Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?

ilustrasi. sumber: detikfinance

Oleh: Jumardi Putra*

Senin, 9 September 2024, boleh dikata hari bersejarah bagi Provinsi Jambi. Betapa tidak, bertempat di ruang paripurna DPRD Provinsi Jambi, sebanyak 55 anggota DPRD Provinsi Jambi hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 14 Februari lalu resmi diambil sumpah janjinya. Seturut hal itu, 9 September adalah juga momen berakhirnya masa bakti anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2019-2024.

Di tengah riuhnya pelantikan anggota DPRD di berbagai daerah baik DPRD Kabupaten/Kota maupun DPRD Provinsi, sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa DPRD merupakan lembaga legislatif seperti DPR RI. Nyatanya, kedudukan DPRD dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah sekaligus mempunya fungsi anggaran, pembentukan peraturan daerah dan pengawasan. Dengan kata lain, dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, DPRD tidak termasuk sebagai lembaga legislatif.

Sejak berlakunya UU 23 Tahun 2014, khususnya pasal 207 Ayat (1), (2) dan (3) menyebutkan bahwa hubungan kerja antara DPRD dengan kepala daerah didasarkan atas kemitraan yang sejajar. Kemitraan tersebut diwujudkan dalam bentuk yaitu (a) persetujuan bersama dalam pembentukan peraturan daerah; (b) penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD; (c) persetujuan terhadap kerjasama yang dilakukan pemerintah daerah; (d) rapat konsultasi DPRD dengan kepala daerah secara berkala; dan (e) bentuk lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahkan, penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban tidak dapat dijadikan sarana pemberhentian kepala daerah.

Bukan tanpa alasan regulasi tersebut saya ketengahkan dalam tulisan ini. Pertama, terhitung sejak diambil sumpah janji pada 9 September 2024, maka anggota DPRD Provinsi Jambi dituntut publik segera bekerja. Meski terbuka kemungkinan adanya revisi Tatib DPRD sejalan dinamika pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), Anggota DPRD Provinsi terpilih tetap memedomani Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2020, terakhir kali diubah menjadi Peraturan DPRD Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Jambi, yang tak lain adalah pelaksanaan dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Kedua, pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD Provinsi berkait erat dengan APBD sebagai rancangan keuangan tahunan (pengeluaran dan pendapatan) yang disusun oleh pemerintah daerah atas hasil pembahasan dan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian, APBD Provinsi Jambi sebagai instrumen untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan kesejahteraan umum melalui perangkat daerah sesuai kewenangan dan pembagian tugas yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan, sangat bergantung dengan hubungan kemitraan sejajar antara kepala daerah (bersama kabinet kerjanya) dengan DPRD.

Selama periode 2019-2024, DPRD Provinsi Jambi bermitra dengan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jambi yaitu Fachrori Umar sejak 10 April 2018 sampai 13 Februari 2019, menggantikan Gubernur Zumi Zola yang menjadi terpidana korupsi. Barulah pada 13 Februari 2019 sampai 12 Februari 2021, Fachrori resmi dilantik sebagai Gubernur Jambi sisa masa jabatan 2016-2021. Dalam pada itu, Provinsi Jambi sempat dipimpin oleh dua Penjabat Sementara (Pj) Gubernur Jambi yaitu Restuardy Daud (2020) dan Hari Nur Cahya Murni mulai Februari sampai 7 Juli 2021. Selanjutnya, sebelum Gubernur Jambi resmi dijabat Al Haris berpasangan dengan Wakil Gubernur Abdullah Sani (7 Juli 2021 sampai sekarang), kepala daerah sempat diemban Sekretaris Daerah yaitu Sudirman selaku Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Jambi pasca masa jabatan Fachrori Umar berakhir.

Periode kepemimpinan kepala daerah yang tergolong singkat seiring keterbatasan kewenangan seorang Pj Gubernur dan Plt Gubernur dalam masa transisi itu membuat masyarakat Jambi enggan berharap akan terjadi perubahan fundamental bagi pembangunan Provinsi Jambi di tengah kemampuan APBD yang rapuh serta persoalan dan tantangan yang begitu kompleks, seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, kemiskinan, kinerja birokrasi dan daya saing daerah rendah. Belum lagi efek domino pandemi Covid-19 yang melanda seluruh daerah di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Jambi.

Pendapatan

Kurun waktu 2019-2024 baik pendapatan maupun belanja daerah mengalami fluktuasi. Bahkan, pada tahun 2020 sampai 2023 cenderung menurun. Hal itu disebabkan pandemi Covid-19 yang bemula dari masalah kesehatan, kemudian menjadi masalah sosial, hingga berdampak pada sektor keuangan. Pada tahun 2019 pendapatan daerah dianggarkan sebesar 4 triliun 566 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 4 triliun 575 miliar rupiah atau sebesar 100,19 persen. Capaian tersebut berhasil melampui realisasi tahun sebelumnya yaitu sebesar 4 triliun 412 miliar rupiah. Meski demikian, APBD 2019 masih bergantung pada dana transfer Pemerintah Pusat yaitu terealisasi sebesar 2 Triliun 922 miliar rupiah dari target sebesar 2 triliun 998 miliar rupiah.

Pada tahun 2020 target pendapatan menurun menjadi sebesar 4 triliun 176 miliar rupiah dengan realisasi sebesar 4 triliun 400 miliar rupiah atau 105,37 persen. Sayangnya, perolehan itu masih di bawah realisasi tahun sebelumnya yaitu sebesar 4 triliun 582 miliar rupiah. Dalam kondisi tersebut, APBD 2020 masih bergantung pada asupan transfer pemerintah pusat yaitu terealisasi sebesar 2 triliun 862 miliar rupiah dari target sebesar 2 triliun 813 miliar rupiah.

Selanjutnya, pada tahun 2021 target pendapatan daerah meningkat menjadi sebesar 4 triliun 401 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 4 triliun 725 miliar rupiah atau 107,36 persen. Capaian tersebut menandakan mulai bangkitnya perekonomian pasca pandemi Covid-19 di Provinsi Jambi sehingga melampaui capaian realisasi pendapatan daerah tahun sebelumnya yaitu sebesar 4 triliun 400 miliar rupiah. Namun, postur APBD Provinsi Jambi 2021 masih disumbang oleh dana transfer pemerintah pusat yaitu terealisasi sebesar 2 triliun 879 miliar rupiah dari target yang ditetapkan sebesar 2 triliun 757 miliar rupiah.

Kemudian, tahun 2022 pendapatan daerah dianggarkan sebesar 4 triliun 335 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 4 triliun 705 miliar rupiah atau sebesar 108,53 persen. Raihan tersebut masih di bawah realisasi pendapatan tahun sebelumnya yaitu sebesar 4 triliun 725 miliar rupiah. Sudah mandirikah APBD Jambi? Nyatanya belum juga. Kontribusi dana transfer pemerintah pusat terealisasi sebesar 2 triliun 527 miliar rupiah dari target sebesar 2 triliun 366 miliar rupiah.

Lalu, pendapatan daerah tahun 2023 dianggarkan sebesar 4 triliun 681 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 4 triliun 623 miliar rupiah atau 98,75 persen. Dengan kata lain, menurun dibanding realisasi tahun sebelumnya yaitu sebesar 4 triliun 705 miliar rupiah. Meski kontribusi dana tranfer pemerintah pusat terhadap postur APBD Provinsi Jambi masih dominan dibanding sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD), kemampuan fiskal daerah 2023 mulai membaik. Hal itu ditandai dengan jumlah dana transfer terealisasi sebesar 2 triliun 494 miliar rupiah dari target sebesar 2.559 miliar rupiah. Sedangkan kontribusi dari PAD terealisasi sebesar 2 triliun 95 miliar rupiah dari target sebesar 2 triliun 88 miliar rupiah.

Tahun 2024 target pendapatan ditargetkan sebesar 4 triliun 665 miliar rupiah. Sedangkan realisasi sampai 6 September 2024 baru mencapai 2 triliun 766 miliar rupiah atau sebesar 59,31 persen. Secara keseluruhan, rata-rata kontribusi pendapatan transfer terhadap total pendapatan daerah selama lima tahun terakhir mencapai hampir 60 persen. Artinya, Pemerintah Provinsi Jambi masih tergantung cukup besar terhadap dana transfer pusat ke daerah.

Sedangkan derajat kemandirian keuangan, Provinsi Jambi tergolong sedang dengan rata-rata rasio keseluruhan 57,13%. Selama lima tahun terakhir, kontribusi PAD Provinsi Jambi rata-rata mendekati 40 persen terhadap total pendapatan daerah. Penyebab rendahnya kontribusi PAD karena target penerimaan retribusi daerah yang tidak mengalami pertumbuhan secara signifikan.

 

Belanja

Seperti halnya pendapatan, belanja daerah Provinsi Jambi periode 2019 – 2024 juga mengalami fluktuasi atau terjadi kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2019 belanja daerah dianggarkan sebesar 4 triliun 338 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 3 triliun 946 miliar rupiah. Tahun 2020 anggaran belanja daerah sebesar 3 triliun 851 miliar rupiah dan realisasinya mengalami penurunan dibanding tahun 2019 yaitu sebesar 3 triliun 697 miliar rupiah. Sedangkan tahun 2021 belanja daerah dianggarkan sebesar 4 triliun 804 miliar rupiah dan teralisasi sebesar 4 triliun 388 miliar rupiah. Tahun 2022 belanja daerah dianggarkan 5 triliun 48 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 4 triliun 772 miliar rupiah. Tahun 2023 belanja daerah dianggarkan sebesar 5 triliun 303 miliar rupiah dan terealisasi sebesar 5 triliun 175 miliar rupiah. Terakhir tahun 2024, belanja daerah dianggarkan sebesar 5 triliun 178 miliar rupiah. Sedangkan realisasinya sampai 6 September 2024 baru mencapai 2 triliun 632 miliar rupiah atau sebesar 50,83 persen.

Selain pendapatan dan belanja daerah, komponen utama APBD adalah pembiayaan yang terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Salah satu persoalan krusial dalam tiga tahun terakhir ini adalah defisit APBD Provinsi Jambi yang cukup lebar, dimana pada tahun 2023 tercatat defisit sebesar 7,27% dari total pendapatan daerah. Namun, untuk APBD 2024, yang semula perhitungan defisit diprediksi mencapai 462 Miliar 948 Juta rupiah dari total pendapatan daerah berhasil ditutup melalui efisiensi belanja tidak prioritas dan optimalisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yaitu potensi rencana penerimaan Participating Interest (PI) sebesar 361 miliar 579 juta rupiah yang ditetapkan pada Perubahan ABPD Jambi 2024.

Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) R.I nomor 83 tahun 2023 yaitu batas maksimal defisit APBD tahun anggaran 2024, menempatkan Provinsi Jambi masuk kategori dengan Kapasitas Fiskal “sedang”, maka batas maksimal defisit Anggaran Provinsi Jambi adalah 4,45% dari perkiraan pendapatan daerah tahun anggaran 2024. Hal ini perlu menjadi perhatian baik bagi TAPD maupun DPRD Provinsi Jambi, karena defisit yang melampaui batas maksimal kudu dikelola dengan kehati-hatian mengingat ruang fiskal yang tersedia semakin sempit dan bisa berakibat negatif terhadap kondisi ekonomi masyarakat di akar rumput.

Dengan demikian, peran dan tanggungjawab strategis DPRD Provinsi Jambi (terutama Badan Anggaran) periode 2024-2029 adalah memastikan kafasitas fiskal daerah Provinsi Jambi dalam kondisi sehat atau stabil, seiring dengan kebutuhan pembangunan yang terus meningkat serta fluktuasi ekonomi yang mempengaruhi pendapatan daerah. Sejurus kemudian, terhadap kemungkinan belanja janji-janji politik kepala daerah terpilih ke depan, seperti bantuan keuangan bersifat khusus maupun program tahun jamak (multi-years) dalam jumlah yang sangat besar harus dikaji secara menyeluruh agar tidak menjadi batu sandungan bagi langkah percepatan pembangunan seraya peningkatan kesejahteraan masyarakat di seantero Provinsi Jambi.

 

*Tulisan ini terbit pertama kali di rubrik artikel portal jamberita.com dengan judul Lima Tahun Rapuh, Quo Vadis APBD Jambi? pada Senin, 9 September 2024.

*Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:

1) Surat Terbuka Untuk Caleg DPR RI Dapil Jambi

2) Kritik, Demokrasi dan Kekuasaan Pasca Pemilu

3) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi

4) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023

5) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024

6) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023

7) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023

8) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024

9) Meneroka Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023

10Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan

11) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan

12) Mengantar Al Haris-Sani Ke Gerbang Istana

13) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi

14) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi

15) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi

16) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai

17) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Otokritik

0 Komentar