Si “Bulldozer” Masjchun Sofwan (Mengenal Gubernur Jambi 1979-1989)

Gubernur Masjchun Sofwan dan istri bersama Mendagri Amir Machmud dan istri, 1984. Dok. Penulis
 

Oleh: Jumardi Putra*

Generasi Z di Jambi bisa jadi tidak mengenal sosok Masjchun Sofwan. Hal itu karena minimnya tulisan yang mengupas sosok sekaligus sepak terjangnya selama menjabat Gubernur Jambi periode 1979-1989 yang didampingi Wakil Gubernur Abdurrahman Sayoeti. Tahun 2020 saya beberapa kali mengisi waktu dengan membaca buku di ruang perpustakaan Masjchun Sofwan, yang menempati salah satu ruangan dalam kawasan Rumah Dinas Gubernur Jambi. Walakin saya tidak tahu lagi sekarang, apakah ruang tersebut masih ada atau justru berubah fungsi. 

Masjchun Sofwan pada masanya dikenal berkat pembangunan masjid Agung Al-Falah dan terobosan tri programnya di lingkup Pemerintahan Provinsi Jambi yaitu penertiban aparatur pemerintah daerah, pengintensifan aparatur kontrol dan pengendali, serta tata ruang dan tata laksana. Selain itu, berkat pembangunan jembatan Muara Tembesi dan jembatan Muara Tebo yang berhasil membongkar belenggu isolasi daerah Jambi di masa itu, membuat pria kelahiran Selorejo Bilitar, Jawa Timur, 7 September 1927 itu dikenang oleh rakyat Jambi hingga sekarang.

Secara nasional ia juga dikenal sebagai kepala daerah yang menganggarkan satu miliar rupiah lebih untuk keperluan penyediaan tanah bengkok, harta desa dan areal penggembalaan bagi kepala Desa di Jambi.  Anggaran 1 milyar yang disediakan untuk kepentingan sekitar 1.250 Desa lebih di Provinsi Jambi dengan rincian pembelian tanah bengkok seluas 30 hektar sebagai penghasilan kepala Desa dan pamong Desa, harta Desa berupa tanah seluas 30 hektar di mana hasilnya digunakan untuk pembangunan Desa, serta areal penggembalaan seluas 30 hektar pula.

Suami dari guru besar hukum Universitas Gadjah Mada, Prof. Sri Soedewi, ini adalah pelanjut tongkat estapet kepemimpinan Eddy Sabara sebagai Penjabat Gubernur Jambi sementara selama tiga bulan yang menggantikan Gubernur Djamaluddin Tambunan di akhir jabatannya lantaran sakit pada 1979.

Sebelum Masjchun Sofwan menjabat sebagai Gubernur Jambi dua periode 1979-1989, terhitung sejak deklarasi sebagai daerah tingkat I atau berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah pada 1957, Pemerintah Provinsi Jambi dipimpin oleh Acting Gubernur Djamin Datuk Bagindo sebagai Residen (1954-1957), Gubernur M. Joesoef Singadekane (1957-1966); Abdul Manap sebagai penjabat Gubernur (1966-1967); Gubernur R.M. Noer Ahmad Dibrata (1967-1974); Gubernur Djamaludin Tambunan (1974-1979); dan Edy Sabara sebagai Penjabat Gubernur (1979).

Gubernur Jambi bersama Menteri Pendidikan Daoed Joesoef dan Prof. Sri Soedewi saat menyampaikan pidato ilmiah
pada Dies Natalis Universitas Jambi, 19 April 1981.Dok. Penulis.

Pendidikan dan Karir Politik

Masjchun Sofwan merupakan anak dari pasangan Imam Sofwan dan Siti Asiyah. Imam Sofwan, ayah Masjchun Sofwan adalah putra keempat dari Moerdinah. Masa kecil Maschun banyak dilalui di Selorejo, sebuah kota kecil jauh di sebelah timur Blitar.

Masjchun mengenyam pendidikan Hollandsch-Inlandsche School dan Ujian Pegawai Negeri Rendah (Klein Ambtenaren Exam) di Blitar. Pada Masa Pendudukan Jepang, ia memasuki Tjuto Sihan Gakko di Blitar. Selanjutnya, pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Masjchun ikut menjadi Anggota Tentara Pelajar Republik Indonesia (TRIP) Brigade XVII Detasemen I Jawa Timur pada 1945–1947. Ia lalu menjadi Anggota Batalyon 151 Divisi III Diponegoro.

Setelah kemerdekaan Indonesia, ia mengeyam pendidikan Sekolah Menengah Atas di Surakarta. Pada 1958, ia meraih sarjana muda hukum kepidanaan dari Universitas Gadjah Mada dan berlanjut meraih gelar sarjana hukum lengkap dari kampus yang sama pada 1962.

Setelah menamatkan pendidikan sarjana hukum, Masjchun memulai karier sebagai Penjabat Hakim pada Pengadilan Negeri Klaten pada 1958. Pada 1962, ia dipindahtugaskan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Setahun kemudian (1963), ia dipromosikan menjadi Kepala Pengadilan Negeri/Pengadilan Ekonomi Jombang.

Selanjutnya, Masjchun dilantik sebagai Bupati Temanggung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) Kabupaten Temanggung pada 1964. Pada tahun yang sama, ia juga merangkap sebagai Ketua DPRD-GR Temanggung. Ia menjabat sebagai orang nomor satu di Kabupaten Temanggung hingga 1970. Pengabdiannya di ranah pemerintahan berlanjut ke ranah legislatif dua tahun kemudian yaitu diangkat menjadi Ketua DPRD Temanggung mulai 1972 hingga 1977.

Setelah dua tahun bekerja di legislatif, ia kembali ke eksekutif yakni diangkat menjadi Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk Wilayah Kedu. Pada 1977 hingga 1978, ia menjadi Penjabat Bupati Temanggung. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Dalam Negeri diperbantukan pada Provinsi Jawa Tengah pada 1988.

Menduda

Pernikahan Masjchun sofwan dengan Sri Soedewi berlangsung langgeng sejak 1979 sampai 1982. Mautlah yang akhirnya memisahkan keduanya seiring kepergian istrinya yaitu Prof. Dr. Sri Sudewi pada 29 Agustus 1982 dan dikebumikan di Yogyakarta. Pernikahan mereka dikaruniai seorang putri yaitu Ira Indira Kartini yang lahir di yogyakarta pada 21 april 1964. Perempuan yang pernah aktif di KADIN Pusat menjabat sebagai wakil KOMTAP Bidang Pariwisata, Jakarta (2004-2014) dan pengurus IWAPI Pusat sebagai Ketua Bidang Jasa & Keuangan, Jakarta (2004-2016) ini menamatkan Strata Satu Universitas Trisakti Jakarta (1983-1992), SMAN III Yogyakarta (1980-1983), SMPN I (1977-1980) dan SDN IV (1972-1977), yang keduanya berkedudukan di Kabupaten Temanggung. Tulisan khusus saya tentang mendiang istri sang Gubernur dapat dibaca di link berikut ini: Sri Soedewi: Sosok Hebat di Balik Masjchun Sofwan.

Gubernur Jambi bersama istri. Dok. Penulis

Setelah tiga tahun menduda, Masjchun Sofwan menikah dengan Juniwati Tedjasukmana, putri ketiga dari pasangan Dr. Iskandar Tedjasukmana dan Hj. Maryam binti Abdullah Basa Bandaro. Ayah Juniwati adalah Menteri Perburuhan masa Presiden Soekarno dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo dari tanggal 27 Maret 1951 sampai 3 April 1952 dan pada Kabinet Wilopo dari 3 April 1952 sampai 30 Juli 1953.

Akad nikah Masjchun Sofwan-Juniwati berlangsung di masjid Sunda Kelapa, Jakarta, disaksikan Menteri Agama Munawir Sjadzali dan Menko Kesra Alamsyah Ratuperwiranegara. Resepsi dilanjutkan di rumah mempelai wanita di Jalan Cianjur, Jakarta. Banyak pejabat tinggi yang menghadiri resepsi mereka, antara lain Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam dan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono. Sedangkan Khotbah nikah disampaikan langsung oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Hasan Basri.

Perempuan kelahiran 1 Juni 1947 di Yogyakarta ini menyelesaikan pendidikan strata satu sebagai sarjana psikologi Universitas Indonesia dan pernah aktif sebagai kepala Bagian Personalia RS Husni Thamrin. Jakarta. Selain itu, ai juga aktif sebagai anggota Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Al Azhar.

Pernikahan Masjchun-Juniwati telah dikaruniai tiga anak perempuan, dan sudah memiliki enam cucu yaitu tiga laki-laki dan tiga perempuan. Pada pilkada 2014, Juniwati terpilih menjadi Senator wakil dari Provinsi Jambi untuk periode tahun 2014-2019, melengkapi fortopolionya sebagai Anggota MPR Utusan Daerah Provinsi Jambi pada 1987 bersama sang suami, Chatib Quzwain, Kolonel ART. R. Soebagjo, dan H. Moh Syukur (Lampiran I Keputusan Presiden RI Nomor 222/M Tahun 1987).

Yang Dikenang

Periode 70-80an boleh dikata Jambi menunggu jamahan, meminjam istilah yang digunakan Gubernur Jambi Djamaludin Tambunan saat mengawali pemerintahannya di Provinsi Jambi. Rentang masa dimana intervensi dana pemerintah pusat sekaligus bantuan luar negeri diperlukan untuk membuka wilayah terisolir di Provinsi Jambi dengan membangun infrastruktur jalan.

Mobil dinas Gubernur Jambi Masjchun Sofwan saat mengunjungi kabupaten di Provinsi Jambi. Dok. Penulis

Prioritas demikian terus dilanjutkan oleh Masjchun Sofwan saat menjabat sebagai Gubernur Jambi yaitu dengan membangun jalan yang menghubungkan kota Jambi ke ibu kota Kabupaten. Setelah itu, perlahan-lahan membangun jalan Desa di seluruh pelosok Jambi. Di pengujung jabatannya, Sofwan membangun jembatan penyeberangan antar kabupaten seperti di Tembesi, Tebo dan Sarolangun. Adanya jembatan tersebut menjawab kendala mobilitas warga Jambi sebelumnya yang menggunakan pompong besar berisi cukup tiga mobil. Kehadiran Presiden Soeharto dan utusan lembaga luar negeri saat peresmian jembatan Tembesi disambut antuasias warga Jambi. 

Begitu juga jalan lintas tengah Sumatera mulai dari Muara Bungo hingga Lubuk Linggau, Muara Bungo ke Jambi dan terhubung pada era pemerintahannya pada tahun 1984. Sedangkan Jalur antara Muara Bungo hingga Sawah Tambang (Sawah Lunto) sendiri telah terhubung pada tahun 1976, sebelum Masjchun Sofwan. Berkat terobosannya itu, Masjchun Sofwan dijuluki gubernur ‘bulldozer'. Julukan itu dikarenakan Masjchun Sofwan sering blusukan ke daerah-daerah sambil membawa “bulldozer” Toyota Landrover. Tujuannya hanya satu, ia ingin seluruh kota-kota di Jambi bisa terhubung dengan jalan yang bagus.

Membaca dua jilid buku dokumentasi kegiatan Pemerintah Provinsi Jambi periode 1979-1989, saya menemukan sosok Masjchun Sofwan yang kemana-mana kerap menaiki Toyota Landrover sasis panjang pabrikan 1975. Tipikal kendaraan ini cocok untuk menjelajah seluruh wilayah Jambi yang sebagian besar masih berupa hutan dan jalan tanah. Sekalipun kondisi infrastruktur jalan di seluruh Kabupaten di Provinsi Jambi belum ideal, itu tidak lantas menyurutkan niatnya mengunjungi warga di pelbagai pelosok dusun di Provinsi Jambi, tidak terkecuali di sela suatu kunjungan ke Tebo, ia menziarahi makam Sultan Taha Saifuddin pada 1 Juli 1980, sang pahlawan yang begitu disegani oleh pihak Belanda pada masanya. Pada kunjungan itu pula Sang Gubenur memastikan rencana pemugaran makam sang pahlawan.

Selain berhasil di bidang infrastruktur pada masanya, prestasi Jambi selama kepemimpinan Masjchun Sofwan adalah di bidang olahraga. Tidak sedikit prestasi yang diraih para atlet Jambi di tingkat nasional maupun internasional, salah satunya yang populer adalah cabang olahraga renang melalui prestasi keluarga Raja M. Nasution, terutama Elfira Rosa dan Maya Masita Nasution di cabang olah raga air. Begitu juga di atletik yaitu muncul Jublina Mangi, pelari jarak pendek gemblengan Steve Thenu, pelatih atletik nasional. Tidak hanya pada dua cabang olahraga itu, ring tinju juga merasakan tangan dingin Masjchun Sofwan lewat Heri Maitimu si Raja Kelas Layang dan Manimbul Silaban. Puncaknya, para atlit olahraga yang berprestasi itu diganjar oleh Masjchun Sofwan menjadi pegawai di Bappeda Provinsi Jambi.

Di ranah pendidikan, Masjchun sofwan merupakan tokoh kunci di balik berdirinya Yayasan Jami Al-Falah Jambi pada tanggal 25 Juli 1988 Sofwan bersama istri Juniwati T dan Abdurrahman Sayoeti. Yayasan ini bergerak di bidang Pendidikan dan Sosial yang berkedudukan di Jambi, Jalan Sultan Thaha No. 58 B Telanaipura Jambi. Melalui Yayasan tersebut berdirilah sekolah tingkat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar yaitu TK Islam Al-Falah Jambi dan SD Islam Al-Falah Jambi, yang merupakan sekolah bernuansa Islam pertama di Provinsi Jambi.

Gubernur Masjchun Sofwan bersama Presiden Soeharto saat peresmian
Masjid Agung Alfalah Jambi, 29 September 1980. Dok. Penulis.

Enam tahun sebelumnya, Masjchun Sofwan juga turut mensukseskan berdirinya Sekolah Luar Biasa (SLB) pada 1982 yang diprakarsai Ketua Dharma Wanita Provinsi Jambi yaitu Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH, guru besar Universitas Gajah Mada Yogyakarta, yang tidak lain adalah istri pertama Masjchun Sofwan sendiri. SLB tersebut diresmikan langsung oleh ibu Tien Soeharto pada tanggal 4 April 1984, setelah sebelumnya secara resmi berkat persetujuan DPRD Provinsi Jambi pada 3 November 1982 Nomor 14/kpts/Dprd/1982, yang diberi nama “Sekolah Luar Biasa (SLB) Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH“.  Pengelolaan kelembagaan SLBI ini diserahkan kepada Dharma Wanita Provinsi Jambi, sedangkan pengelolaan dari segi edukatifnya oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jambi dan dibantu oleh instansi-instansi teknis lainnya di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi. Pemakaian nama istri Masjchun Sofwan pada SLB ini merupakan bentuk penghormatan atas jasa almarhumah Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan yang telah memprakarsai berdirinya lembaga pendidikan yang bersifat kemanusiaan, juga untuk kemajuan di daerah Provinsi Jambi.

Tutup Usia

Masjchun Sofwan meninggal dunia setelah sebelumnya menjalani perawatan di RSPP, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Suami dari anggota DPD RI asal Jambi, Juniwati Tedjasukmana ini menghembuskan nafas terakhir di RSPP pada 3 Oktober 2015 pada usia 88 tahun.

Jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka, Jalan Kolonel Sugiono Nomor 17 Duren Sawit, Jakarta Timur. Jenazah disalatkan di Masjid Pondok Indah dan dimakamkan pukul 13.00 WIB di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

Demikialah sosok Gubernur Jambi Masjchun Sofwan yang dapat saya tulis. Tentu belum dapat menerangkan secara utuh sosok maupun kiprahnya selama menjabat sebagai Gubernur Jambi periode 1979 sampai 1989. Namun, setelah membaca buku Memori Masa Bhakti Gubernur KDH Tingkat I Jambi, pada 10 Desember 1984-10 Desember 1989, saya menangkap sosok Masjchun Sofwan sebagai pribadi pekerja keras, disiplin dan bertanggungjawab. Begitu juga sosoknya yang menghormati jasa para Gubernur pendahulunya yang ikut mewarnai dan memberi arti yang sangat besar baginya selama melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Kepala Daerah, seperti saya kemukakan di sini penggalan kalimat penutup Masjchun yang termaktub di buku itu, “Bagi saya sesuai dengan isarat pepatah adat yang berbunyi: “Mengambil contoh kepada yang sudah, mengambil tuah kepada yang menang, mengamanatkan agar pengalaman-pengalaman beliau: kok berjalan dijadikan tongkat, kok tidur dijadikan bantal, sesat di ujung jalan kembali ke pangkal jalan.”

Masih dalam buku yang sama, Masjchun Sofwan secara sadar memegang teguh falsafah bahwa seorang pimpinan tidak boleh melangkah terlalu maju, melangkah terlalu jauh dari yang dipimpin. Artinya, bagi Masjchun Sofwan kepemimpinan yang baik harus selalu menjaga keharmonisan satu sama lain sehingga tercapai suatu kondisi “serempak bak regam”. Dengan kata lain, jangan sampai seorang menggala melaju terlalu jauh meninggalkan pasukannya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya bagi seorang pemimpin mendengar masukan atau saran baik dari siapapun, tidak terkecuali bila datang dari bawahan sekalipun.

*Kota Jambi, 28 Desember 2024. Tulisan seputar tokoh-tokoh Jambi lainnya dapat dibaca di website ini juga.

*Sumber bacaan:

0 Komentar