ilustrasi. sumber: republika/daanyahya |
Oleh: Jumardi Putra*
Keuangan daerah Provinsi Jambi saat ini membuat banyak pihak masygul. Selain target pendapatan daerah
2025 sebesar Rp.4.575 triliun atau menurun dibanding dua tahun terakhir, juga
pemanfaatan dana transfer pemerintah pusat ke daerah yang diproyeksikan untuk
menopang program prioritas nasional “Asta Cita” Prabowo-Gibran sesuai Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Setidaknya, tiga program prioritas nasional
yang bakal menyedot APBN dan APBD 2025 yaitu Makan Siang Bergizi (MBG),
Swasembada Pangan dan Tiga Juta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR).
Kondisi demikian jelas berimplikasi terhadap akselerasi pembangunan daerah
Jambi, terutama pemenuhan alokasi anggaran infrastruktur pelayanan publik,
paling lambat minimal 40 persen dari total APBD pada tahun 2027 sesuai Undang-Undang
(UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (HKPD). Pada APBD 2025, alokasi anggaran infrastruktur
pelayanan publik baru mencapai 30,19%, di samping kewajiban pemenuhan alokasi
anggaran baik mandatory spending maupun
standar pelayanan minimal (SPM).
Alokasi belanja daerah yang termaktub dalam Peraturan Daerah Provinsi
Jambi Tentang APBD TA 2025 belum menghitung beban riil kontribusi daerah Jambi
untuk mensukseskan program prioritas nasional seperti disebutkan di atas. Namun,
merujuk hasil penyempurnaan atas Evaluasi RAPBD Jambi TA 2025 oleh Kementerian
Dalam Negeri RI telah dicadangkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui
Belanja Tidak Terduga (BTT), sembari menunggu petunjuk teknis dan pelaksanaannya
pasca penetapan TKD TA 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sejurus
hal itu, 22 Januari 2025 terbit Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025
tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025 yang
ditujukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati dan Walikota se
Indonesia, setelah sebelumnya didahului Surat Edaran Bersama Mendagri dan Menkeu Nomor SE
900.1.3/6629.A/SJ dan Nomor SE-1/MK.07/2024 Tentang Tindak Lanjut Arahan
Presiden Mengenai Pelaksanaan Anggaran Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025.
Meski program prioritas nasional di bawah bendera “Asta Cita”
digadang-gadang bakal mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah, tetap saja secara
jangka pendek-menengah berpotensi mengoreksi (kalau bukan mengganggu) kemampuan
keuangan daerah Jambi dengan rasio kafasitas fiskal daerah sebesar 1,542 atau
masuk kategori rendah (merujuk PMK Nomor 65 Tahun 2024 Tentang Peta Kafasitas
Fiskal Daerah), sehingga berimplikasi pada pencapaian target IKU program/kegiatan
yang sudah disusun pada APBD murni 2025 sesuai Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Berdasarkan Inpres 1 Tahun 2025, Presiden Prabowo menginstruksikan target
efisiensi penghematan mencapai Rp.306,69 triliun terdiri dari anggaran Kementerian/Lembaga
sebesar Rp.256,1 triliun dan dana transfer ke daerah sebesar Rp.50,59 triliun
yaitu meliputi penghematan terhadap belanja operasional dan non-operasional,
seperti belanja kantor, pemeliharaan, dinas, bantuan pemerintah, infrastruktur,
serta pengadaan peralatan dan mesin. Begitu juga untuk pemerintah daerah,
Prabowo menginstruksikan pembatasan anggaran kegiatan seremoni, kajian, studi
banding, publikasi, seminar, serta pengurangan perjalanan dinas hingga 50
persen.
Langkah yang katanya penghematan ini harus diambil Prabowo sebagai
konsekuensi dari program prioritas nasional, terutama MBG, yang membutuhkan
anggaran besar di tengah kafasitas keuangan negara terbatas, selain harus
menyelesaikan beban bunga utang setiap tahun dan implikasi dari bertambahnya
jumlah Kementerian/Lembaga di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka
periode 2024-2029.
Kemunculan Inpres 1 Tahun 2025 dan pelbagai skema pembiayaan APBN TA
2025 (termasuk PMK 131 Tahun 2024) bisa jadi bukan hambatan bagi daerah yang
kafasitas fiskalnya tergolong tinggi, tetapi jelas membuat “pusing tujuh
keliling” bagi kafasitas fiskal daerah Jambi yang masuk kategori rendah pada
2025, sehingga membuat sulit bernafas untuk bergerak cepat, apalagi zig-zag. Faktanya, sampai saat ini dana
transfer Pemerintah Pusat masih menjadi faktor penyumbang terbesar dalam
struktur APBD Provinsi Jambi yaitu sebesar Rp.2.485 triliun atau sebesar 54,31% dari total belanja
daerah 2025. Selebihnya berasal dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar
Rp.2.074 triliun atau sebesar 45,34% yang diperuntukkan bagi belanja pegawai sebesar
39,86% (belum terhitung beban dari rekrutmen P3K ke
depan dari total jumlah tenaga honorer Provinsi sebanyak 7.564, sedangkan total
kuota penerimaan P3K 2024 hanya 1.536 formasi), sehingga sulit mencapai target
minimal 30% dari total APBD berdasarkan amanat UU HKPD. Di luar belanja pegawai yang dominan menghisap belanja daerah 2025, terdapat
alokasi anggaran untuk komponen belanja operasional lainnya yaitu belanja barang dan
jasa sebesar 27,36%, belanja subsidi sebesar 0,05%, belanja hibah sebesar 0,03%
dan belanja bantuan sosial sebesar 0,02%.
Berdasarkan total alokasi belanja operasional mencapai 69,53 persen itu, tersisa alokasi untuk belanja modal (nilai manfaatnya melebihi satu tahun anggaran) sebesar 9,59%, belanja tidak terduga sebesar 1,81 persen, belanja transfer sebesar 19,79 persen yang terdiri dari belanja bagi hasil ke Kabupaten/Kota sebesar 15,76 persen dan belanja bantuan keuangan sebesar 4,03%. Setakat hal itu, target belanja daerah mulai dari tahun 2022 sampai 2025 mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,65 persen. Untuk 2025 total belanja daerah dipatok sebesar Rp.4.625 triliun.
Membaca anatomi APBD Jambi 2025, selain beban
riiil kontribusi daerah untuk program prioritas nasional (seraya menunggu PMK
tentang alokasi dan pemanfaatan dana transfer ke daerah-pasca terbit Inpres 1
Tahun 2025), juga masih ada “batu sandungan” lainnya, terutama pasca terbit
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang memberlakukan tarif Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) sebesar 12% pada barang mewah, sehingga berpotensi mengoreksi target pajak
daerah yang sejatinya merupakan penyumbang terbesar bagi PAD yaitu mencapai 37,31 persen.
Belum lagi aroma pesimisme yang terendus kuat hingga saat ini yaitu kemungkinan gagalnya penerimaan asli daerah TA 2025 yang bersumber dari Participating Interest 10 Persen MIGAS (masuk ke dalam komponen
Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan) sebesar Rp.89 Miliar.
Bertolak dari
keadaan itu, bukan hal yang mustahal bakal terjadi koreksi terhadap target APBD
murni 2025 seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga muncul lagi kebijakan
antisipatif yaitu rasionalisasi belanja daerah melalui Perubahan APBD TA 2025
guna menutup celah defisit APBD dengan tujuan agar tidak menimbulkan beban utang
bagi daerah.
Gubernur Al-Haris menyadari keuangan daerah
Jambi masih jauh dari ideal. Bahkan, dalam sambutan resmi HUT Provinsi Jambi ke
68, sang Gubernur mengamini APBD Jambi yang minim, sehingga secara sadar ia
mengajak semua pihak baik Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Perangkat
Daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi, DPRD Provinsi Jambi, Anggota DPR RI Dapil Jambi, dan
tidak terkecuali pihak swasta, untuk saling bahu-membahu merespon situasi dan
tantangan berat APBD Jambi 2025. Hal ini jelas sebuah tantangan bagi Al-Haris selaku
Gubernur terpilih periode 2024-2029 bersama kabinet kerjanya untuk berpikir
keras agar alokasi TKD 2025 dan langkah penghematan pasca instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2025 benar-benar dikaji dan diharmonisasi secara komprehensif,
sehingga terjadi sinergi antara fiskal pusat dan daerah yang pada akhirnya
memberi pengaruh positif bagi percepatan pembangunan Jambi.
*Kota Jambi, 24 Januari 2025. Tulisan ini terbit pertama kali pada portal jamberita.com
0 Komentar