ilustrasi. sumber: kaltimpost.jawapos.com |
Oleh: Jumardi Putra*
Gelombang kritik kembali menghujam jantung perguruan tinggi di tanah air. Belum sepenuhnya sirna
polemik jurnal predator yang memakan korban dosen-dosen di tanah air dan
perburuan gelar akademik oleh pejabat negara yang “menghalalkan” segala cara
sehingga makin jauh dari tradisi kecendiakaan, kini muncul kabar sindikat pembuatan dan pengedaran uang palsu di lingkungan sebuah kampus di
Makassar, Sulawesi Selatan.
Praktik busuk itu justru terjadi di perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makasar. Dalam waktu sekejap, nitizen tanah air merujaki kampus yang dipimpin Prof. Hamdan Juhannis, sosok yang belakangan ini familiar melalui pidato maupun sambutan-sambutan akademiknya yang menggugah, yang tayang di pelbagai kanal media sosial. Publik masygul lantaran itu terjadi di sebuah kampus, bahkan di lingkungan Perpustakaan, sebuah tempat yang seharusnya merawat tradisi kecendekiaan.
Rasa heran sekaligus dongkol
para nitizen merespon berita buruk itu ramai dipercakapkan di linimaya seperti berikut
ini:
“Bukannya buku dan jurnal bermutu yang dicetak, kok malah uang palsu yang dibuat”.
“Punya mesin cetak canggih, bukannya bikin University Press yang bener, ni malah nyetak uang palsu. Di Perpustakaan pula lokasinya”.
"Harusnya memperbanyak bahan bacaan bermutu di perpustakaan, ini malah bersekongkol nyetak uang palsu".
Kritik tajam dari
berbagai kalangan itu jelas masuk akal. Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin
marah besar atas kejadian memalukan di kampusnya itu. Makanya, di hadapan
jajaran Kapolda Sulsel dan para jurnalis, bersamaan penetapan belasan tersangka
sindikat pembuat uang palsu itu, Hamdan menegaskan telah memberhentikan dengan
tidak hormat pejabat Kampus yang terlibat, salah satunya adalah kepala
perpustakaan. Hamdan tidak menyangkal dalam waktu sekejap peristiwa ini telah
merusak reputasi UIN Alauddin yang dibangunnya bersama Citivitas akademika
selama ini.
Nasi sudah jadi bubur.
Nitizen terus bersuara dan bahkan memintanya mengundurkan diri sebagai bentuk
pertanggungjawaban lantaran gagal memastikan para pejabat di lingkungan
kampusnya bersih dari tindakan kejahatan.
Peristiwa ini menambah daftar panjang pelbagai kasus besar yang terjadi di kampus-kampus di tanah air, seperti jual-beli gelar, plagiasi, korupsi, narkoba, pelecehan seksual, pungutan liar (pungli), hingga perundungan senior ke junior. Wajar saja publik murka, karena kampus sejatinya adalah tempat mendidik mahasiswa menjadi pemimpin bangsa yang unggul dan seharusnya menjadi simbol integritas.
Kampus yang menjadi simbol kebenaran, akhlak, dan nilai-nilai peradaban justru kini dimanfaatkan oleh oknum untuk melindungi praktik kejahatan. Peritiwa ini mesti menjadi refleksi bagi Civitas akademika—termasuk mahasiswa, dosen, dan staf—karena kampus adalah simbol peradaban yang diharapkan menjadi negasi dari segala bentuk penyelewengan moral.
Dunia pendidikan harus segera bangkit dari keterpurukan ini dan memastikan bahwa nilai-nilai luhur pendidikan tetap menjadi fondasi utama serta berada di garda terdepan sebagai tauladan bagi lembaga penyelenggara negara lainnya.
*Kota Jambi, 20 Desember
2024.
*Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:
1) Pilkada Jambi dan Nyanyian Sunyi Sepanjang Oktober
2) Darurat Demokrasi: Memaknai Persinggungan Cendekiawan dan Politik
3) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
4) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
5) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan
7) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
8) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
9) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
10) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
11) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
12) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
13) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
14) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
15) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
16) Artidjo Alkostar: Penegak Keadilan
17) Surat Terbuka untuk Wo Haris, Gubernur Terpilih Jambi
18) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
19) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
20) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
21) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
0 Komentar