang didapat pun adalah sama rendahnya. Selain itu, agenda kerja dan gagasan dari setiap kandidat mesti menjadi pertimbangan utama—dengan tetap mencermati rekam jejak dan integritas diri mereka.

Bagi saya, pemilihan Kepala Daerah 2024 adalah momentum untuk koreksi dan perbaikan. Itu kenapa Pemilu dibuat lima tahun sekali agar ada lompatan kemajuan dibanding sebelum-sebelumnya. Maka, kepada para kandidat calon kepala daerah yang akan bertarung dalam kancah Pilkada kali ini (Gubernur maupun Bupati/Wali Kota) harus berani memaparkan pikiran-pikirannya secara terbuka melalui pelbagai platform media dengan dimulai dari sebuah pertanyaan, apakah pembangunan Kabupaten/Kota/Provinsi Jambi saat ini berjalan di tempat atau bahkan berjalan mundur? Bagi petahana, bila daerah maju maka terangkan secara gamblang, begitu juga sebaliknya bagi para penantang. Apa sebab? Kepala daerah merupakan kunci sekaligus penentu ke mana pembangunan suatu daerah akan berlabuh.

Kita sebagai pemilih juga harus berani melakukan autokritik. Pada Pilkada-Pilkada lalu, pemimpin seperti apa yang kita pilih dan bagaimana cara kita memilihnya, apakah karena uang, tergiur tawaran jabatan atau kepentingan jangka pendek lainnya? Begitu juga pertanyaan perlu dialamatkan kepada kaum akademisi di kampus-kampus yaitu gagasan seperti apa yang diketengahkan selama ini sebagai bagian dari kontrol terhadap kekuasaan agar pembangunan Jambi benar-benar berhasil melompat maju di segala sektor kehidupan. Sependek yang saya amati, kehadiran intelektual publik dalam diskursus maupun polemik kebijakan publik masih sangat minim. Beda halnya perihal prediksi calon kandidat (bukan gagasan yang dibawanya) yang riuh-rendah dipercakapkan, utamanya dari mereka yang melabeli diri sebagai pengamat politik dan para pendukungnya masing-masing.

Seraya hal itu, politik Nomor Piro Wani Piro (NPWP) harus berani kita acuhkan, meski dalam Pilpres maupun Pileg belum lama ini dipenuhi kisah mobilisasi uang yang mencengangkan. Fenomena warga menjual suara, kandidat membelinya bukan wujud dari pelaksanaan demokrasi substantif. Begitu juga suara dipertukarkan dengan uang, sembako, atau materi lainnya. Warga seolah lupa bahwa ini menyangkut kebijakan dalam hidupnya, setidaknya untuk lima tahun ke depan. Bagaimana mungkin kita menagih janji-janji politik seorang kepala daerah terpilih, bila sedari awal kita telah menukarnya dengan uang maupun dalam bentuk lainnya yang tidak seberapa.

Publik selama ini kerap dibuai oleh visi-misi para kandidat yang menggiurkan, bak angin surga dengan segala variannya yang dijanjikan kepada segenap warga. Omong-omong bombastis karena ingin populer demikian itu harus dikritisi sedari awal, sehingga publik tidak jatuh dalam taklid buta sebelum menentukan pilihan.

Maka, skala prioritas seperti peningkatan sumber daya manusia, layanan kesehatan, belanja pembangunan infrastuktur pelayanan publik, dan keberlanjutan alam dan lingkungan di tengah gencarnya usaha pemerintah pusat meningkatkan sumber pendapatan negar, harus didesain sacara komprehensif oleh setiap kandidat calon (tentu dibantu oleh tim sukses), bukan sekadar tambal-sulam dari pelbagai dokumen perencanaan pembangunan yang berserak di banyak daerah lain dari periode-periode sebelumnya, lalu dicomot dan digubah menggunakan kemasan baru. Belum lagi, kafasitas fiskal daerah yang terbatas, sehingga sangat tidak masuk akal dan berlebihan bila kandidat calon kepala daerah menyihir warga dengan beragam janji manis pembangunan yang cenderung bombastis dan ujung-ujungnya terjerambab dalam perilaku hipokrit, potret dari kebanyakan praktik politik di negeri ini.

Kritisisme warga dalam Pilkada Jambi 2024 harus dibangun oleh kelompok sipil-intelektual bersama elemen sipil progresif lainnya. Setiap kandidat yang menawarkan pelbagai program unggulan ini dan itu kepada warga harus tahu apa yang perlu ia lakukan dan bagaimana melakukannya ketika menjabat kelak. Lalu, warga sebagai pemilih harus mencermati dan menguji, apakah gagasan dan agenda kerja yang ditawarkan relevan/tidak dengan kebutuhan pembangunan daerah atau dalam perencanaan dikenal dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) per lima tahun, Rencana Kerja Pemerintah Daerah setiap tahun (RKPD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk 20 tahun, dan bahkan harus selaras pula dengan perencanaan nasional (RPJMN dan RPJPN)? Begitu juga apakah agendanya rasional atau tidak dengan kapasitas fiskal daerah (kemampuan APBD) sehingga bisa terealisasi?

Bagi para kandidat calon kepala daerah jangan berjanji seenaknya tanpa mengerti kewenangan dan seluk beluk kapasitas anggaran dari jabatan yang akan dikejar. Cukup sudah program unggulan periode pemerintahan sebelum-sebelumnya yang ingin tampak populer di mata pemilih, tapi dalam pelaksanaannya tidak bisa direalisasikan karena tidak didukung oleh peraturan perundangan-undangan, khususnya sistem pengelolaan keuangan daerah.

Sekali lagi, Pilkada 2024 ini merupakan momen bagi kita untuk memperbaiki kehidupan publik, daerah, juga kualitas demokrasi itu sendiri. Setiap Warga dan kandidat perlu sama-sama berefleksi, dan karenanya politik gagasan baik itu yang datang dari para kandidat calon kepala daerah maupun dari kelompok sipil-intelektual progresif menjadi urgen. Keduanya mesti punya standar kriteria dan etika yang tinggi untuk memilih dan dipilih. Dengan demikian, memilih secara benar dan tepat akan memberikan kesempatan bagi kita memiliki seorang kepala daerah yang berkualitas sehingga mampu membawa pada kebaikan serta kemajuan daerah sebagaimana cita-cita awal pendirian Provinsi Jambi 67 tahun yang lalu.

 

*Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com pada 25 April 2024.

*Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:

1) Persoalan Funedamental Kepemimpinan Al Haris-Sani

2) Surat Terbuka Untuk Caleg DPR RI Dapil Jambi

3) Kritik, Demokrasi dan Kekuasaan Pasca Pemilu

4) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi

5) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023

6) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024

7) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

8) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

9) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

10) Meneroka Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

11Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

12) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

13) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana

14) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi

15) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

16) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

17) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

18) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik

0 Komentar