![]() |
ilustrasi |
Oleh: Jumardi Putra*
Alih-alih meningkatkan pendapatan daerah,
APBD Provinsi Jambi TA 2025 justru terkoreksi. Merujuk Keputusan Menteri Keuangan
(KMK) Nomor 29 TA 2025, pendapatan daerah Jambi yang bersumber dari Transfer
Pemerintah Pusat (DAU dan DAK Fisik) berkurang sebesar 94 Miliar. Dengan
demikian, APBD Provinsi Jambi TA 2025 yang semula berjumlah sebesar 4.625 triliun
menjadi 4.530 triliun. Ruang fiskal daerah yang sempit ini membuat pemerintah
Provinsi Jambi tidak bisa bergerak leluasa mendorong percepatan pembangunan di
seantero Provinsi Jambi dengan segala kompleksitasnya.
Kendati APBN TA 2025 disahkan di penghujung periode
kepemimpinan Presiden Jokowi, sedari awal Prabowo sudah menunjukkan gelagat
melalui kehadiran tim transisi yang mangkal di Kementerian Keuangan-melakukan
penyesuaian alokasi APBN sekaligus mengarahkan APBD TA 2025 sejalan dengan
visi-misi serta program prioritas yang terangkum di dalam Asta Cita, terutama
program berbiaya jumbo seperti makan bergizi gratis, swasembada pangan dan tiga
juta rumah untuk masyarakat berpanghasilan rendah. Puncaknya, melalui Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Prabowo menargetkan efisiensi sebesar Rp306,69
triliun, terdiri dari 256,1 triliun berasal dari pemangkasan belanja
Kementerian/Lembaga dan 50,6 triliun dari penyesuaian transfer ke daerah.
Segendang sepenarian, belum lama ini Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Jambi bersama Badan Anggaran DPRD Provinsi
Jambi menyepakati jumlah hasil efisiensi terhadap belanja seluruh perangkat
daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi TA 2025 sebesar 179 Miliar.
Kebijakan tidak populer Prabowo ini-meski
dinilai banyak pihak menimbulkan ketidakpastian—berangkat dari sebuah
pertanyaan mendasar yaitu apakah akan mendorong produktivitas nasional atau
justru beresiko memperlambat pertumbuhan ekonomi--terlebih APBN 2025 notabene telah ditetapkan justru dirubah bukan sebagaimana galibnya menunggu
APBN Perubahan-nyatanya Prabowo tidak bergeming seraya terus menerus
mempropagandakan optimisme kepada masyarakat. Apatah lagi, bermodal dukungan
mayoritas partai di Parlemen maupun kondusifitas TNI maupun Polri di
belakangnya, membuat rezim pemerintahan Prabowo begitu percaya diri menerbitkan
pelbagai peraturan dan kebijakan, mulai dari terbitnya surat edaran bersama
antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan untuk pencadangan dana
transfer ke daerah, kemudian berlanjut Inpres Nomor 1 dan 2 sekaligus dibarengi
rentetan surat edaran Kemendagri bagi pemerintah daerah untuk segera melakukan
penyesuaian target dan pendapatan APBD TA 2025. Sejurus hal itu, Presiden
Prabowo meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara)
sekaligus rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.
Kebijakan top-down
ini--dengan segala dinamikanya—terus berjalan. Jelas ini merupakan ajang
pembuktikan bagi kabinet merah putih Presiden Prabowo Subianto maupun kepala
daerah hasil Pilkada serentak 2024. Kendati muncul riak-rial kecil dari
internal Kementerian/lembaga yang menyoal kebijakan efisiensi itu, faktanya
Prabowo tetap berkepala tegak seraya memastikan bahwa pelaksanaan efisiensi
adalah suatu keniscayaan. Bahkan, dalam sebuah kesempatan, sang Presiden
berseloroh ada “raja-raja kecil” yang berupaya merongrong kebijakan efisiensi
yang digalakkannya, karena selama ini mereka di mata Prabowo kadung menikmati “lemak”
yang berlumuran menempel di tubuh APBN maupun APBD.
Sejauh ini memang tidak terdengar satu pun
daerah di Indonesia yang berani bertindak di luar instruksi Presiden Prabowo. Bahkan,
di pelbagai media sosial publik bisa mengetahui beberapa kepala daerah yang antusias
melakukan afisiensi APBD untuk dialihkan kepada program-program yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat, meski sulit juga menampik terdapat
kepala daerah yang bersikap normatif-untuk menyebut asal ikut-ikutan terlihat
melakukan efisiensi.
Tidak cukup sampai di situ, dengan alasan memastikan
gerak laju kepemimpinan daerah di seluruh Indonesia agar seiring-sejalan dengan
kepemimpinan nasional, Presiden Prabowo memboyong seluruh para kepala daerah baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota ke Lembah Tidar di Magelang, Jawa Timur. Di Akademi
Militer itu para kepala daerah digembleng sedemikian rupa demi keselarasan
pembangunan daerah-nasional untuk lima tahun ke depan. Segera muncul
pertanyaan, adakah gebrakan luar biasa dari para kepala daerah se Provinsi
Jambi sepulang dari retret di Lembah Tidar Magelang? Tugas masing-masing kita
menjawab-seraya merefleksikannya di tengah pelaksanaan efisiensi.
Dalam rangka mendorong percepatan pencapaian
swasembada pangan, sebagaimana termaktub di dalam Inpres Nomor 2 TA 2025 dan
berdasarkan surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/833/SJ bahwa hasil
efisiensi belanja TA 2025 dialiahkan/direalokasi untuk digunakan pada bidang pendidikan, kesehatan,
infrastruktur dan sanitasi, optimalisasi penanganan pengendalian inflasi, stabilitas harga makanan dan minuman, penyediaan cadangan
pangan serta prioritas lainnya
yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan
ekonomi.
Di tengah tantangan ekonomi yang tidak ringan
serta kondisi keuangan Provinsi Jambi yang tidak baik-baik saja, jelas ini sebuah
tantangan, kalau bukan batu sandungan, bagi Gubernur Jambi Al Haris bersama
kabinet kerjanya. Data Badan Pusat Statistik (BPS, November 2024) menunjukkan
ekonomi Provinsi Jambi tahun 2024 tumbuh sebesar 4,51 persen, melambat dari
tahun 2023 yang tumbuh sebesar 4,67 persen. Capaian itu berada pada posisi di
bawah rata-rata Pertumbuhan ekonomi secara nasional yaitu 5,03 Persen. Turunnya
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi memiliki dampak yang signifikan bagi
masyarakat dan perekonomian daerah, seperti resiko menurunnya pendapatan masyarakat,
meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, lesunya sektor Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM), resiko penurunan investasi, peningkatan inflasi dan biaya hidup
serta menurunnya pendapatan daerah.
Dalam situasi seperti ini, pelaksanaan
program kegiatan Pemerintah Provinsi Jambi harus dilakukan dengan visi APBD
yang terukur-seraya hati-hati. Bukan tanpa alasan hal itu perlu dipikirkan secara
matang oleh Gubernur Al Haris bersama TAPD Provinsi Jambi agar penggunaan
anggaran yang bersumber dari APBD betul-betul tepat sasaran. Salah-salah dalam
penyusunan kebijakan serta pelaksanaan program yang bersumber dari APBD bisa
menyebabkan kontraksi ekonomi, menekan daya beli masyarakat, dan menghambat
laju investasi.
*Sabtu, 29 Maret 2025. Tulisan ini terbit pertama kali di portal jamberita.com dan kajanglako.com.
*Berikut tulisan-tulisan saya lainnya:
1) Asta Cita dan Beban Berat APBD Jambi 2025
2) Darurat Demokrasi: Memaknai Persinggungan Cendekiawan dan Politik
3) Quo Vadis APBD Jambi 2019-2024?
4) Ketindihan Teknokratis: Problem Akut Perencanaan Pembangunan
5) Pilgub Jambi 2024 dan Peta Jalan Pemajuan Kebudayaan
7) Potret Buram Daya Saing Daerah Jambi
8) Anomali Pembangunan Provinsi Jambi 2023
9) Beban Belanja Infrastruktur Jambi MANTAP 2024
10) Di Balik Gaduh Mendahului Perubahan APBD Jambi 2023
11) Medan Terjal Tahun Berjalan APBD Jambi 2023
12) Menyoal Proyeksi APBD Jambi 2024
13) Gonjang Ganjing Defisit APBD Jambi 2023
14) Dua Tahun Jambi Mantap Al Haris-Sani, Sebuah Timbangan
15) Setahun Jambi Mantap Al Haris-Sani: Sebuah Timbangan
16) Palu Godam Hakim Artidjo Alkostar
17) Duh Gusti, Makin Astaga Saja Negeri Ini
18) Surat Terbuka untuk Wakil Gubernur Jambi
19) Surat Terbuka Untuk Anggota DPR RI Dapil Jambi
20) Pandemi Covid-19 di Jambi, Surat Terbuka untuk Gubernur Jambi
21) Polemik Angkutan Batu Bara di Jambi dan Hal-hal Yang Tidak Selesai
22) Batu Bara Sebagai Persoalan Kebudayaan, Sebuah Autokritik
23) Nada Sumbang di Balik Pembangunan Puteri Pinang Masak Park
0 Komentar