Tidak Mudah Berproses di ARENA

Majalah Arena: Kancah Pemikiran Alternatif

Oleh: Jumardi Putra*

Sabtu, 15 Februari 2025, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA merayakan usianya ke 50 tahun. Hajatan setengah abad itu diinisiasi oleh pengurus Arena sekaligus ajang reuni alumni Arena lintas generasi di Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, tempat Arena lahir, tumbuh dan berkembang serta berkontribusi bagi jurnalisme dan pergerakan mahasiswa-dengan segala dinamika dan tantangan dalam rentang waktu yang panjang-mulai sejak berdiri pada 10 Januari 1974 sampai sekarang. 

Ingin nian saya bergabung dalam perayaan itu, tapi apa daya dikarenakan jarak Jambi-Yogyakarta yang memisahkan, sehingga saya hanya bisa menyaksikannya melalui video maupun dokumentasi foto yang dibagikan pada kanal Whatsapp Group alumni Arena, di mana saya juga ikut bergabung di dalamnya. Belum lagi, bertebaran foto-foto jadul generasi Arena terdahulu makin membuat ruang nostalgik antar alumni terajut kembali. Sebagai generasi jauh setelahnya, tentu itu menjadi semacam “lumbung perjumpaan” yang menautkan imajinasi lintas generasi Arena-dengan segala pernak-perniknya.

Selain diskusi, pameran arsip Majalah dan Buletin Slilit Arena, serta reuni alumni Arena lintas generasi, gema lagu Bagimu Negeri dan Darah Juang membersamai prosesi potong tumpeng secara bergiliran-sebagai wujud syukur kepada Tuhan-oleh beberapa tokoh Arena masa-masa awal, membuat perayaan itu terasa istimewa, meski saya sendiri tidak berada di ruang itu. 

Saya ikut bahagia menyaksikan perjumpaan langka itu, selain tentu saja saya menjadi lebih banyak tahu generasi Arena terdahulu-dengan segala macam cerita selama mereka berproses di Arena–sebut saja seperti ekses dari kebijakan Normalisasi Kebijakan Kampus (NKK) yang disusul dengan pembentukan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) oleh Menteri Pendidikan Daoed Joesuf hingga puncak reformasi 1998 dan rentetan dinamika sejarah pers mahasiswa baik sebelum maupun setelah otoritarianisme rezim Orde Baru. 

Dari grup alumni Arena lintas generasi itu pula, saya terhubung dengan nama-nama punggawa Arena yang sudah malang-melintang di jagad perpolitikan maupun aktivisme secara nasional, yang belum saya ketahui sebelumnya dan bahkan belum pernah berjumpa secara fisik. Kecuali beberapa nama seperti Ahmad Suaedy, Sastro Al Ngatawi, Hairus Salim, Savic Ali, Abdur Rozaki, Suraji, Budi Oza, dan Zainal Anwar, yang tulisan-tulisanya baik dalam bentuk buku dan majalah, opini di media cetak dan catatan lepas di media sosial kerap saya baca.

Setidaknya, melalui fragmen-fragmen 50 tahun Arena yang ditulis oleh generasi jauh sebelum maupun setelah angkatan saya–mewakili zamannya masing-masing-tidak saja berhasil menganggit romantisme masa lalu, tapi juga tanggung jawab yang mesti dipikul oleh kawan-kawan Arena sekarang dan kedepan agar Arena tetap mampu mewarnai peradaban-melalui kerja-kerja jurnalistik di era digital-yang tentu saja tantangannya tidak persis sama sebagaimana dialami generasi sebelumnya.

Saya bersyukur pernah berproses di Arena mulai tahun 2005, tepatnya saya mengikuti rekrutmen LPM Arena setahun setelah saya bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jam’iyyatul Qurra’ wal Hufadz (JQH al-Mizan) tahun 2004. Kurun waktu itu, saya masih sempat menikmati suasana gedung lama kampus UIN SUKA, ghirah tangga demokrasi, menguatnya wacana integrasi-interkoneksi atau kerap juga disebut teori jaring laba-laba Prof. Amin Abdullah (Rektor)-bersamaan dengan konversi dari IAIN menuju UIN, serta kerap mengunjungi kantor Arena lama (kini berdiri gedung Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan UIN SUKA dan sebelumnya kantor ARENA berlokasi di bawah tangga demokrasi). 

Selain itu, saya juga ikut merasakan iklim intelektual sekaligus pergerakan di kampus, seperti konferensi, seminar, diskusi, demonstrasi dan advokasi serta gejolak antar organisasi ekstra kampus di UIN SUKA yang berujung pada pertikaian, utamanya dalam proses pemilihan Ketua Dewan Mahasiswa. 

Sebelum bergabung di Arena, saya telah membaca majalah Arena dengan tagline Kancah Pemikiran alternatif dan Newsletter SLiLiT dengan tagline Jelas dan Mengganjal. Bahkan, konon, jurnalis dan esais ternama Goenawan Mohammad pernah menjuluki ARENA sebagai TEMPO kecil (1977), karena selain format dan isi penerbitan yang ditampilkan hampir sama dengan TEMPO, juga menekankan pada investigative reporting

Dalam perjalanannya, ARENA pernah dilarang terbit beberapa kali oleh penguasa waktu itu, di antaranya Kopkamtib (1978), Pangdam IV Diponegoro (1988) dan Rektor IAIN (1988 dan 1993), mulai dari peliputan konflik proyek waduk Kedung Ombo, ketimpangan pemerintahan Orde Baru, bisnis keluarga Soeharto hingga berita-berita yang kala itu “riskan” diungkit oleh pers-pers umum. Barangkali itulah alasan saya sehingga menaruh ketertarikan pada Arena. 

Pilihan saya masuk Arena oleh sejawat ketika itu disebut anomali, karena notabene saya berasal dari jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah-kelak banyak berurusan dengan kegiatan pedagogis-mengajar di lembaga pendidikan, ketimbang bergerak di lapangan sebagai jurnalis. Belum lagi, selama bergabung di Arena saya ikut aksi demonstrasi dan mengadvokasi isu-isu jurnalisme serta berjejaring dengan organisasi pers mahasiswa lintas kampus di Yogyakarta. 

Di awal penerimaan anggota baru Arena, pengurus kerap mengatakan yakni “Jika saudara berniat ingin bisa menulis, bukan Arena tempatnya. Silakan mengikuti kursus menulis saja” 

Majalah ARENA

Benar saja, selama di Arena saya tidak saja diajar agar bisa menulis berita, opini dan esai, tapi lebih dari itu yakni mulai dari belajar reportase di lapangan, mengelola isu, memilih angle dan membuat lead berita, melayout isi buletin SLiLit, berurusan dengan percetakan, berjejaring dengan pers mahasiswa dan elemen kelompok sipil progresif lainnya di Yogyakarta, dan puncaknya terlibat menerbitkan Majalah Arena bertajuk Kaoem Koeli di Negeri Janji, edisi I/Vol.XXIV/V/2008, suatu ciri utama Arena di tengah arus jurnalisme Indonesia yang berangkat dari Kampus. 

Sosok seperti Addi Mawahibbun Idhom selaku Pemimpin Umum Majalah Arena, Furqon Ulya Himawan sebagai Wakil Pemimpin Redaksi, dan Ficky Ubaidillah selaku Pemimpin Redaksi serta beberapa nama-nama lain seperti Maskur, Syafiq, A. Basith, Maftuhah, Anwar Wahyudin, Sabiq Carebest, Abdul Aziz, Khilma Anis, Khafidz Gazhali, mereka dengan cara masing-masing berhasil menghadirkan iklim berArena bagi saya dan sejawat lainnya seperti Mia W. Asgar dan Sya’roni untuk tetap bertahan di saat teman-teman seangkatan lainnya berguguran.

Dibanding Majalah Arena, saya lebih banyak terlibat mengelola buletin dwi mingguan SLiLit mulai dari staf redaksi hingga dipercaya menjadi Pemimpin Redaksi Slilit Arena pada tahun 2006 sampai 2008. Dalam fase itu saya benar-benar melewati penggemblengan yang tidak mudah, kalau bukan melelahkan. Meski ada divisi masing-masing, faktanya saya mengalami hampir semua job desk selama berproses di Arena. Kondisi tersebut jelas menunjukkan masih jauh dari profesionalisme sebuah media pers, walaupun faktanya telah menempa diri saya dan beberapa awak redaksi lainnya sehingga SLiLiT Arena tetap konsisten menemui pembaca, meski penerbitannya terkadang tidak tepat waktu. 

Di Arena saya menemukan ruang aktualisasi sebagai mahasiswa-dalam sejarah disebut-sebut sebagai bagian dari Agent of Change. Saya tidak saja dididik untuk bisa menulis, tetapi konsisten merawat akal sehat, membangun kritisisme, mengasah kepekaan terhadap realitas sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya, sekaligus menjadi corong alternatif bagi kepentingan rakyat dan mahasiswa di hadapan kebijakan negara maupun universitas melalui produk jurnalistik. 

Gayung pun bersambut, berselang 12 hari setelah perayaan 50 tahun Arena, saya berangkat ke Yogyakarta untuk sebuah pekerjaan. Jadilah saya singgah di kantor Arena di gedung Student Center (SC) UIN SUKA sekaligus bercakap-cakap dengan dua awak redaksi Arena yaitu Selo Rasyid Suyudi dan Wildan Humaidyi. Meski hanya sejaman, itu cukup untuk melepas dahaga kerinduan saya pada Arena. Alhamdulilah. Panjang umur Arena! 


*Tulisan ini terbit pertama kali di portal lpmarena.com pada tanggal 6 Maret 2025.

0 Komentar