Bangunan dan Koleksi Buku Perpustakaan Bungo Kurang Memadai

Perpustakaan Kabupaten Bungo

Oleh: Jumardi Putra

Dua minggu lalu, saya mengunjungi perpustakaan daerah Kabupaten Bungo. Ruang baca tampak sepi. Umumnya pengunjung hari itu mahasiswa. Tiga siswi dari SMPN 1, yang berhadap-hadapan gedung Perpustakaan datang ke perpus mencari buku. Saya pun terlibat percakapan bersama mereka di ruang referensi (Defosit) tentang buku-buku yang mereka gemari. Umumnya menjawab tertarik pada buku-buku fiksi.

Walakin, tidak satu pun dari ketiganya mengetahui penulis, untuk menyebut contoh, seperti sastrawan Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, Budi Darma, Chairil Anwar, WS Rendra, Goenawan Mohammad, Putu Wijaya, Taufiq Ismail, NH. Dini, HB Jassin, Sutan Takdir Alisahbana, Joko Pinurbo, Afrizal, dan yang terbaru kaliber Eka Kurniawan.

"Meminta mereka tahu nama-nama itu seperti berlebihan. Wong Mahasiswa belum terjamin tahu dan gak mau tahu," pikirku sekenanya. Faktanya, buku karya penulis-penulis yang saya sebutkan di atas juga tidak saya temukan di perpustakaan ini.

Masing-masing rak buku dilabeli kategori seperti ilmu kesehatan, ilmu sosial, kesusastraan, bahasa, ilmu hukum, ilmu politik, dua rak untuk majalah dan satu etalase kaca memuat koran terbitan lokal dan nasional.

Bagaimana buku-buku sejarah? Meski saya temukan beberapa judul buku, sepertinya belum sepenuhnya menjadi prioritas koleksi perpustakaan ini. Sejarah dan budaya Jambi? Hanya beberapa biji. Jelas saya sedih!

Suasana di Perpustakaan Kabupaten Bungo

Ketimbang membaca buku, saya memilih berlama-lama melihat koleksi buku-buku di gedung tak begitu luas ini. Menyusuri dari satu rak ke rak buku yang lain. Tak syak, ulah saya membuat petugas perpustakaan heran mendatangi saya dan bertanya, "Cari buku apa, Pak?" Kepada yang bersangkutan saya katakan, "Ini kali pertama saya ke sini, pak. Saya mau lihat koleksi buku saja."

Adapun ruang baca utama di perpustakaan ini diisi lima meja baca berukuran sedang, ruang buku dan ruang baca anak-anak dan referensi (yang keduanya sangat sempit).

Menurut saya, kondisi ruang utama Perpustakaan ini tidak memadai, apalagi ruang baca buku untuk anak dan referensi. Begitu juga koleksi buku, terutama sejarah dan budaya (apalagi tentang Jambi) perlu menjadi prioritas ke depan.

Semoga pemerintahan Kabupaten Bungo di bawah kepemimpinan Mashuri menaruh perhatian penuh pada perpustakaan dan gerakan literasi di Bumi Langkah Serentak Limbai Seayun ini.

Mengingat Kota Bungo dewasa ini seragam oleh pembangunan fisik dan kegiatan yang berorientasi pada pasar ketimbang mengedepankan kerja-kerja pengetahuan dan seni-budaya.

Saat yang sama Toko Buku pun (selain buku tulis dan buku2 agama), sependek yang saya tahu baru satu, yang lokasinya juga tak jauh dari perpustakaan daerah Kabupaten Bungo.

 

*Kota Bungo, 15 Maret 2007.

0 Komentar