Surat Cinta Untuk Pegiat Literasi di Jambi

 

ilustrasi. sumber: smknbancak.ch.id

Oleh: Jumardi Putra*

Sahabat pegiat literasi di Jambi yang baik. Semoga para sahabat senantiasa dalam keadaan sehat, sukses dalam karir maupun pekerjaan, dan yang tidak kalah penting selalu ditemani buku di sela kesibukan hari-hari.

Dalam kesempatan yang baik ini, izinkan saya menulis surat merespon dinamika yang baru-baru ini ramai dipercakapkan yakni Musyawarah Wilayah untuk memilih Ketua baru sekaligus membahas AD/ART Forum Pegiat Literasi Jambi (FPLJ).

Saya tidak terlibat dalam proses Musywil ini, tapi saya mengikuti warna-warni wicarana yang mengemuka sepanjang proses itu baik melalui kanal aplikasi perpesanan WhatsApp Group maupun lewat individu-individu yang saya ketahui masih bersetia di jagad literasi Jambi sampai saat ini.

Nyatanya tidak mudah mendapatkan calon ketua FPLJ periode 2024-2026 dan bahkan sampai-sampai proses pemilihan kandidat ketua molor dari jadwal yang direncanakan. Meski diketahui memiliki pengalaman di dunia literasi dan perbukuan, umumnya nama-nama yang muncul di panggung kontestasi kali ini, termasuk Fajrin Nurpasca yang notabene ketua FPLJ periode sebelumnya, memilih mundur dari kandidasi dengan alasan kesibukan di luar FPLJ yang tidak dapat ditolerir. Jelas itu sebuah pilihan yang harus sama-sama kita hormati sepenuhnya.

Setelah melewati serangkaian proses dan bahkan sempat mengalami “kebuntuan” di tengah jalan lantaran belum muncul nama-nama calon ketua baru, pada 20 Desember 2024 saudara Febrianiko terpilih secara sah sebagai Ketua FPLJ dengan dukungan suara sebesar 81,6% setelah sebelumnya menjadi calon tunggal melawan kotak kosong dengan raihan 18,4%. Terbesit di pikiran saya, "andai saja FPLJ ini organisasi sayap partai politik, bisa dipastikan banyak yang mencalonkan diri sebagai calon ketua". 

Fenomena calon tunggal sejatinya menyiratkan beberapa hal penting selain faktor kesibukan yang menjadi alasan para kandidat, sebut saja seperti yang terpantau oleh saya di grup percakapan yaitu “apa sih urgensi sekaligus orientasi FPLJ di tengah tumbuh kembangnya komunitas literasi di Jambi saat ini?” Dengan kata lain, kalangan pegiat literasi di Jambi mengandaikan FPLJ memiliki visi, misi dan program prioritas yang bisa menjawab pelbagai permasalahan maupun tantangan yang dihadapi komunitas maupun individu pegiat literasi di Jambi. Sungguh berat bukan? Lah, Bukannya kepengurusan FPLJ sebelumnya sudah bekerja? Iya, mereka telah bekerja dengan sekuat-kuat dan semampunya. Walakin, harapan yang tinggi terhadap FPLJ ke depan bukan sesuatu yang tabu untuk dipercakapkan ulang. Dan, Musywil inilah ruang strategisnya.

Harapan yang ditambatkan kepada pengurus FPLJ sah, sekalipun tidak pula dibenarkan untuk mendramatisasikannya. Faktanya, jauh sebelum terbentuk FPLJ di Provinsi Jambi, sejatinya sudah ada komunitas literasi yang bergerak dengan segala dinamikanya. Faktanya, ada yang mampu bertahan lalu berkembang, tapi tidak sedikit pula yang gulung tikar lalu hilang tanpa jejak. Cerita demikian itu akan selalu menyertai sejarah pengorganisasian ide-ide publik yang diinisiasi oleh elemen masyarakat tanpa ada yang mengikatnya secara kaku dan resmi, laiknya organisasi bentukan atas dasar perintah undang-undang dan aturan turunan lainnya. 

Dengan demikian, tantangan berat bagi ketua FPLJ terpilih ke depan adalah memosisikan FPLJ sebagai ruang titik temu (melting-point) di antara pelbagai forum/komunitas literasi yang tumbuh dan berkembang di Provinsi Jambi untuk secara bersama-sama melakukan kerja-kerja strategis dan bermanfaat secara luas. Titik temu di sini mengandaikan kemunculan sebuah kesadaran yang berlandaskan pada sinergisitas, kolaborasi dan kepentingan bersama. Ketiganya itu tidak perlu dimaknai secara oposisi binner dengan program dan kegiatan yang mungkin senafas dengan kegiatan di komunitas/forum literasi, melainkan merumuskannya menjadi rencana strategis organisasi yang terhubung ke banyak stakeholder baik kalangan pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah maupun pihak swasta.

Cukup banyak isu-isu strategis sekarang ini yang bisa dirumuskan menjadi program dan kegiatan FPLJ ke depan sejalan dengan pengarusutamaan literasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital yang memengaruhi seluruh sendi kehidupan. Belum lagi, pelbagai skema bantuan pemerintah bagi pegiat maupun komunitas literasi di tanah air. Pada ranah ini, sejatinya banyak hal yang perlu dibedah mulai dari halaman depan, pelanta, ruang tengah, dapur, dan bahkan pelataran belakang rumah, untuk mengatakan mencakupi seluruh ekosistem literasi yang mendasarinya dengan segala problematika yang muncul baik secara internal maupun eksternal.  

Sejurus kemudian, menjadi tugas pengurus FPLJ terpilih ke depan menentukan skala prioritas untuk satu tahun berjalan dalam rentang periode kepengurusan aktif. Tidak perlu banyak kegiatan, melainkan fokus pada lompatan kualitas program. Dalam pada itu, jangan sampai FPLJ yang dibentuk atas dasar kepentingan para pegiat maupun komunitas literasi bertindak laiknya “polisi” yang berkehendak mengatur setiap hajat pegiat atau komunitas literasi di Jambi, tetapi justru menjadi wadah yang mendinamisasi agar seluruh potensi dan kekuatan yang terhimpun di banyak forum pegiat literasi di Jambi tumbuh subur dan menyeruapkan wewangian rona, untuk menyebut berhasil berkontribusi di lapangan literasi yang lebih luas baik di wilayah regional Sumatera, nasional dan bahkan internasional. 

FPLJ bukan organisasi sayap politik dari partai manapun di negeri ini dan bahkan dunia sekalipun, jadi kesadaran maupun sikap yang menggerakkanya tidak boleh bertumpu pada kepentingan sesaat, transaksional dan tidak pula atas dasar pertimbangan primordial, melainkan kepentingan literasi dalam pengertian luas, sebagai bagian dari gerakan keadaban serta menjadi rumah bagi mereka yang menghibahkan segenap pikiran dan waktunya untuk kebangunan literasi di Provinsi Jambi.

FPLJ juga bukan organisasi berorientasi bisnis sehingga pandangan sekaligus sikap yang menggerakkannya boleh dikata sebagai ladang pengabdian. Apa sebab? Mereka yang terpilih menggerakkan FPLJ adalah mereka yang menghidupi FPLJ, bukan numpang hidup dari FPLJ sebagai lapak menumpuk pundi-pundi dengan berkedok kerja-kerja literasi.

Jujur, saya senang mencermati percakapan teman-teman di kanal aplikasi perpesanan WhatsApp Group pegiat literasi Jambi sampai sejauh ini. Terkadang muncul kritik bernada gugatan, tapi kali lain muncul refleksi pemikiran yang mengajak lebih dalam untuk memikirkan kerja-kerja yang sudah dan akan dibuat oleh masing-masing komunitas literasi di Jambi. Terkadang terbesit pesimisme, tapi saat yang sama datang pandangan-pandangan optimistik bak api yang membakar semangat juang. Dalam pada itu, muncul kabar-kabar membahagiakan dari pegiat dan komunitas literasi yang berhasil menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan banyak pihak di tempat mereka bermastautin. 

Obrolan longgar demikian itu datang dari mereka yang bertungkus lumus mencintai literasi dan bekerja untuk literasi di Jambi, yang itu sejatinya bagian dari dinamika sekaligus kerja-kerja kebudayaan yang meniscayakan keberpihakan, stamina sekaligus niat yang terjaga secara konsisten untuk kebangunan literasi di Jambi. Tidak kenal musim dan tidak pula terpengaruh oleh geliat politik praktis (dan tentu saja masing-masing kita memiliki preferensi politik), kerja-kerja literasi masih terus berjalan sampai saat ini. Bahkan, meski jauh dari kilatan kamera dan sanjung-puji para pejabat/politisi negeri, teman-teman pegiat literasi baik individu maupun secara organisasi terus menyemai imajinasi tentang peradaban yang dibangun atas kesadaran literasi. Sungguh membanggakan, karena saling menguatkan.

Saya tidak terlibat dalam kepengurusan FPLJ, tapi saya menaruh hormat sekaligus salut atas kerja sunyi para pegiat literasi di seantero Jambi hingga saat ini. Sedari bersama, menggalakkan budaya membaca tentu lebih dari sekadar mengajak lebih dekat dengan buku, tetapi segendang sepenarian dengan segala upaya membangun tradisi kritisisme di tengah disrupsi teknologi digital dewasa ini. Sulit menyangkal bahwa sebagian besar dari kita pernah belajar membaca dan dapat membaca. Walakin, kemampuan membaca itu tidak selalu digunakan, lebih-lebih di tengah amuk teknologi digital yang terhubung oleh internet sekarang ditandai dengan hal-ihwal serba singkat dan instan. Bahkan, sebagian justru berhenti membaca. Oleh Staiger (1979), golongan seperti ini disebut "lapsed readers".

Demikianlah surat cinta saya ini. Sekali lagi, saya ucapkan selamat untuk Ketua FPLJ terpilih. Semoga kepengurusan periode 2024-2026 yang terbentuk benar-benar merepsentasikan dedikasi, kompetensi dan mampu menjadikan FPLJ sebagai “rumah bersama” bagi pegiat maupun komunitas literasi yang ada di Provinsi Jambi. Sebagai pembaca buku, memungkasi surat cinta ini, mari kita bersama-sama mengajak seluruh elemen masyarakat agar senantiasa menyempatkan membaca buku di sela kesibukan hari-hari, entah itu buku fisik ataupun e-book. Tidak perlu ada lagi dikotomi antara keduanya. Apa sebab? Selain gemar membaca akan mengayakan perspektif, mampu membaca adalah juga rahmat, dan itu sejatinya kebahagiaan yang perlu kita syukuri dalam hidup ini.

Salam literasi,

 

*Kota Jambi, 23 Desember 2024.


*Tulisan-tulisan saya lainnya:

1) Festival Literasi: Dari Militansi ke Retrospeksi

2)  Menyoal Duta Baca Provinsi Jambi, Kerja Apa?

3) Pengelana Buku Itu Tidak Pernah Pergi, Obituari Nirwan Arsuka

4) Generasi Nol Buku

5) Meresensi Novel dan Menulis Ulang Cerita

6) Di Balik Panggung Pemilihan Bujang Gadis Jambi

7) Komunitas Epistemik dan Kosongnya Kampus Kita

8) Ngadem di Goethe Institut

9) Suatu Siang di Erasmus Huis

10) Merajut Asa di Ruang Belajar Prof H.A.R. Tilaar

11) Ngadem di Freedom Institute Library

(12) Arsip Daerah Jambi di ANRI

(13) Kerja Arsip Berdekatan dengan Kesepian

(14) Pers Jambi (Tanpa) Pusat Dokumentasi

2 Komentar

  1. saya di FPLJ cuma sbg penonton. kadang pengen turun, tp bingung bs apa. mau komen jg takut, krn sadar selama ini cuma nonton. semoga ke depan bs ikut kontribusi.

    BalasHapus
  2. mari berkontribusi bu tuk literasi jambi

    BalasHapus